Wacana Pembubaran Ahmadiyah dan FPI: Dampaknya Terhadap Organisasi Masyarakat Sipil


Pendahuluan

Organisasi masyarakat pada dasarnya adalah organisasi yang berbasiskan anggota dengan berdasarkan pada semangat kesukarelawanan untuk mencapai tujuan bersama. Karena itu pembentukan dan pembubaran dari suatu organisasi tentunya harus berdasarkan keinginan dari anggota dari organisasi tersebut. Maka tak heran, apabila banyak pegiat kemasyarakatan yang memilih bentuk perhimpunan dan/atau perkumpulan sebagai wadah atau badan hukum organisasinya.

Berkembangnya wacana pembubaran organisasi seperti Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Front Pembela Islam (FPI) yang disuarakan oleh beberapa kelompok masyarakat di Indonesia tentu harus disikapi secara kritis. Meski alasan-alasan pembubaran dari masing-masing organisasi berbeda, namun tindakan pembubaran suatu organisasi masyarakat oleh pemerintah akan membawa dampak negatif terhadap keberadaan organisasi-organisasi masyarakat sipil lainnya di Indonesia

Secara umum organisasi masyarakat di Indonesia diatur melalui UU No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan PP No 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No 8 tahun 1985 yang mengatur secara detail keberadaan Organisasi Masyarakat di Indonesia. Selain itu Penpres No 1 Tahun 1965 juga mengatur tentang pembekuan dan pembubaran suatu organisasi yang diduga melakukan penghinaan terhadap agama

Pembekuan suatu organisasi diatur dalam Pasal 13 jo Pasal 14 UU No 8/1985 yang diantaranya suatu Organisasi dilarang untuk melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum, menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan Pemerintah, memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan Bangsa dan Negara

Organisasi masyarakat juga dapat dibekukan apabila organisasi masyarakat tidak berasaskan Pancasila, tidak menetapkan tujuan masing-masing sesuai dengan sifat kekhususannya, tidak mencantumkan Pancasila dalam pasal Anggaran Dasarnya, tidak mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, tidak menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dan tidak memelihara persatuan dan kesatuan bangsa

Sementara pembubaran ormas diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15 jo Pasal 16 UU No 8 Tahun 1985 dimana Pasal 14 mengatur apabila dalam pembekuan organisasi tersebut organisasi yang bersangkutan tetap menjalankan aktifitasnya sementara Pasal 15 mengatur bahwa Pemerintah dapat membubarkan suatu organisasi masyarakat apabila organisasi masyarakat itu tidak berasaskan Pancasila, tidak menetapkan tujuan masing-masing sesuai dengan sifat kekhususannya, tidak mencantumkan Pancasila dalam pasal Anggaran Dasarnya, tidak mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, tidak menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tidak memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, menganut, mengembangkan, dan menyebarkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme serta ideologi, paham, atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya

Peraturan pelaksanaan itu pembekuan dan pembubaran organisasi masyarakat diatur secara detail dalam PP No 18 Tahun 1986 dalam BAB VII tentang Tata Cara Pembekuan dan Pembubaran dimana ada syarat-syarat pembekuan dan/atau pembubaran suatu organisasi masyarakat diantaranya melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum, dan/atau menerima bantuan pihak asing tanpa persetujuan Pemerintahan Pusat dan/atau memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan bangsa dan negara, dan menganut, mengembangkan dan menyebarkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme serta ideologi, paham atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya, sesuai dengan ruang lingkup keberadaan organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan.

Problem Pembekuan dan/atau Pembubaran Organisasi Masyarakat

Kegiatan-kegiatan yang dilarang dalam UU No 8/1985 dan PP No 18/1986 membawa justru dapat ditafsirkan secara meluas oleh pemerintah. Meski untuk pembekuan dan/atau pembubaran suatu organisasi tingkat nasional Pemerintah meminta pertimbangan dan saran dalam segi hukum dari Mahkamah Agung, namun Pemerintah Daerah kewajiban meminta pertimbangan dan saran malah meluas tidak hanya pertimbangan dan saran dari Pengadilan Tinggi/Pengadilan Negeri tetapi juga pertimbangan dan saran dari instansi pemerintahan yang lain.

Keputusan pemerintah akan pembekuan dan/atau pembubaran suatu organisasi berdasarkan UU No 8/1985 dan PP No 18 Tahun 1986 jelas hanya berdasarkan keputusan politik pemerintah dan tentunya keputusan politik pemerintah akan sangat bergantung pada pertimbangan-pertimbangan politik semata-mata.

Selain itu keputusan pembekuan dan pembubaran suatu organisasi masyarakat melalui keputusan politik pemerintah justru menciderai semangat awal dari pembentukan suatu organisasi masyarakat yang dalam UU No 8/1985 disebutkan sebagai sebagai sarana untuk menyalurkan pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia, mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.

