Kejahatan Pers Dalam Perspektif Hukum
Delik Pers Dalam Terminologi Hukum
Bagi beberapa ahli hukum, istilah delik pers sering dianggap bukan suatu terminologi hukum. Karena ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan yang disebut delik pers bukanlah delik yang semata-mata dapat ditujukan kepada pers, melainkan ketentuan yang berlaku secara umum untuk semua warga negara Indonesia. Akan tetapi jurnalis dan pers merupakan kelompok pekerjaan yang difinisinya berdekatan dengan usaha menyiarkan, mempertunjukkan, memberitakan, dan sebagainya, maka unsur-unsur delik pers dalam KUHP itu akan lebih sering ditujukan kepada jurnalis dan pers. Hal ini disebabkan hasil pekerjaannya lebih mudah tersiar, terlihat, atau terdengar di kalangan khalayak ramai dan bersifat umum1.
Pendapat ahli hukum yang lain mengatakan, bahwa dalam hukum pidana ketentuan yang berhubungan dengan tindak pidana pers (delik pers) adalah bagian dari tindak pidana yang mempergunakan alat cetak. Menurut Van Hattum, yang dikutip ahli Hukum Pidana Indonesia Prof Oemar Seno Adji, ada tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam suatu tindak pidana pers yaitu:
- Ia harus dilakukan dengan barang cetakan
- Perbuatan yang dipidana harus terdiri atas pernyataan pikiran atau perasaan
- Dari perumusan delik harus ternyata bahwa publikasi merupakan suatu syarat untuk menumbuhkan kejahatan, apabila kenyataan tersebut dilakukan dengan suatu tulisan
Dari tiga kriteria tersebut, nomor tiga-lah yang secara khusus mengangkat suatu delik mendapat sebutan delik pers dalam arti yuridis2.
Sementara itu definisi tindak pidana menurut beberapa ahli hukum adalah:
Simons menyatakan bahwa strafbarfeit adalah kelakuan yang diancam pidana, bersifat melawan hukum, dan berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab3.
Van Hamel menyatakan bahwa strafbarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, patut dipidana, dan dilakukan dengan kesalahan4.
Prof Komariah E. Sapardjaja menyatakan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum, dan pembuat bersalah melakukan perbuatan itu.5
Indriyanto Seno Adji menyatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan, dan bagi pelakunya dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya6.
Dari berbagai pendapat ahli – ahli hukum diatas tentang definisi delik pers dan definisi tindak pidana maka definisi tindak pidana pers secara teroritis harus memenuhi rumusan atau unsur-unsur sebagai berikut:
- Perbuatan yang diancam pidana
- Bersifat melawan hukum
- Pembuatnya dapat dipidana
- Dilakukan dengan barang cetakan
- Adanya pernyataan pikiran atau perasaan
- Adanya publikasi sebagai syarat untuk menumbuhkan kejahatan
Jaminan Legal Kemerdekaan Pers
Dalam suatu negara yang berpaham demokrasi, maka perlindungan hak asasi manusia harus mendapat tempat dalam konstitusi. Tanpa perlindungan konstitusional, maka perlindungan hak asasi manusia menjadi tidak berguna. Demikian pula yang terjadi di Indonesia, sejak gerakan reformasi yang kemudian menjatuhkan Presiden Soeharto pada 1998, telah muncul kehendak kuat dari seluruh rakyat untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945 tersebut.
