Privasi, mungkin kata ini adalah salah satu kata yang masuk jarang diucapkan di kalangan masyarakat Indonesia. Entah karena alergi, entah pula karena memang kultur masyarakat Indonesia pada dasarnya agak menabukan hal – hal yang berkaitan dengan privasi. Sangat jarang terdapat wacana dalam khazanah hukum ataupun sosial di Indonesia. Saya sendiripun tidak melihat ada satu organisasi HAM di Indonesia yang berbicara secara spesifik tentang privasi. Saya kira, terdapat beragam campuran faktor – faktor pendukung dimana masyarakat dan penyelenggara negara abai terhadap perlindungan privasi ini.
CR UU ITE
Privasi dan Penyadapan
Kemarin, saya sempat berdiskusi dengan mbak Indri, Direktur Eksekutif ELSAM, yang menyatakan bahwa yang akan mengambil keuntungan dari Permohonan yang kami ajukan adalah para koruptor. Saya tak menolak anggapan itu, namun tekanan saya adalah hal ini dilakukan sebagai the best interest of the people dan kami tidak menginginkan negara bisa sewenang – wenang menganggu hak privasi kami.
Mengapa Kami Menguji Pasal 31 ayat (4) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI
Ijinkan Kami Para Pemohon, memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk memeriksa dan memutus Permohonan Pengujian Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Yang menyatakan : Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut kami pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 G ayat (1), dan Pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni: Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. & Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945: Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
Penyadapan Melanggar Privasi
Sidang uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (9/3/10) dengan agenda perbaikan permohonan. Sidang dihadiri oleh para Pemohon, Anggara, Supriyadi Widodo Eddyono, dan Wahyudi.
Di hadapan Panel Hakim, para Pemohon melakukan perbaikan-perbaikan permohonan sebagaimana arahan dan nasehat Panel Hakim pada sidang pemeriksaan pendahuluan (9/2/10).
Perbaikan Permohonan Pengujian UU ITE
Setelah persidangan pada 9 Februari kemarin terjadi, maka saya, supi, dan mas wahyudi, melalui kuasa hukum kami mas Zainal, Mas Wahyu, Mas Andi, dan Mas Totok diminta untuk memperbaiki permohonan. Untuk memenuhi permintaan tersebut, maka kami telah menyerahkan perbaikan tersebut kemarin. Bisa di unduh disini koq. Untuk beritanya silahkan lihat disini, disini, disini, disini, disini, disini, disini, dan disini
Saat UU ITE Kembali Diuji
Jadi begini, ceritanya saya, dan teman saya yaitu mas Supi dan mas Wahyudi maju untuk menjadi Pemohon Pengujian UU ITE. Tapi kami tidak menguji soal aturan kebebasan berekspresi yang dikekang ituh, namun kami menguji batu legalitas dari PP Penyadapan yaitu Pasal 31 ayat (4) UU ITE. Permohonannya silahkan diunduh disini
Putusan Pasal 27 ayat (3) UU ITE
Sejatinya saya dan teman2 kecewa berat dengan putusan kemarin, tidak hanya soal substansinya yang membuat kami kecewa namun juga dari pandangan MK soal ne bis in idem, yang membuat kami, para kuasa hukum, nampak menjadi sekumpulan advokat yang tidak mengerti soal ne bis in idem.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE Tidak Bisa Ditafsirkan Secara Sewenang – Wenang!
Permohonan Pengujian Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang diajukan oleh Edy Cahyono, Nenda Inasa Fadhilah, Amrie Hakim, PBHI, AJI, dan LBH Pers dalam perkara No 2/PUU-VII/2009 dan oleh Narliswandi Piliang dalam perkara No 50/PUU-VI/2008 telah diputus oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang pada pokoknya menolak permohonan dari Para Pemohon. (selengkapnya silahkan unduh di sini). Link terkait: Siaran Pers AJI Indonesia
Akhirnya Datang Juga
Setelah penantian yang lama, Mahkamah Konstitusi telah mengumumkan pembacaan putusan dengan Perkara No 2/PUU-VII/2009 Permohonan Pengujian Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang diajukan oleh Edy Cahyono (aka Caplang), Nenda Inasa Fadhilah (aka Calupict), Amrie Hakim, PBHI, AJI, dan LBH Pers. Putusan itu akan dibacakan pada Selasa 5 Mei 2009 pukul 11.00 di Ruang Sidang Pleno Lt 2 Gedung Mahkamah Konstitusi.
Akhirnya
Akhirnya hukumonline nulis juga soal sidang kemarin. Silahkan lihat disini, makasih ya rekan Ali
Kesimpulan CR UU ITE
Hari ini kami memberikan kesimpulan ke Mahkamah Konstitusi, mudah-mudahan April depan sudah ada putusannya yang bisa disimak bersama
Laporan Sidang Kemarin
Sebelum sidang berlangsung, saya mendapat informasi bahwa Pemerintah akan menghadirkan pak Mudzakkir, pad Tedy Sukardi, Ka Unit Cyber Crime Mabes Polri, dan dari Kejaksaan Agung. Namun yang mengejutkan saya adalah berita kehadiran Rahma Azhari, Sarah Azhari, Luna Maya, dan Tamara Blezinsky