Selain itu ketentuan pembekuan dan pembubaran suatu organisasi masyarakat dalam UU No 8/1985 dan PP No 18/1986 tidak dapat ditemukan tujuan yang jelas dan sah untuk menjadi dasar yang sah bagi pemerintah untuk melakukan melindungi kepentingan yang dilindungi oleh hukum. UU No 8/1985 dan PP No 18 Tahun 1986 malah memberikan legitimasi secara hukum kepada pemerintah untuk melakukan suatu tindakan hukum yang dapat dikategorikan suatu tindakan sewenang-wenang dan luar biasa yang diberikan legitimasi dalam peraturan perundang-undangan.

UU No 8/1985 dan PP No 18/1986 juga telah melanggar ketentuan tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul sebagaimana dijamin dalam Perubahaan II UUD 1945, UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik

Selain itu penerapan UU No 18/1985 dan PP No 18/1986 dapat memberikan implikasi negatif terhadap iklim kemerdekaan berserikat dan berkumpul di Indonesia. Organisasi-organisasi advokasi HAM yang berbentuk perkumpulan/perhimpunan jelas akan terkena dampak dari pemberlakukan ketentuan-ketentuan UU No 8/1985 dan PP No 18/1986, karena itu pembekuan dan/atau pembubaran melalui keputusan politik pemerintah jelas harus ditentang oleh berbagai kalangan

Perlunya Reformasi UU Organisasi Masyarakat

Meski UU No 8/1985 dan PP No 18/1986 memberikan kewenangan besar kepada pemerintah, namun masyarakat sipil perlu memikirkan ulang tentang keberadaan organisasi-organisasi masyarakat yang dalam aktifitasnya mengedepankan pendekatan kekerasan dapat dikenakan tindakan hukum yang proporsional dan pada saat yang sama organisasi-organisasi masyarakat yang melakukan aktifitas kemasyarakatan secara damai dapat dijamin keberlangsungan hidupnya.

Harus menjadi kesepakatan di antara kelompok-kelompok masyarakat sipil bagaimana tindakan porporsional dapat dijatuhkan kepada suatu organisasi tanpa mencederai semangat perlindungan kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Namun pendekatan pengambilan keputusan politik melalui tangan pemerintah dan DPR jelas harus ditolak.

Beberapa langkah perlu dipikirkan misalnya seperti apakah satu atau beberapa orang pengurus yang melakukan tindak pidana juga harus mempunyai akibat terhadap keberlangsungan organisasi? Atau, apakah pembekuan dan/atau pembubaran suatu organisasi masyarakat dapat diletakkan dalam tangan pengadilan?

Nah mari kita susun lagi UU Organisasi Masyarakat yang lebih mengedepankan aspek kemerdekaan berserikat dan berkumpul sebagaimana telah dijamin dalam konstitusi Indonesia (tulisan ini dimuat juga di HukumOnline, lihat disini)

48 comments
  1. indrio said:

    ampun mas … panjang banged :-p
    But anyway, saya cuma mo bilang kalo saya setuju kalo Ahmadiyah dibubarin …
    but sayang juga kalo FPI sampe dibubarin …
    Ahh .. entahlah … saya hanya ingin kedamaian

  2. adi isa said:

    FPI boleh bubar, tapi semangatnya akan terus ada di sanubari muslim…

    bukan muslim yang ngaku-ngaku…he…he..he..
    ada banyak tuh….
    yang katanya,,pada kebal….

  3. Ass.wr.wb. Melalui komentar ini saya mengajak kita sekalian untuk tidak saling menyalahkan, mengapa karena kita khususnya umat islam sudah dijebak dengan pola adu domba kafir ahli kitab yang dispsnsori oleh amerika yang dikendalikan oleh freemansonry yahudi sehingga kita umat islam saling menghancurkan dan kita lupa bahwa islam itu adalah satu oleh sebab itu kalau kita melihat hadits rasul yang menyatkan bahwa umat islam itu akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang masuk sorga. Maka dengan gambaran hadits ini kita tidak boleh memaksakan kehendak kita terhadap saudara muslim kita yang berbeda tetapi hanya mengajak kembali bahwa hidup kita ini harus diatur oleh hukum allah yaitu alquran dan sunnah rasul yang shoheh karena al quran surat al-an’am ayat 159, menyatakan bahwa masalah firqoh-firqoh umat itu nanti allah sendiri yang akan menyatukanya dan tugas kita hanya mengajak dan menyodorkan pola dan program perbaikan umat dan masalah hasil itu urusan allah. selanjutnya saya tambahkan mengapa kekacauan dindonesia semakin lama semakin para karena ini adalah merupakan salah satu hasil dari konferensi unik dioslo yangdi hadiri nelsen mandela ,yang salah satu butirnya membahas anatomi kebencian yaitu masalah perbedaan -perbedaan ini akan ditumbuh suburkan agar dunia ini menjadi kacau lebih khususnya umat islam maka kejadian sekarang ini adalah salah satu bukti hasil konferensi tersebut. yaitu umat islam mudah membenci saudaranya sendiri dan tidak membenci kafir yahudi dan ahli kitab.

