Beberapa hari yang lalu, saat terbangun dari tidur. Saya menonton liputan tivi yang cukup menegangkan. Beritanya tentang Jaksa yang akan mengekskusi Susno Duadji, mantan Kabareskrim Polri, di rumahnya yang terletak di kawasan jl. Dagi Pakar No 6, Bandung. Ia dieksekusi oleh Jaksa karena kasasinya dalam perkara korupsi PT Salmah Arowana Lestari ditolak oleh Mahkamah Agung.
Tag Archives: MK
Melihat Putusan MK tentang Anak Luar Kawin
Tersebutlah seorang Machica Mochtar dan anaknya mengajukan permohonan pengujian Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 28 B ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.
Mengevaluasi Kembali Otonomi Khusus untuk Papua (Bagian Akhir)
Menilai Isi UU No 21 Tahun 2001 jo UU No 35 Tahun 2008
Otonomi Khusus dapat berarti keseimbangan yang dibangun dengan konstruksi hukum antara kedaulatan negara dan ekspresi dari identitas kelompok etnis atau bangsa dalam suatu negara. Secara konstitusional tingkat dari otonomi sendiri dapat ditentukan melalui pengalihan kekuasaan legislative dari organ negara kepada lembaga dari daerah otonomi tersebut.
Mengevaluasi Kembali Otonomi Khusus untuk Papua (Bagian I)
Otonomi Khusus Dalam Kerangka Hukum
Otonomi Khusus di Indonesia secara konstitusional dijamin dalam Pasal 18 B ayat 1 yang menyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”.
Saat Pengadilan Tak Awas Perubahan Batas Minimum Pertanggungjawaban Pidana Anak
Kritik atas Putusan MK No 35/PUU-IX/2011 (Bagian Akhir)
Setelah tulisan saya sebelumnya maka saya akan memasuki pokok permohonan yang diuji ke MK, pada intinya permohonan ini hendak berkata bahwa Undang-Undang No 2 Tahun 2011 telah mempersulit pendirian sebuah partai politik baru dan menyamakan mpersyaratan partai politik menjadi badan hukum dengan persyaratan partai politik untuk mengikuti Pemilu. Ketentuan yang dianggap membatasi adalah ketentuan sebagaimana berikut
Kritik atas Putusan MK No 35/PUU-IX/2011 (Bagian I)
Putusan MK No 35/PUU-IX/2011 ini menurut saya memiliki logika yang agak melompat dan gagal dalam memahami esensi kebebasan berserikat yang di jamin dalam UUD. Dalam permohonan ini, para pemohon mendalilkan bahwa ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (2) huruf c, dan Pasal 51 ayat (1a) UU 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
Privasi dan Penyadapan
Kemarin, saya sempat berdiskusi dengan mbak Indri, Direktur Eksekutif ELSAM, yang menyatakan bahwa yang akan mengambil keuntungan dari Permohonan yang kami ajukan adalah para koruptor. Saya tak menolak anggapan itu, namun tekanan saya adalah hal ini dilakukan sebagai the best interest of the people dan kami tidak menginginkan negara bisa sewenang – wenang menganggu hak privasi kami.
Refly Harun Itu
Pernyataan Mahfud MD terkait dengan pemberitaan seputar Mantan Panitera MK, Zainal Arifin Hoesein, yang ditetapkan sebagai Tersangka dalam kasus pemalsuan surat, bahwa lembaganya masih bersih 100 % ditanggapi oleh Refly Harun melalui Opininya yang berjudul MK Masih Bersih? Dalam opininya tersebut secara ringkas si penulis juga mengaku pernah bertemu dengan orang yang mengaku bernegosiasi dengan Hakim untuk memenangkan perkara. Selain itu ia juga mengaku pernah melihat uang senilai 1 Milyar Rupiah yang akan diserahkan ke salah satu Hakim MK.
Pelarangan Buku: Putusan Menyedihkan Yang Disambut Gembira
Mahkamah Konstitusi pada 13 Oktober 2010 telah mengeluarkan Putusan No 6 – 13 – 20/PUU-VIII/2010 yang melakukan pengujian, yang paling pokok, adalah Pengujian terhadap UU No 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang – Baang Cetakan Yang isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum
Secara umum, banyak orang yang merasa senang dengan putusan ini, seolah – olah Negara telah dipotong tangannya untuk melarang peredaran suatu buku yang isinya dianggap mengganggu ketertiban umum. Asumsi ini menurut saya ada benarnya namun jika dilihat seluruh putusannya, maka Putusan MK ini malah mengesahkan kembali praktek kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat.
Terorisme, Terduga, dan Extra Judicial Killing
Beberapa hari ini terjadi penangkapan dan penembakan terhadap orang – orang yang diduga terlibat aksi terorisme. Beberapa memang ditangkap tapi lebih banyak yang ditembak mati.
TV One, secara serampangan menggunakan kata “terduga” bagi orang – orang yang ditangkap atau ditembak mati oleh Polisi. Entah dari mana kata itu berasal, tapi yang jelas kata “terduga” bukanlah kata hukum dan penggunaan kata “terduga” bisa menimbulkan kebingungan bagi banyak orang.
Mengapa Kami Menguji Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI
Ijinkan Kami Para Pemohon, memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk memeriksa dan memutus Permohonan Pengujian Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Yang menyatakan : Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut kami pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 G ayat (1), dan Pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni: Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. & Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945: Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis