Implementasi Putusan MK “Conditionally Constitutional” Dalam Penegakkan Hukum


Mahkamah Konstitusi beberapa kali dalam putusannya menolak permohonan akan tetapi pada saat yang menerapkan norma baru agar suatu ketentuan tidak bertabrakan dengan UUD (konstitusional bersyarat/conditionally constitutional). Untuk lebih jelas terkait dengan putusan yang baru di keluarkan oleh MK dapat dilihat di pemberitaan hukumonline di sini dan putusan MK dapat diunduh di sini.

Masalah mendasar dari putusan yang menerapkan norma “konstitusional bersyarat” adalah dalam penerapannya. Agaknya ini membutuhkan peran dari Mahkamah Agung (MA) untuk lebih menjabarkannya, apabila muncul suatu kasus yang terkait dengan ketentuan dalam UU yang dinyatakan “konstitutional bersyarat” oleh MK.

Akan tetapi, langkah ini menurut saya akan menjadi langkah panjang, saya memberikan ilustrasi seperti ini. Budiman Sudjatmiko adalah mantan terpidana (meski dalam kasus politik) dan ketika hendak mengajukan diri sebagai calon untuk menduduki posisi pejabat negara tentunya akan membutuhkan proses administrasi yang biasanya dilakukan oleh panitia seleksi. Ada dua kemungkinan dalam proses administrasi bisa lolos dan bisa juga tidak, namun kedua-duanya menimbulkan konsekuensi hukum. Apabila lolos, besar kemungkinan calon yang tidak lolos dapat mengajukan gugatan ke pengadilan dengan mendasarkan diri pada larangan yang terdapat dalam undang-undang, demikian juga bila Budiman Sudjatmiko tidak lolos, tentunya beliau dapat mengajukan gugatan berdasarkan putusan MK tersebut.

Nah, dari sini tentu pengadilan umum harus menjabarkan lebih lanjut maksud dari UU dan juga mensinkronkannya dengan maksud dari MK sehingga tidak terjadi kekosongan hukum. Akan tetapi ini proses yang sangat panjang karena gugatan akan masuk di Pengadilan Negeri dan bisa banding ke Pengadilan Tinggi serta kasasi di MA.

Saya berharap MA bisa mempermudah proses ini, sehingga dalam ketentuan-ketentuan UU yang dinyatakan konstitusional bersyarat oleh MK cukup dielaborasi di tingkat MA untuk dapat memberikan pernafsiran yang lebih detail

Advertisement
8 comments
  1. Yance Arizona said:

    Mas, Anggara. rumusan conditionally constitutional pertama kali muncul dalam putusan PUU no 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Syarat konstitusional dalam putusan ersbut adalah bahwa peraturan pelaksana UU Sumberdaya Air harus mengacu kepada putusan MK, apabila peraturan pelaksana UU Sumberdaya Air tidak berpedoman pada putusan MK, dan dianggap sumber masalahnya adalah karena UU-nya, maka UU Sumberdaya Air tersebut dapat diuji kembali..

    Misalkan, apabila PP untuk melaksanakan UU Sumberdaya Air menimbulkan masalah dan masalah itu terkait dan bersumber dari UU Sumberdaya Air, maka UU Sumberdaya Air dapat diuji kembali. Tapi tentunya MA harus menguji terlebih dahulu PP tersebut (ingat MA memiliki kewenangan menguji peraturan dibawah UU thd UU). terlepas dari diterima atau tidaknya pengujian PP oleh MA, putusan pengujian PP tersebut dapat dijadikan alat bukti/alasan hukum untuk menguji UU Sumberdaya Air. Maka dalam pengujian UU Sumberdaya Air yang kedua itulah MK mengabaikan asas “nebis in idem” dan MK juga emnilai alat buktinya (PP tersebut), sehingga rumusan conditionally constitutional itu adalah satu jalan sempit yang mengarah kepada ekstensifikasi kewenangan MK dalam membangun tertib hukum.. TETAPI.. apakah juga untuk tertib sosial??? itu suatu pertanyaan yang patut kita pelajari bersama.