    • paijo iskandar said:

      o gitu ya!
      kita harus merampok dan mengawinin banyak wanita dan membunuh, itulah syarat masuk surga 72 bidadari

  4. saya menambahkan komentar saya yaitu sangat dibutuhkan ulama-ulama yang mampu melihat lirikan kafir untuk merusak islam berdasarkan al-quran dan sunah rasul karena semua program mereka itu sudah dicantumkan alla hdidalam al-quran tinggal kit atau ulama sampai sejau mana menjadikan alquran sebagai titik pandang dalam menyelesaikan permasalahan umat jika tidak kit selama-lamanya akan berselisih dan pecah sebagai mana Qs :An nisa :82,yang artinya : Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran dari alquran, jika tidak (alquran ) bukan dari sisi allah pasti selama-lamanya kamu akan mendapati perselisihan yang banyak.

  5. edratna said:

    Kita sebaiknya memang mengikuti ketentuan yang telah diatur dalam perundang-undangan.

  6. yuhendrablog said:

    FPI di bubarkan = menanamkan kebencian yang mendalam bagi anggotanya,
    mereka bergerak atas dasar keyakinan nya, cuma satu tuntutan mereka
    BUBARKAN AHMADIAH

    saya tidak menyalahkan siapa – siapa
    dalam tragedi monas bang
    yang saya salahkan adalah PEMERINTAH
    tidak tegas dalam mengambil kebijakan
    kemarin katanya mau keluarkan SKB PEMBUBARAN AHMADIYAH
    nah tak keluar2, mungkin karena FPI frustasi, jadilah kekacauan itu

    ntah lah,
    sepanjang sikap pemerintah menjla-menjle
    sepanjang itu pula keaadaan kita kayak sekarang ini

    peran MEdia massa
    yang seolah2 berpandangan dari satu sisi saja
    tidak netral, semakin memburamkan pandangan masyarakat
    terhadap FPI, so intinya
    FPI dibubarkan saya tidak setuju
    lebih baik bubarkan aja noh OKP-OKP (organisasi kepemudaan)
    yang jadi bekingan di tiap2 pasar tradisional
    buat resah aja
    zzzzzz

    demikian

    regards,

    Yuhendra Tandjung

    • Susie said:

      Thanks alot – your answer solved all my problems after several days srtuigglng

  7. yuhendrablog said:

    satu lagi bang

    buatin tulisan tentang

    “MUI (majelis Ulama Indonesia) Vs NU (nahdatul Ulama)”

    ini seru bang
    seru banget kalo dibahas
    saling perang dingin nih sekrang

    hehehehehe

    sok tau aku yah

  8. daeng limpo said:

    saya heran kok banyak ormas yang pakaiannya kayak militer…?

  9. Mas..mbok ya kalau bikin tulisan jangan panjang2..
    kasian yang bacanya..

    Sepakat?

    Apalagi ujung2nya usulan membuat UU..
    lha, negara kita itu negara hukum apa negara undang-undang..
    perasaan aturan banyak tapi yang menegakkan cuma dikit…

    mbok ndak usah bikin proyek baru buat sekneg dan DPR..

    Mas maksudnya masyarakat sipil itu siapa?
    emang ada masyarakat militer..
    Ah, yang bener nih..?

    😀

  10. alex® said:

    Kalau menurut saya, lebih baik dibikin aturan bahwa paramiliterisme di Indonesia dilarang saja. Ini ndak beda jadinya dengan Pemuda Rakyat dan Gerwani yang pernah digunakan PKI dulu 😐

  11. Adib said:

    dalam sebuah acara berita di salah satu stasiun tv, anick (slh satu anggota AKKBB) menjelaskan tentang dasar filosofi AKKBB, yaitu pd dsrnya mereka ingin memberikan tempat dan mengappreciate semua manusia yang memiliki pola pikir ttng teologi ang tidak lazim seperti menyembah pohon,roh,batu,dan aliran yang menyimpang dari agama yang ada.
    saya terkejut melihatnya karena ini sudah diluar batas!! coba anda bayangin bagaimana anda bisa membiarkan seorang manusia yang melecehkan suatu agama dan menyimpang dari sila 1 Pancasila???

    sy pikir wajar jika FPI murka. karena AKKBB telah mengizinkan para musyrikin (penyembah pohon,batu,berhala,dll) untuk ikut menyebarkan teologi mereka!!

    ini bkn saja PENISTAAN AGAMA, TAPI SUDAH MENJADI PENISTAAN PANCASILA!!

  12. Saya cuma ingin mengingatkan yang menjadi buronan utama negeri ini malah belum ada yang tertangkap. Beritanya pun nyaris tak terdengar. Yaitu: para koruptor. Lihat:

    http://www.kejaksaan.go.id/main/koruptor.php

    Semoga kita tidak terkelabui mana yang menjadi buronan abadi negeri ini.

  13. jerry said:

    Peristiwa Monas, oleh pihak-pihak tertentu dikaitkan masalah Ahmadiyah…….kasihan saya sama Ahmadiyah, tidak berbuat tetapi menjadi kambing hitam…………….Ahmadiyah mempunyai akhlak yang luar biasa sementara masjidnya dibakar, diintimidasi bahkan FPI melakukan kekerasan tidak gentle mengaku salah tetapi dilemparkan kepada Ahmadiyah………….tetap saja orang Ahmadiyah kalau saya tanya jawabnya, ” Semuanya saya serahkan kepada Allah SWT”ini luar biasa……. dilihat dari sini sebenarnya Ahmadiyah itu sama dengan Islam umumnya cuma Ahmadiyah meyakini Mirza Ghulam Ahmad itu Imam Mahdi, tetapi umat Islam pada umumnya Imam Mahdi pasti turun tapi sekarang belum turun…………………..lho……seandainya yang turun itu adalah benar Ahmadiyah, kita bagaimana ?

  14. munggur said:

    pada dasarnya ormas boleh-boleh saja berdiri di tengah-tengah masyarakat asalkan memang berguna dan meningkatkan kesejahteraan bersama.

    tapi kalau meresahkan, apalagi menakutkan, ya dibubarkan saja karena memang warga sekitar sudah merasa terganggu.

    makasih, bung anggara atas penjelasannya yang masuk akal dan bermutu dengan disertai bukti dan fakta (termasuk kutipan pasal-pasal). jarang-jarang ada blog yang seperti ini. dan bagusnya lagi, tiap artikel disampaikan secara netral. sip!

  15. Ehon sobahi said:

    menurut pendapat saya, organisasi radikal semaca fpi ini tidak ada bedanya dengan jaringan al qaida tetapi mereka menyamar sebagai orang yang sok alim. ada baiknya selain organisasinya yang dibubarkan, sikalian aja sama orang2 nya di tumpas habis seperti ayam yang kena flu burung, kalo dulu seperti PKI. trimas

  16. bukom kuala mentaro said:

    sebaik’a mari kembali ke peraturan yang ada, negara kita negara hukum bukan negara islam. Jadi, walaupun beribu SKB dikeluarkan oleh pemerintah atau peraturan-peraturan baru dibuat oleh pemerintah untuk menjegal ahmadiyah tetap akan melanggaar Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 tentang Hak warga negara.
    Negara tidak berhak melanggar warga negaranya untuk memeluk agama atau kepercayaan tertentu, tapi wajib menjaga keamanan warga negaranya dalam dalam menjalankan kepercayaan tersebut.

    tolong kepada para pedebat sejati untuk kembali belajar ilmu hukum. Peraturan itu punya hirarkinya. Dari UUD 1945 sampai dengan Perda (peraturan Daerah). Jadi, apalah artinya SKB itu bila dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar.

    Kemudian, dalam kasus penyerangan monas saya melihat ada permainan para elite politik di senayan untuk mengalihkan isu yang selama ini mengerogoti pemerintah yaitu masalah kenaikan harga BBM. Ini perlu kita lihat kembali.

    Kemudian lagi, saya pernah mendengar kalo FPI itu bentukannya serdadu. saya tidak bermaksud menuduh tapi itu tolong dikaji, apakah itu betul?

  17. wisnu said:

    yahh… kok jadi perang saudara gini ya…
    kayaknya ini tanda tanda…… 🙂

  18. anggara said:

    @indrio
    he..he..he…sebetulnya tulisan ini untuk menggambarkan bahwa pembubaran organisasi masyarakat melalui tangan pemerintah itu harus ditentang, meski ada UU yang membolehkannya, lah UUnya sendiri kan dibuat jaman pemerintahan yang otoriter mas. ini bukan soal ahmadiyah atau fpi

    @kombor
    intinya pembubaran itu boleh, tapi harus melewati tangan pengadilan bukan pemerintah kang

    @adi isa
    🙂

    @noviandi
    coba baca lagi tulisan saya dengan jernih

    @edratna
    hmm, menurut saya UU itu sudah out of date bu

    @yuhendra
    terima kasih, cuma saya tidak berminat buat tulisan tentang MUI, mungkin nanti ada minat 🙂

    @daeng limpo
    saya juga heran

    @kopdang
    mas, intinya kenapa perlu diubah, karena pembubaran itu berdasarkan UU yang berlaku adalah keputusan politik pemerintah dan bukan keputusan pengadilan

    @alex
    gitu ya mas 🙂

    @adib
    tenang-tenang mas, masa orang mau menyembah yang dia yakini enggak boleh 😀

    @bani mustajab
    terima kasih untuk remindernya

    @jerry
    entahlah mas, saya tidak dalam kapasitas yang bisa menjawab itu

    @munggur
    terima kasih kang

    @ehon
    jangan dong, sama aja itu sih

    @bukom
    terima kasih atas pendapatnya 🙂

    @resep
    terima kasih sudah mampir

    @wisnu
    tanda-tanda apa mas?

  19. FPI itu preman ndeso,,,katrok,,,kampungan,,
    tp klo menurut sy ahmadyah juga tidak pantas untuk dibubarkan, mereka punya cara sendiri untuk beribadah, kenapa hal itu dianggap salah?
    selama hal-hal yang mereka lakukan masih dibatas norma2 yang berlaku dan tidak merugikan pihak lain, “apa yang salah”????
    Tuhan yang menentukan mana yang salah dan yang benar, bukan manusia yang menentukan!!!!!
    so,,,jangan sok menjadi tuhan!!!!
    mending bercermin pada apa yang terjadi,
    lihat diri kita sendiri, apakah cara & kualitas hidup kita sudah benar dlm pandangan agama kita sendiri?

    • Wapri said:

      Sing deso kowe, sing katrok itu kowe, sing kampungan itu kowe, sing goblok yo kowe, jenenge kowe peduli bangsa tapi laku nyaloe kowe peduli bangsat. Ngerti

  20. anggara said:

    @peduli_bangsa
    no comment deh 😀

  21. jebeng said:

    Ahmadiyah memang menurut keyakinan saya, salah, tapi untuk penindakan tetap harus pemerintah dong, bukan kita.
    FPI….perlu, sebagai bentuk kontrol, tapi kalo udah kelewat kontrol….

    thx

  22. Syam Jr said:

    Mas Anggara
    Dalam artikel ini memang tidak dibahas mengenai apakah dengan undang undang yang ada di Republik Indonesia ( UUD 1945 dan atau berbagai Undang Undang lainnya) memberikan kewenangan kepada negara untuk menentukan agama warganya? Tapi saya yang tidak punya pengetahuan hukum, pengen tanya apakah hukum di RI memberikan kewenangan kepada Negara untuk menentukan agama warganya? Terkait dengan adanya upaya agar Kepala Negara membuat keputusan bahwa kaum ahmadiyah sebagai non muslim. Bagaimana ini mas.

  23. anggara said:

    @jebeng
    terima kasih untuk komentarnya

    @syam
    sebenarnya tidak ada kewenangan dari negara sama sekali di ranah itu

  24. muslihah said:

    “Ketika Tangan dan Kaki Menangis Penyesalan”

    Ketika Tangan dan Kakimu di tanyakan satu persatu, anggota tubuhmu Syahdan menangis tersedu-sedu.

    “Apa yang telah kau perbuat di dunia ini? kenapa kau menyakiti sesama Saudaramu,
    tidakkah kau lihat AKU telah menciptakan Ciptaan yang Indah dan berwarna – warni.

    Tidak kah kau lupa ayat-ayat KU yang bertebaran di mana-mana, tidakkah kau lihat rupa KU, wajahKU yang berada dimana-mana, melampaui Masa dan waktu. lihatlah dengan Nuranimu.

    Lupakah kau….. KUciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, berlainan jenis, cara menyembahKU yang memang berbeda, supaya kalian saling mengenal, perubahan itu sendiri adalah kepastian.

    Kalian saling menyakiti, bunuh membunuh. Lupakah kau… bahwa AKU tak pernah meninggalkanmu, AKU mengalir dalam dirimu AKUlah Ayah, Ibu Mu, Cinta itu sendiri adalah AKU, Apa yang kau ketahui tentang Kebenaran!
    AKUlah yang membelamu, bukan AKU yang kau bela tapi nafs mu..

    Dengan Bersuara lantang menyebutKU, tapi tanganmu berlumuran darah dan tangisan orang – orang yang kalian sakiti.

