Sedikit Pikiran Ngasal Soal Perdamaian dalam Perkara Pidana
Melihat kasus anaknya HR yang terlibat kecelakaan dan mengakibatkan matinya dua orang sebenarnya menarik untuk dikaji terutama aspek perdamaiannya dalam perkara pidana seperti ini. Saya nggak ingin mengkaitkannya dengan soal jabatan bapaknya, tapi dalam kasus – kasus lalu lintas dan kasus pidana lain, sebenarnya dibuka kemungkinan yang namanya mediasi penal. Toh pada dasarnya semua perkara hukum tidak harus berujung ke Pengadilan. Apapun kasusnya, mau pidana ataupun perdata, asal para pihak yang terlibat mau untuk berdamai, tentu penyelesaiannya akan jauh lebih baik. Penyelesaian perkara pada dasarnya untuk mengembalikan keseimbangan yang terkoyak antara pelaku dan korban dari sebuah tindak pidana. Tak ada lagi dendam yang tersisa antara pelaku dan juga korban
Dalam perdamaian, tentu ada janji – janji yang harus ditepati, prakteknya dalam kasus kecelakaan lalu lintas hal begini jamak terjadi. Biasanya antara pelaku dan korban berdamai, dan dibuat surat perdamaian. Tentu perdamaian ini dapat terjadi apabila terdapat pernyataan bersalah dari si pelaku. Surat perdamaian ini dibawa ke Polisi dan kasusnya ditutup. Entah resmi, entah enggak, tapi begitulah yang terjadi di praktek. Sebenarnya ini juga memiliki kelemahan, bagaimana bila salah satu pihak cedera janji untuk menepati perjanjian perdamaian itu?
Nah, kepikirannya mestinya kasus dengan model penyelesaian damai begini mestinya tetap di proses, tapi acaranya dapat memakai acara singkat, karena tak ada lagi pembuktian yang rumit. Pelaku sudah mengaku bersalah dan korban sudah menerima permintaan maaf dan disertai semacam restitusi/kompensasi. Supaya ada efek memaksa dari perjanjian damai tersebut mestinya polisi atau jaksa dapat langsung membawa kasus ini ke Pengadilan untuk meminta penetapan pengadilan. Prosedurnya tak perlu rumit, cukup sidang 1 hari selama maksimum 1 jam. Hukuman yang dijatuhkan Pengadilan tentunya dalam bentuk pidana bersyarat (ini diatur dalam Pasal 14 KUHP), karena sudah ada pengakuan bersalah dari si pelaku dan syaratnya tentu memenuhi perjanjian perdamaian itu. Kalau ternyata pelaku ingkar janji, ya sebagai gantinya dia harus masuk penjara.
Tapi sayangnya KUHAP tidak mengatur proses cepat seperti ini, tapi UU Sistem Peradilan Pidana Anak sudah mengakomodasi model seperti ini, namanya diversi. Ini jauh lebih baik, ketimbang memproses normal setiap peristiwa pidana, dan pelakunya juga jadi dijatuhi hukuman penjara. Tapi mestinya MA mulai melirik untuk mengatur soal2 yang seperti ini, agar beban perkara di Pengadilan juga tak numpuk banyak dan tak perlu muncul “tuduhan” kemungkinan terjadinya main mata
Ya namanya juga pikiran ngasal, belum tentu pendapat saya benar loh 😀
semua HARUS MENGHORMATI ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW,
kaya maupun miskin, pejabat atau rakyat biasa harus diperlakukan sama didepan hukum, walau terjadi perdamaian , anak mentri itu harus diwajibkan, tidur disel polisi tempat perkara tersebut diperiksa, kasi juga dia pelajaran agar kelak dia lebih berhati-hati, dan lebih sabar serta bijak dalam melakoni hidup ini, apa yang diterapkan kepada rakyat biasa itupula yang harus diterapkan bagi bagi anak pejabat tersebut
Syalam
Ide yang yang menarik untuk mempermudah dan mempercepat proses peradilan Pidana.
Mungkin untuk kasus2 yang ringan bisa diterapkan, tapi untuk kasus berat yang sebabkan luka berat bahkan kematian sebaiknya proses biasa.
pikirin ngasal nya keren….setuju ama multibrand deh…tambahannya tentunya khusus untuk kasus-kasus tertentu yg memang tidak diperlukan efek jera
Ini namanya ngasal yg berguna.