Berbagai perlindungan itu antara lain
-
- Pasal 28F UUD Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan II
- Pasal 20 dan 21 TAP MPR RI XVII/MPR/1998 tentang Piagam HAM
- Pasal 14 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM
- Undang Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers
- Undang Undang No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights
Berbagai Kasus Penerapan Delik Pers
Dalam bagian ini, beberapa kasus yang berhubungan dengan penggunaan delik pers dalam KUHP akan disajikan. Bagian ini dipergunakan untuk melihat pola pendekatan yang dipakai oleh Jaksa Penuntut Umum, dalam surat dakwaan dan tuntutannya, dan Majelis Hakim, dalam putusannya, tentang penggunaan delik pers yang menimpa jurnalis dan media di Indonesia
Kasus – kasus yang dipaparkan hanyalah sebagian kecil dari berbagai ketentuan delik pers yang terkandung dalam KUHP dan mewakili keberagaman penggunaan delik pers di Indonesia
- Kasus Bambang Harymurti
Dalam kasus ini Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, oleh Jaksa Penuntut Umum dikenakan dakwaan Pertama Primair melanggar Pasal XIV ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP Subsidair melanggar Pasal XIV ayat (2) UU No 1 Tahun 1946 jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP dan Kedua Primair melanggar Pasal 311 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP subsidair melanggar Pasal 310 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP
Kasus Posisi
Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo menerbitkan berita di Majalah Tempo edisi 3/9 Maret 2003 telah menampilkan berita dengan judul “Ada Tomy di Tenabang” yang isinya bahwa pengusha Tomy Winata telah mendapat proyek renovasi Pasar Tanah Abang senilai Rp. 53 milyar, yang proposalnya sudah diajukan ke Pemda DKI Jakarta sebelum kebakaran di Pasar Tanah Abang terjadi. Tomy Winata dalam pemberitaan tersebut juga telah membantah keterkaitannya dengan rencana renovasi Pasar Tanah Abang. Dugaan bahwa pasar grosir itu dibakar juga dibantah oleh Kepala Pasar Tanah Abang.
Ringkasan Dakwaan
Pertama
Primair
Bahwa berita yang dimuat dan disiarkan oleh terdakwa di Majalah Tempo berjudul “Ada Tomy di Tenabang” terdakwa telah membakar emosi dan membuat kegemparan serta menyebarkan keresahan di kalangan masyarakat terutama masyarakat korban kebakaran Pasar Tanah Abang, mereka berkumpul dan sepakat untuk mendatangi kantor dan rumah Tomy Winata yang disebut-sebut sebagai pihak yang berada di belakang kasus terbakarnya Pasar Tanah Abang. Sementara di sisi lain seorang bernama Tomy Winata karena berita tersebut telah menerima kecaman, ancaman dari berbagai pihak melalui telepon, di samping karena berita itu telah memicu aksi demo karyawan Artha Graha Group ke kantor Majalah Tempo. Perbuatan terdakwa diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal XIV ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP
Subsidair
Bahwa dengan berita yang dimuat dan disiarkan oleh terdakwa di Majalah Tempo berjudul “Ada Tomy di Tenabang” tersebut terdakwa dapat membakar emosi dan menyebarkan keresahan di kalangan masyarakat korban kebakaran Pasar Tanah Abang dan sekitarnya atau orang-orang yang mempunyai kepentingan dengan Pasar Tanah Abang, karena berita tersebut seolah-olah sebagai orang yang berada di belakang peristiwa terbakarnya Pasar Tanah Abang, untuk menangguk keuntungan dari renovasi Pasar Tanah Abang. Perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal XIV ayat (2) UU No 1 Tahun 1946 jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP
Kedua
Primair
Bahwa berita yang dimuat dan disiarkan oleh Terdakwa di Majalah Tempo berjudul “Ada Tomy di Tenabang” tersebut seolah-olah Tomy Winata mendapat proyek renovasi Tanah Abang senilai Rp. 53 milyar, proposalnya sudah diajukan sebelum kebakaran dan dari musibah kebakaran itu, tapi juga “pemulung besar” Tomy Winata nantinya, pengusaha Artha Graha ini akan menangguk keuntungan dari proyek renovasi Pasar Tanah Abang, karena sebelumnya terdengar isu tidak pasti bahwa kebakaran terjadi karena ada kesengajaan pihak tertentu, karena berita tersebut sekelompok masyarakat berkumpul untuk mendatangi kantor dan rumah Tomy Winata sementara di sisi lain seorang bernama Tomy Winata karena berita itu telah menerima kecaman, ancaman dari berbagai pihak melalui telepon. Perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 311 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP
Subsidair
Bahwa berita yang dimuat dan disiarkan di Majalah Tempo berjudul “Ada Tomy di Tenabang” tersebut seolah-olah Tomy Winata mendapat proyek renovasi Tanah Abang senilai Rp. 53 milyar, proposalnya sudah diajukan sebelum kebakaran dan dari musibah kebakaran itu, tapi juga “pemulung Besar” Tomy Winata, nantinya, Pengusaha dari Artha Graha ini akan menangguk keuntungan dari proyek renovasi Pasar Tanah Abang, telah menimbulkan persepsi di kalangan masyarakat luas terutama masyarakat korban kebakaran Tanah Abang, seolah-olah kebakaran Pasar Tanah Abang pada bulan Maret 2003 tersebut dilakukan oleh pihak Tomy Winata karena sebelumnya terdengar isu tidak pasti bahwa kebakaran terjadi karen ada kesengajaan pihak tertentu, karena berita tersebut sekelompok masyarakat berkumpul untuk mendatangi kantor dan rumah Tomy Winata sementara di sisi lain seorang bernama Tomy Winata karena berita itu pula telah menerima kecaman, ancaman dari berbagai pihak melalui telepon. Perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasla 310 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP
Tabel Ancaman Pidana Dalam Kasus Bambang Harymurti
No |
Dakwaan | Pasal | Penjelasan |
1 | Pertama | ||
1.1 | Primair | Pasal XIV ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP | Pasal XIV ayat (1) UU No 1/1946 Barang siapa dengan sengaja menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahunPasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHPDipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan |
1.2 | Subsidair | Pasal XIV ayat (2) UU No 1 Tahun 1946 jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP | Pasal XIV ayat (2) UU No 1/1946 Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahunPasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHPDipindana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan |
2 | Kedua | ||
2.1 | Primair | Pasal 311 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP | Pasal 311 ayat (1) KUHP Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis, dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahunPasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHPDipindana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan |
2.2 | Subsidair | Pasal 310 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP | Pasal 310 ayat (1) KUHP Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiahPasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHPDipindana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan |
2. Kasus Teguh Santosa
Dalam kasus ini, Teguh Santosa Redaktur Eksekutif Rakyat Merdeka Online oleh Jaksa Penuntut Umum dikenakan dakwaan melanggar Pasal 156a huruf (a) KUHP
Kasus Posisi
Teguh Santosa, Redaktur Eksekutif Rakyat Merdeka Online pada 2 Februari 2006 telah menayangkan satu dari dua belas gambar karikatur Nabi Muhammad yang telah dimuat di Harian Jyllands-Posten. Oleh pengelola situs Rakyat Merdeka Online gambar karikatur tersebut telah dimodifikasi untuk mengurangi efek vulgar dari gambar karikatur aslinya. Gambar tersebut juga dimaksudkan oleh situs berita Rakyat Merdeka Online agar masyarakat Indonesia mendapatkan gambaran tentang penghinaan yang dilakukan Jyllands-Posten dan untuk kelengkapan berita.
Ringkasan Dakwaan
Teguh Santosa pada 2 Februari 2006 telah menayangkan gambar karikatur atau ilustrasi Nabi Muhammad SAW dengan ciri-ciri berewokan, berjenggot, dan kumis awut-awutan serta mengenakan sorban dari sebuah bom yang sumbunya tersulut, dimana di tengah sorban tersebut ada tulisan Arab Laa Ilaaha Illallah Muhammadarrasulullah, dengan kedua matanya di blok merah. Gambar tersbut adalah murni atas ide dan pemikiran terdakwa dan dimabil dari internet yang berasal dari media Denmark yaitu Jyllands-Posten dan gambar tersebut teklah pernah ditanyangkan oleh terdakwa pada Oktober 2005.
Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 156a huruf (a) KUHP
Tabel Ancaman Pidana Dalam Kasus Teguh Santosa
No |
Dakwaan | Pasal | Penjelasan |
1 | Tunggal | Pasal 156a huruf (a) KUHP | Pasal 156 a huruf a KUHP Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia |
Dalam kasus ini Supratman, Redaktur Eksekutif Harian Rakyat Merdeka, oleh Jaksa Penuntut Umum dikenakan dakwaan Primair melanggar pasal 134 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan subsidair melanggar pasal 137 ayat (1) KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP
Kasus Posisi
Drs Supratman, Redaktur Ekesekutif Harian Rakyat Merdeka, pada 6 Januari 2003, 8 Januari 2003, 30 Januari 2003, dan 4 Februari 2003 telah menerbitkan judul, isi, dan gambar dari pemberitaan di Harian Rakyat Merdeka tentang kebijakan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI waktu itu) yang menyulitkan rakyat. Berbagai judul dan gambar berita adalah:
- “Mulut Mega Bau Solar”, dimuat di halam 1 pada 6 Januari 2003 dan juga memuat gambar karikatur seorang wanita yang sedang menyedot solar dengan tulisan “Mbak hel..ep Me!”
- “Mega Lintah Darat”, dimuat di halaman 1 pada 8 Januari 2003
- “Mega Lebih Ganas Dari Sumanto”, dimuat di halaman 1 pada 30 Januari 2003 dan juga memuat gambar Donal Bebek yang dibawahnya ada tulisan Megawati
- “Mega Cuma Sekelas Bupati”, dimuat di halaman 16 pada 4 Februari 2003 dan juga memuat gambar karikatur seorang wanita berpakaian Bali yang sedang menari dengan memegang dua buah kipas
Tindakan yang dilakukan Supratman ini dinilai telah menghina Presiden Megawati Soekarnoputri
Ringkasan Dakwaan
Primair
Dalam kedudukan terdakwa selaku Redaktur Eksekutif Harian Rakyat Merdeka pada 6 Januari 2003, 8 Januari 2003, 30 Januari 2003, dan 4 Februari 2003 telah membuat judul berita yang isinya menghina Presiden RI Megawati Soekarnoputri, yaitu
- “Mulut Mega Bau Solar”, dimuat di halaman 1 pada 6 Januari 2003
- “Mega Lintah Darat”, dimuat di halaman 1 pada 8 Januari 2003
- “Mega Lebih Ganas Dari Sumanto”, dimuat di halaman 1 pada 30 Januari 2003
- “Mega Cuma Sekelas Bupati”, dimuat di halaman 16 pada 4 Februari 2003
Judul-judul berita tersebut telah ditetapkan sendiri oleh terdakwa dan tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya dari sumber berita yang diperoleh terdakwa, melainkan berdasarkan kiasan yang dibuat sendiri oleh terdakwa
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam pasal 134 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP
Subsidair
Dalam kedudukan terdakwa selaku Redaktur Eksekutif Harian Rakyat Merdeka pada 6 Januari 2003, 8 Januari 2003, 30 Januari 2003, dan 4 Februari 2003 telah membuat dan menentukan judul berita dan gambar di Harian Rakyat Merdeka
yang isinya menghina Presiden RI Megawati Soekarnoputri, yaitu:
- “Mulut Mega Bau Solar”, dimuat di halam 1 pada 6 Januari 2003 dan juga memuat gambar karikatur seorang wanita yang sedang menyedot solar dengan tulisan “Mbak hel..ep Me!”