    Adakah pembelaan untukmu, Naar “Api” itu aku ciptakan tidak jauh “Api” “Amarah, Dendam, Kebencian dan Rasa Penyesalan” didalam dirimu akibat ulahmu terhadap Saudaramu, Mahluk CiptaanKU, kau mengira lebih dekat denganKU, Doa orang yang tersakiti dan teraniaya yang selalu berada disini disisiKU

    Ampunan, Pemaafaan, Cinta dan Kasih itulah Sorga Untukmu

    Yang selalu ada di dalam dirimu

  25. farah said:

    Masalahnya bukan soal Ahmadiyah, Kasus Ahmadiyah hanya starter setelah itu Agama2 Kepercayaan Asli Indonesia yang sudah ada sebelum datangnya agama Import (malah hidup rukun2 n harmonis aja tuh), lalu Syiah, lalu Sunni, Lalu Budha, lalu Hindu, Lalu Kristen waht’s next ? karena Paham Wahabi (Gerakan yang didirikan Oleh Abdul Wahab, yang membunuh anak&Cucu nabi Muhammad SAW, paham yang penuh dengan kekerasan) memang mau mendirikan negara Islam dan Syariat Islam di Indonesia, agar gampang menjarah Ibu Pertiwi kita, kalo mau bukti cari documentary Film “Zetgeist” disitu diperlihatkan bukti2 bahwa Arab dan US bersekongkol, secara di dunia ini penghasil senjata cuma US, Rusia and soon, lalu dari mana Arab dapat senjata, lalu dari mana US dapat Minyak, nah lhooooo….
    Kita di buat perang atas nama agama, agama yang maha besar mau di bela sama mahluk yang lemah dan bodoh?

  26. anggara said:

    @muslihah
    terima kasih

    @farah
    terima kasih juga atas komentarnya

  27. indo said:

    gw mah bingung. kan orang islam wajib juga percaya dengan imam mahdi.
    entar kalo turun di golongan muhamadiyah atau nu atau hizbutahir atau fpi giaman yaa…. seru kali yaa.

  28. Hanya Islam said:

    BUBARKAN FPI…!!!!
    TIDAK ADA TOLERANSI LAGI…!!!
    KERUKUNAN INDONESIA JADI TARUHANNYA…!!!

    • Wapri said:

      Yang minta FPI itu bubar pasti orang hobinya nyabu, suka sesama jenis, suka ngesek bebas, mabuk2an, judi, togel, suka selingkuhi istri orang/suami org, korupsi, penfitnah, gay, maling ha… ha.. ya pokok termasuk jenis manusia bergolongan hewan lah

  29. anggara said:

    @hanya Islam
    wah no comment deh

  30. Sun of the West said:

    Dear readers,

    Here I present the verdicts and views on the issue of over a dozen celebrities of Islam, who represent all time periods starting from contemporaries of Hadhrat Muhammad, peace and blessings of Allah be upon him, to the time of Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, peace be upon him, founder of the Ahmadiyya Movement in Islam. None of these people belonged to the said movement, since the latter did not even exist then. Yet, the opinions they held, are contrary to present non-Ahmadiyya views. Take a look at the following names, and see if any bells ring in your minds — regarding their status in the Muslim world in their being great scholars of authority and also, note their respective time periods:

    1. Ummul Mo’mineen, Hazrat Ayesha Siddeeqa R.A., (death year 58 A.H.) (the Prophet Muhammad’s (pbuh) blessed consort)
    2. Imam Raaghib Al Isfahani (RA) (died 502 A.H.)
    3. Hazrat Syyed Abdul Qaadir Jilaani, AR (died 562 A.H.)

    (This scholar was also Mujaddid of the 6th century)

    4. Hazrat Mohiyyuddin Ibni ‘Arabi, AR (died 638 A.H.)
    5. Hazrat Maulana Jalaaluddin Roomi (died 672 A.H.)
    6. Hazrat Syed Abdul Karim Jilaani, AR (died 767 A.H.)

    7. Imam Abdul Wahhab She’raani AR (died 976 A.H.)
    8. Imam Muhammad Tahir, AR (died 986 A.H.)
    9. Al Imam Ali Qaari AR (died 1014 A.H.)
    10. Hazrat Shah Waliyullah Muhaddith of Delhi, AR (died 1176 A.H.)
    11. Hazrat Maulvi Abdul Haye of Lakhnow, AR (died 1304 A.H.)
    12. Hazrat Maulvi Muhammad Qaasim of Nanauta, AR (died 1307 A.H.)

    (founder of the Deoband school)

    13. Nawab Siddeeq Hasan of Bhopal, AR (died 1307 A.H.)

    These towering figures in Islam have given their verdict about how Muslims should interpret “Khatam-an-Nabiyyeen” (Seal of the Prophets). All of them believed in the continuation of prophethood.

    Hazrat Ayesha Al Siddeeqah (ra)

    First of all, Hazrat Ayesha Al Siddeeqah’s verdict:

    “QOOLOO INNAHU KHATAMUL ANBIYAA’I WA LAA TAQOOLOO LAA NABIYYA BA’DAHU”

    (Takmilah Majma’ul Bihaar, p. 85)

    “Say he is ‘seal of prophets’ but do NOT say ‘there is no prophet after him'”

    It appears that she knew that the statement could easily be misconstrued, and to the effect, presented her valued clarification.

    Imam Raaghib Al Isfahaani

    Our second hero, the saint Imam Raaghib Al Isfahaani, Rehmatullah Alaih wrote:

    “Prophethood is of two kinds, general and special. The special prophethood, viz: the law-bearing prophethood is now unattainable; but the general prophethood continues to be attainable.”

    (Bahr al Muheet, vol. 3, p. 28)

    The “general” kind of prophethood is also the one that Ahmadi Muslims believe continues, and not the law-bearing one.

    Hazrat Sayyed Abdul Qaadir Jilaani

    The founder of the “Qadiriyya” school, Hazrat Sayyed Abdul Qaadir Jilaani (R.A.) wrote:

    “These attributes are found in the Holy Prophet in the highest abundance, peace and blessings of Allah be upon him. That is the reason why he is called Khataman Nabiyyeen.”

    (Tuhfa Mursala Shareef: p. 5)

    This, indeed is the exact same view that Ahmadi Muslims hold, about the expression of Khataman Nabiyyeen, yet, they are singled out by a lot of modern day Muslims as non-Muslims. Why not expel Hazrat Jilaani from Islam first, since he held this view first?

    Hazrat Mohiyyuddin Ibni Arabi

    Hazrat Mohiyyuddin Ibni Arabi (Rehmatullah Alaihi) wrote:

    “’ISAA ALIHIS SALAAMU YANZILU FEENA HAKAMAN MIN GHAIRI TASHREE’IN WA HUWA NABIYYUN BILAA SHAKKIN”

    (Fatoohati Makkiyyah, vol. 1, p. 570)

    “Jesus, may peace be upon him, will descend upon us as a Hakam, without a law and will be a prophet without any doubt.”

    Then he writes:

    “That prophethood which ended with the advent of the Prophet (pbuh), is only law-bearing prophethood and not the status of prophethood. Thus now there will be no law that cancels the law of the Prophet (pbuh) or that adds to its commandments”

    (Fatoohaati Makkiyyah, vol. 2, p. 3)

    Then he writes:

    “FAMARTAFA’ATIL NUBUWWATU BIL KULLIYYATI LIHAAZA QULNAA INNA MA-ARTAFA’TU NUBUWWATAT TASHREE’I FA HAAZA MA’ANI ‘LAA NABIYYA BA’DAHU”

    “Thus prophethood has not been totally abolished. This is why we have said that only law-bearing prophethood has been abolished and this is what is the meaning of (the Hadith) ‘there is no prophet after him’ “

    Hazrat Maulana Room

    The great saint, Hazrat Maulana Room (Rehmatullah Alaihi) writes:

    “Make such plans to perform righteousness in the way of God that you attain prophethood within the Ummat (religious community)”

    Hazrat Sayyed Abdul Kareem Jilani

    Hazrat Sayyed Abdul Kareem Jilani, the renowned mystic of the 8th century of Hijra wrote:

    “Hazrat Muhammad, peace and blessings on him, is the Khataman Nabiyyeen because he attained the highest perfection which no prophet ever did”

    (Al Insaanul Kaamil: vol. 1, Ch 36. Pg 69)

    Clearly, the controversial expression “khataman nabiyyeen” according to him, was not based on the Prophet’s (pbuh) being last.

    Hazrat Imam Abdul Wahhab She’raani

    Hazrat Imam Abdul Wahhab She’raani (Alaihir Rehmah) wrote:

    “FA INNA MUTLAQAN NUBUWWATI LAM TARTAFI’ WA INNAMARTAFA’AT NUBUWWATUL TASHREE’I”

    (Al Yawaaqeetu Wal Jawaahir: pg 27, argument # 3)

    “Thus, without doubt, …… prophethood has not been abolished and it is only law-bearing prophethood that is abolished”

    Hazrat Imam Muhammad Tahir

    Hazrat Imam Muhammad Tahir, commenting on Hadhrat Ayesha’s (ra) statement: say he is Khataman Nabiyyeen but do not say there is not prophet after him:

    “HAZA NAAZIRUN ILAA NUZOOLI ‘ISAA WA HAZA AIZAN LAA YUNAA FEE HADEETH LA NABIYYA BA’DEE LI ANNAHU ARAADA LAA NABIYYA YANSAKHU SHAR’AHU”

    (Takmilah Majma’ul Bihaar, pg 85)

    “This saying is based on the fact that Jesus is going to descend (as prophet) and it is not against the Hadith ‘there is no prophet after me’ because the Prophet (pbuh) meant ‘there will not be any prophet who would cancel his law.”

    Hazrat Imam Ali Qaari

    Hazrat Imam Ali Qaari (Alaihir Rahmah), an Imam of the Hanafi school and a renowned interpreter of Hadeeth, wrote:

    “That there is no revelation after the Holy Prophet (pbuh) is false; there is no truth in it. Yes! in the Hadith are the words ‘La Nabiyya Ba’di’ which, according to scholars, means that there will not be such a prophet in the future who brings such a law that abrogates that of the Holy Prophet (pbuh).”