    Saya belum tahu persis conditionally constitutional yang dimaksud dalam putusan MK terakhir yang mas anggara ilustrasikan dengan Budiman Sudjatmiko.. kira-kira bagaimana ringkasnya episode baru conditionally constitutional dalam hal tersebut.. apasaja syarat konstitusionalnya??

    Salam

  2. anggara said:

    @yance
    mas, belum di downloadnya putusan MKnya padahal saya kasih linknya loh. Tapi saya sepakat dengan uraian mas Yance. Namun ada juga yang model lain seperti ilustrasi yang saya kasih contoh tadi

  3. do_it said:

    Conditional Constitution, apaan tuh ?. Kewenangan hakim hanya menyelesaikan suatu perkara konkert berdasarkan undang-undang, dia tidak menciptakan aturan-aturan yang mengikat umum, kalaupun ingin dipaksakan dia hanya “mencipta” undang-undang dalam konteks penafsiran, dia tidak mencipta norma, dalam undang-undang air dia mencipta norma bukan melakukan penafsiran.

    Kalaupun sedikit dipaksakan, conditional constitution merupakan bagian dari judicial activism. Benchmark casesnya ialah Segregation Act yang dibatalkan oleh US Supreme Court (SC), SC tidak hanya membatalkan undang-undang tersebut, tapi juga membuat aturan gimana supaya merestorasi hak-hak orang negro dalam pendidikan akibat pemberlakuan segregation act.
    Dalam konteks sistem Amerika sangat memungkinkan, karena dia anglo saxon, yang hukumnya dibangun atas precedent putusan hakim. Kadang-kadang Indonesia terutama jurisnya suka latah dan sering out of context dalam menerapkan konsep-konsep hukum yang diimpor dari sistem yang berbeda, sejak kapan lembaga pengadilan di dalam sistem hukum Indonesia memiliki fungsi legislasi, lembaga pengadilan hanya melakukan fungsi adjudikasi tidak lebih dan tidak kurang. Kekosongan hukum ?, non sense, tidak mungkin ada kekosongan hukum dalam sistem hukum Indonesia, karena asumsi mendasarnya selama tidak diatur berarti boleh selama belum ada tata cara yang jelas dan diatur berarti bukan tidak boleh, tapi harus menunggu aturan operasionalnya. Be careful guys, tidak selamanya konsep hukum dari Amerika Suitable buat Indonesia, keep on thinking don’t carry away with foreign concept, always criticize and review it further.

  4. anggara said:

    @do it
    terima kasih untuk komentarnya 🙂

  5. Udhie said:

    saya tertarik dengan pembahasan tentang Conditional Constitution, akan tetapi saya masih bingung tentang apa sebenarnya dan bagaimana terjadinya Conditional Constitution, serta apakah itu menjadi hak mutlak hakim ??? apakah dalam kasus Pembunuhan Munir dimana pihak kejaksaan yang ingin mengajukan PK terbentur oleh ketentuan KUHP yang tidak mengatur hal tersebut, dan hakim mengabulkannya dengan alasan tertentu. apakah ini bisa dikategorikan Conditional Constitution?

  6. anggara said:

    @udhie
    sebenarnya itu terjadi bila sesuatu ketentuan sesungguhnya tidak bertentangan dengan konstitusi dengan beberapa indikator, kira-kira seperti itu. Untuk PK dari Jaksa, memang menjadi perdebatan hangat akan tetapi yang dipakai adalah penafsiran terhadap putusan MARI

  7. udhie said:

    apakah pengambilan putusan Conditional Constitution oleh Mahkamah Konstitusi terhadap suatu kasus pidana telah ditur sebelumnya oleh KUHAP atau hanya inisiatif dari Hakim MK…

  8. anggara said:

    @udhie
    itu ada dalam teori, namun masalah implementasi, itu yang masih jadi masalah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: