Privasi dan Penyadapan
Kemarin, saya sempat berdiskusi dengan mbak Indri, Direktur Eksekutif ELSAM, yang menyatakan bahwa yang akan mengambil keuntungan dari Permohonan yang kami ajukan adalah para koruptor. Saya tak menolak anggapan itu, namun tekanan saya adalah hal ini dilakukan sebagai the best interest of the people dan kami tidak menginginkan negara bisa sewenang – wenang menganggu hak privasi kami.
Saya tahu, permohonan ini bisa jadi sangat kontroversial, karena tuntutan utama dari permohonan ini adalah, agar ketentuan acara atau hukum acara penyadapan diatur dalam UU dan bukannya PP apalagi SOP. Kenapa kontroversial, karena sampai saat ini banyak lembaga negara yang mendasarkan pada SOP untuk melakukan penyadapan. Nah, tentu mengangkat SOP ini ke aturan yang lebih tinggi semacam PP tentu harus diapresiasi, namun sekali lagi pembatasan hak asasi manusia haruslah dilakukan dengan UU bukan dengan PP.
Nah, sila nikmati kesimpulan yang telah diajukan oleh para kuasa hukum kami disini
waw… 😀
jujur mas, soal the best interest of people ini saya tidak terlalu paham. tapi memang persoal penyadapan ini agak2 simalakama. pertama, memang privasi above all adalah hak setiap orang, kedua, penegak hukum juga manusia sering kali khilaf, bisa saja memanfaatkan kewenangannya untuk menyadap yang akhirnya justru abuse of power, ketiga, tentu saja penyidik yang memang jeli tidak akan terlalu manja mengandalkan penyadapan telepon, keempat tidak logis juga kalau penyadapan diatur hanya dengan SOP penegak hukum itu sendiri karena akan conflict of interest.
tapi disatu sisi apabila diatur dalam UU, ditakutkan tarik menarik kepentingan politis atas penyadapan itu menjadi semakin besar. salah satu kemungkinan terburuknya adalah bahwa prosedur penyadapan tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. salah satu fungsi yang dapat hilang adalah bahwa penyadapan adalah instrumen intelijen dalam penegakan hukum. misalnya saja, penyadapan harus melapor pada hakim dan hakim wajib dalam 3 hari padahal misalnya hakim itu sendiri obyek yang akan disadap, di satu sisi waktu 3 hari maka momentum itu bisa saja lewat. ini kenapa PPATK tidak perlu izin bank indonesia untuk meminta data rekening transaksi keuangan.
di KPK setahu saya penyadapan itu hanya dilakukan apabila sudah pada tahap penyelidikan, artinya ketika itu dilakukan mereka sudah punya kejelasan tindak pidananya dan pelaku kejahatannya, dan itu harus dengan izin pimpinan. lalu bagaimana kalau ada yang menggunakannya dengan sewenang2? bahkan UU sekalipun tidak mampu mencegah hal itu.
jadi menurut hemat saya, ini bukan bahwa penyadapan itu diatur dalam UU atau dalam SOP atau dalam PP, tetapi justru kepada bagaimana kontrol dan pertanggung jawaban terhadap penggunaan instrumen tersebut, salah satunya bahwa penyalahgunaan penyadapan atau hasil penyadapan harus berbuah pidana.
@grahat
pembatasan HAM kan tetap harus dibatasi oleh UU, nggak boleh PP apalagi SOP