- “Mega Lintah Darat”, dimuat di halaman 1 pada 8 Januari 2003
- “Mega Lebih Ganas Dari Sumanto”, dimuat di halaman 1 pada 30 Januari 2003 dan juga memuat gambar Donal Bebek yang dibawahnya ada tulisan Megawati
- “Mega Cuma Sekelas Bupati”, dimuat di halaman 16 pada 4 Februari 2003 dan juga memuat gambar karikatur seorang wanita berpakaian Bali yang sedang menari dengan memegang dua buah kipas
Judul berita dan gambar yang ditentukan dan dimuat oleh terdakwa di Harian Rakhyat Merdeka tersebut diatas, telah diedarkan dan dibaca oleh masyarakat umum. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 137 ayat (1) KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP
Tabel Ancaman Pidana Dalam Kasus Supratman
No |
Dakwaan | Pasal | Penjelasan |
1 | Primair | Pasal 134 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP | Pasal 134 KUHP Penghinaan yang dilakukan dengan sengaja terhadap Presiden atau Wakil Presiden diancam dengan pidana paling lama enam tahun atau pidana dengan paling banyak tiga ratus rupiahPasal 65 ayat (1) KUHP Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka hanya dijatuhkan satu pidana |
2 | Subsidair | Pasal 137 ayat (1) KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP | Pasal 137 ayat (1) KUHP Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan dimuka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan maksud supaya isi yang menghina diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana dengan paling banyak tiga ratus rupiah Pasal 65 ayat (1) KUHP Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka hanya dijatuhkan satu pidana |
Berbagai Putusan Hakim Dalam Penggunaan Delik Pers
- Kasus Bambang Harymurti
Dalam kasus Bambang Harymurti ini, kasusnya telah diputus dalam tingkat kasasi
Tabel Putusan
No |
Pengadilan | Amar Putusan |
1 | Pengadilan Negeri |
|
2 | Pengadilan Tinggi | Menguatkan putusan PN Jakarta Pusat |
3 | Mahkamah Agung |
|
2. Kasus Teguh Santosa
Dalam kasus Teguh Santosa ini, kasusnya baru pada tingkat putusan sela di PN Jakarta Selatan
Tabel Putusan
No |
Pengadilan | Amar Putusan Sela |
1 | Pengadilan Negeri | 1. Menerima keberatan/eksepsi Tim Penasehat Hukum terdakwa Teguh Santosa2. Menyatakan dakwaan tidak dapat diterima3. Mengembalikan berita acara penyidikan kepada Jaksa Penuntut Umum4. Membebankan biaya perkara kepada negara |
3. Kasus Supratman
Dalam kasus Supratman, kasusnya telah diputus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Tabel Putusan
No |
Pengadilan | Amar Putusan |
1 | Pengadilan Negeri |
|
Penerapan UU Pers Sebagai Lex Specialis Derogat Lex Generalis
Dalam penerapan delik pers di Indonesia, Majelis Hakim dalam berbagi tingkat pengadilan menggunakan berbagai penafsiran yang berbeda tentang penerapan UU Pers sebagai lex speciali. Meski demikian patut di juga diapresiasi berbagai putusan dari Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung yang meneguhkan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai lex specialis dari peraturan perundang-undangan yang lain yaitu :
No |
No Perkara |
Kasus |
Para Pihak |
1 | 3173 K/pdt/1993 | Gugatan Perdata | Surat kabar Harian Garuda, Y Soeryadi, Syawal Indra, Irianto Wijaya, Yayasan Obor Harapan Medan Vs. Anif |
2 | 1608 K/PID/2005 | Pidana | Bambang Harymurti |
3 | 903 K/ PDT/2005 | Gugatan Perdata | Tomy Winata Vs. PT Tempo Inti Media, Zulkifli Lubis, Bambang Harymurti, Fikri Jufri, Toriq Hadad, Achmad Taufik, Bernarda Burit, Cahyo Junaedi |
Pendapat Mahkamah Agung tentang penerapan UU Pers sebagai lex specialis dari ketentuan undang-undang yang lain menarik untuk dikaji. Pendapat Mahkamah Agung ini menarik untuk dicermati, bagaimana Mahkamah Agung memandang dan menerapkan konsistensi putusannya terhadap berbagai kasus baik perdata maupun pidana yang dihadapi oleh jurnalis dan media.
Dalam kasus gugatan perdata terhadap jurnalis dan media di yang terjadi di Medan, penggugat mendalilkan bahwa penggugat telah dicemarkan nama baiknya dalam pemberitaan di harian Garuda Medan tertanggal 14 November 1989. Mahkamah Agung pada saat itu berpendapat bahwa putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang memutus perkara ini telah salah dalam menerapkan hukum, karena penilaian dan pertimbangan yang disimpulkan menyimpang dari ketentuan, jiwa, dan semangat yang digariskan dalam UU No 21 Tahun 1982 tentang Pokok Pers. Mahkamah Agung berpendapat dalam putusan sebagaimana yang tersebut di atas bahwa pers adalah lembaga masyarakat dan sekaligus alat perjuangan nasional yang membawa dan menyampaikan pesan-pesan, baik berbentuk pemberitaan, ulasan, maupun pandangan-pandangan yang bersifat idiil yang komitmen dan terikat pada asipirasi, cita-cita memperjuangkan kebenaran dan keadilan serta hati nurani masyrakat dan bangsa 7. Selain Mahkamah Agung menyatakan dengan tegas bahwa fungsi kebebasan pers menyampaikan kritik dan koreksi, dihubungkan dengan tanggung jawab pemberitaan dan ulasan yang dikemukakan pers mka kepada masyarakat diberikan hak jawab. Dimana tujuan pemberian hak jawab adalah agar kebebasan pers disatunafaskan dengan tanggung jawab pers8.
Mengenai kebenaran atas suatu peristiwa Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa kebenaran yang diberitakan oleh pers merupakan suatu kebenaran yang elusive yang berarti sukar dipegang kebenarannya, dimana kebenaran yang hendak diberitakan sering berada diantara pendapat dan pendirian seseorang dengan orang lain atau antara satu kelompok dengan kelompok laiin. Oleh karena itu kebenaran yang elusive tidak mesti merupakan kebenaran absolut9.
Dalam penggunaan hak jawab, Mahkamah agung berpendapat bahwa apabila penggunaan hak jawab tersebut tidak digunakan, maka pemberitaan yang dilakukan oleh pers mengandung kebenaran atau paling tidak mempunyai nilai estimasi karena sudah dianggap memenuhi batas minimal investigasi reporting yaitu mencari, menemukan, dan menyelidiki sumber berita, sehinga paling tidak sudah terpenuhi pemberitaan yang konfirmatif .
Sementara dalam perkara pidana yang dihadapi oleh Bambang Harymurti, Mahkamah Agung kembali menegaskan tentang kesalahan penerapan hukum yang dilakukan oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang memutus perkara ini. Mahkamah Agung berpendapat bahwa perkara ini tidak bisa hanya dilihat dari sudut pandang ketentuan KUHP sementara tindakan yang dilakukan oleh terdakwa dilakukan berdasarkan UU Pers10.
Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa pemberitaan yang dibuat oleh wartawan berdasarkan UU No 40 Tahun 1999 dilindungi sebagai kemerdekaan pers yang dijamin sebagai hak asasi warga negara. Pemuatan berita oleh terdakwa juga dinilai oleh Mahkamah Agung telah berimbang dan cover both side, mematuhi dan memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik dan kode etik wartawan dan bantahan dari Tomy Winata juga telah dimuat, maka pemberitaan tersebut, menurut Mahkamah Agung tidak dapat dikategorikan sebagai berita bohong
Selanjutnya Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa harus ada pembuktian tentang hubungan kasualitas antara adanya ancaman atau serangan terhadap Tomy Winata atau terhadap hak miliknya dengan pemberitaan yang dilakukan Majalah Tempo.
Mahkamah Agung juga menilai filosofi yang dianut dalam UU Pers telah menempatkan posisi pers nasional sebagai pilar keempat dalam negara demokrasi11, meskipun demikian Mahkamah Agung juga menyatakan keharusan adanya improvisasi dalam menciptakan yurisprudensi agar perlindungan hukum terhadap insan pers dan sekaligus juga menempatkan UU Pers sebagai lex specialist karena diakui sendiri oleh Mahkamah Agung bahwa UU Pers belum mampu memberikan perlindungan terhadap kemerdekaan pers terutama dalam hal adanya delik pers karena tidak adanya ketentuan pidana dalam UU Pers dan diberlakukan ketentuan KUHP.
Mahkamah Agung juga menekankan pentingnya instrumen hukum dan kode etik pers untuk memastikan kehadiran pers bebas dan mencegah penyalahgunaan kebebasan pers.
Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa tindakan penghukuman dalam bentuk pemidanaan tidak mengandung upaya penguatan pers bebas dan malah membahayakan pers bebas oleh karena itu tata cara yang diatur dalam UU Pers harus didahulukan daripada ketentuan hukum yang lain12.
Dalam kasus ini pula Mahkamah Agung meneguhkan kembali tentang upaya penggunaan hak jawab dan pemeriksaan melalui Dewan Pers sebagai upaya yang harus didahulukan dibandingkan melalui proses hukum karena cara ini dipandang oleh Mahkamah Agung sebagai sendi penyelesaian sengketa pers dalam hal pemulihan cedera akibat adanya pemberitaan yang keliru13.
Mengenai unsur melawan hukum, Mahkamah Agung berpendapat bahwa unsur melawan hukum dalam pemberitaan pers tidak dapat digunakan ukuran unsur melawan hukum sebagaimana yang terdapat dalam KUHP semata karena berkaitan dengan UU Pers14.
Sementara dalam kasus gugatan perdata antara Tomy Winata melawan PT Tempo Inti Media, Tbk dkk Mahkamah Agung kembali menegaskan tentang harus didahulukannya penggunaan hak jawab, kewajiban hak jawab, dan hak koreksi sebagai prosedur yang harus dilalui sebelum pers diminta pertanggungjawaban hukum dalam hal terjadi adanya dugaan perbuatan melanggar hukum15.
KONKLUSI
Di tengah silang pendapat penerapan hukum pers dan kekurangpahaman aparat penegak hukum terhadap kasus-kasus hukum terkait pemberitaan pers, Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam keterbatasannya telah menjalankan wewenang sebagai lembaga peradilan tertinggi yang memiliki komitmen bagi upaya penegakan kemerdekaan pers di tanah air. Situasi seperti ini harus dijaga dan diperluas kepada aparat penegak hukum yang lain sehingga upaya penegakan hukum (law enforcement) tidak harus bertabrakan dengan kehendak rakyat dalam menjaga dan merawat kemerdekaan pers dan telah dijamin Konsitusi 1945.
——————————————————————————————
1 Prof Komariah E. Sapardjaja, ”Delik Pers” Dalam KUHP dan RKUHP dalam Kebebasan Pers Dan Penegakkan Hukum, hal 45, Dewan Pers, 2003
2 Dikutip dalam Rudy S. Mukantardjo, Tindak Pidana Pers Dalam R KUHP Nasional, makalah
3 Dr. Chairul Huda, SH, MH, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, hlm 25, Kencana Pernada Media Group, 2006
4 ibid
5 ibid hal 26
6 ibid
7 Putusan MA No 3173 K/Pdt/1993
8 Putusan MA No 3173 K/Pdt/1993
9 Putusan MA No 3173 K/Pdt/1993
10 Putusan MA No 1608 K/PID/2005
11 Dalam konteks ini Mahkamah Agung berpendapat bahwa kebebasan pers merupakan condition sine qua non bagi terwujudnya demokrasi dan Negara berdasar atas hukum karena tanpa kebebasan pers maka kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat menjadi sia-sia, Lihat Putusan MA No 1608 K/PID/2005
12 Dalam hal ini Mahkamah Agung tetap berpendapat bahwa kebebasan pers merupakan condition sine qua non bagi terwujudnya demokrasi dan Negara berdasar atas hukum, maka tindakan hukum yang diambil terhadap pers yang menyimpang tidak boleh membahayakan sendi-sendi demokrasi dan negara berdasarkan hukum, Lihat Putusan MA No 1608 K/PID/2005
13 Dalam konteks ini Mahkamah Agung menilai bahwa instrumen hak jawab merupakan keseimbangan antara kemestian pers bebas dan upaya perlindungan kepentingan individu dari pemberitaan pers yang keliru, Lihat Putusan MA No 1608 K/PID/2005, Lihat juga putusan MA No 903 K/PDT/2005
14 Mahkamah Agung berpendapat bahwa unsur melawan hokum menjadi hilang manakala pemberitaan telah cover both side dan suatu berita telah dibantah melalui hak jawab maka si pembuat berita oleh karenanya telah melakukan kewajiban hukumnya. Dan dengan dimuatnya hak jawab dan berita tersebut telah melalui pengecekan ke berbagai sumber serta telah sesuai dengan asas kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian di dalam masyarakat, maka berita tersebut tidak dipandang sebagai suatu pemberitaan yang mengandung sifat “melawan hukum”, Lihat Putusan MA No 1608 K/PID/2005
15 Dalam kasus ini Mahkamah Agung berpegang pada pendapatnya bahwa kebebasan pers merupakan prinsip dasar yang dijamin dalam UUD dan system kenegaraan Republik Indonesia oleh karena itu hak jawab dan penyelesaian melalui lembaga pers merupakan prinsip yang mengatur keseimbangan lembaga pers dan individu atau kelompok. Maka penggunaan hak jawab atau penyelesaian melalui lembaga pers merupakan tonggak yang harus ditempuh sebelum memasuki upaya hukum lain, Lihat Putusan MA No 903 K/PDT/2005
tambah lagi dong berita tentang penyalahgunaan kebebasan per!
tolong ya!
Terima kasih…banyak masukan berharga nih dari posting ini.
Pers itu nyebelin bgt kalo terlalu ikut campur urusan pribadi orang.
thanks banget infonya. tapi kalo punya putusan kasasi pidana tempo itu lebih baik. kalo mau bantu saya sangat senang, sekarang saya lagi skripsi tentang penyelesian delik pers risang bima wijaya
putusan Tempo, bisa dilihat di buku (saya lupa judulnya apa) tapi dijual di Gramedia koq
ngebantu bgt dalam tugas makalah saya,,thx alot yah…
bantuin gw donk…gw juga mo bikin skripsi tentang kebebasan pers neh…..tapi pokok permasalahannya masih belum jelas apa yan mo gw ambil,,bagusnya apa ya klo punya ide kirimin ke email gw ya sofiariyani@xxx.com
comment from moderator
email deleted for security reason
@sofiariyani
lebih baik, anda jelaskan dulu pokok masalahnya
saya butuh judul-judul skripsi tentang pidana pers…dan hal2 yang terkait dengan itu…terima kasih sebelumnya
@hamzah
maaf saya tidak bisa membantu, silahkan lihat di boks archive
maaf, bisa bantu saya kasih contoh kasus posisi yang lengkap tidak?trima kasih, mohon diimel ke rinood30@yahoo.com.
@ririn
silahkan lihat – lihat di blog ini saja
mau tanya, kasus supratman nya ada ga putusan lengkapnya?
atau gimana caranya dapetin putusannya ya?
thx.
(tolong segera dijawab)
@manda
silahkan ke kantornya bang Buyung
wah, kejauhan lo..
saya ada di Bali..
ada alternatif lain?
@manda
coba kirim surat ke kantornya ABNP
apakah kasus penghinaan presiden yang dilakukan supratman masuk ke dalam timgkat banding ??
@nila
kalau enggak salah sudah kasasi
mau tanya bagaimana dengan kata-kata “isi diluar tanggungjawab redaksi” lalu siapa yang bertanggungjawab jika ada konflik yang timbul dari sana? apakah si penulis sendiri?
mau tanya bagaimana dengan kata-kata “isi diluar tanggungjawab redaksi” lalu siapa yang bertanggungjawab jika ada konflik yang timbul dari sana? apakah si penulis sendiri?
@manda
boleh tahu, media mana yang mencantumkan kalimat tersebut?
ini, sebatas pengandaian saja… jadi kalo ada media yang mencantumkan seperti itu “isi diluar tanggungjawab redaksi” siapa yang bertanggungjawab terhadap tulisan tersebut?
@manda
setahu saya tidak ada yang seperti itu 🙂
thx wat penjelasannya.
jadi kalo boleh tanya, apakah libel tourism itu termasuk delik pers atau tidak selalu atau bahkan bukan sama sekali ?
maaf awam…
@indra
sebenarnya tidak ada istilah delik pers, tapi karena yang lebih banyak terkena kalangan media, maka lazim digunakan istilah delik pers
Tolong bantuin tugas gw dong
mengenai penghinaan trhadap president.
????????
dukung penegakan hukum di Indonesia.