    (Al Ishaa’at Fil Sharaatis Saa’ah, pg 226)

    Hazrat Shah Waliullah

    Hazrat Shah Waliullah Muhaddith of Delhi (Alaihir Rahmah), the Mujaddid of the 12th century and given the title of “Khatamal Muhadditheen” by some writers was of the following view:

    “KHUTIMA BIHIN NABIYYOONA AI LAA YURJADU MAN YA’MURUHULLAHU SUBHAANAHU BITTASHREE’I ‘ALANNAASI”

    (Tafheemati Ilaahiyyah, Tafheem # 53)

    “The ending of prophets at the advent of the Holy Prophet means that after him, there can be no such person as would be given a law by the Almighty Allah and sent to the people.”

    Hazrat Maulvi Abdul Haye

    Hazrat Maulvi Abdul Haye of Lacknow writes:

    “After the Holy Prophet (pbuh) or during his time, for a prophet to appear is not improbable”

    (Daafi’ul Wasaawis Fee Athar Ibn Abbaas, New Edition, pg 16)

    Maulvi Muhammad Qaasim

    Maulvi Muhammad Qaasim of Nanauta (Rehmatullah Alaih) who was the founder of the Deoband Seminary, an organization now viewed with respect by anti-Ahmadiyya organizations, also believed in the views such as the ones I am presenting here. He stated:

    “According to the layman, the Messenger of Allah, peace and blessings on him, being Khatam is supposed to have appeared after all the other prophets. But men of understanding and the wise know it very well that being the first or the last, chronologically, does not carry any weight. How could, therefore, the words of the Holy Quran ‘But he is the messenger of Allah and the Seal of Prophets (33.41)’ mean to glorify him? But I know very well that none from among the Muslims would be prepared to agree with the common men”

    (Tahzeer-ul-Naas: pg 3)

    Nawab Siddique Hasan Khan

    Also, among recent scholars, Nawab Siddique Hasan Khan of Bhopal, who was the leader of the Ahle Hadith in India wrote:

    “The Hadith ‘La Wahya Ba’da Mautee’ is baseless, although ‘La Nabiyya Ba’adee’ is quite correct, which, according to people with knowledge, means that ‘there shall be no prophet after me who shall be raised with a new code of Law which shall abrogate my law’.”

    (Iqtarabus Saa’at: pg 162)

    This list is by no means exhaustive but representative and even so, partially. I shall leave you with a joint statement agreed upon by two scholars, Hazrat Imam Muhammad bin Abdul Baqee and Ibni ‘Asakar, which has impressed me so much with the beauty of their words that I present it to you as a closing statment, and I think what they said could not have been said better. As background knowledge, let me mention that one meaning of “Khatam” is finger-ring:

    “The meanings of KHATAMAN NABIYYEEN are that the Holy Prophet, in his physical and spiritual build, is the most charming and lovable personality, peace be upon him. This is because the glory and the spiritual magnitude of all the prophets is manifested through him and he can be likened to the beautiful ring worn for adornment.”

    (Zarqani Sharah Mwahabul Luddunia: vol. 3, pg 163 and Sehlul Huda wal Irshad: pg 55)

    I have seen a lot of the actual books of these scholars with my own eyes — where? — in the office of a friend of my father, Dost Muhammad Shahid, who is the official historian of the Ahmadiyya Movement in Islam. I wonder if I shall ever see him again because I heard that he is imprisoned in Pakistan, in offense of having written verses of the Holy Quran. If an Ahmadi Muslim does this in Pakistan, or just “poses as a Muslim”, he/she is liable to imprisonment.

    I think I have made my case pretty fairly. I have written this series of articles not with the intention to “show off” that my understanding of the subject is better than any one else’s; it could be worse. I have tried to restrict myself to brief comments, giving most of the length to quotations. The treasure of knowledge given to us by these great scholars is our common heritage. At the time they made their invaluable contributions to knowledge, there was no Ahmadi or non-Ahmadi Muslim. I expect that readers will try to keep all hatred, malices, dislikes, prejudices and veils on hearts aside while doing the reading. Clearly, there is a wealth of information on the subject of finality or continuity of prophethood, which ever is the case. The purposes of this series has been to advance scholarship, uncover some less talked-about issues, reduce distance between people opposed to each others’ views and begin a new round of discussion which, I hope, would be free of flames, like these articles of mine have been.

    Peace be upon one who follows guidance.

    Regards To Readers,

    Copied from “On finality of Prophethood” by Rasheed A. Khan, Boston, Massachusettes, U.S.A. – Material © 1995-98 Ahmadiyya Muslim Community

    • anggara said:

      @sun of the west
      terima kasih

  31. Sun of the West said:

    Another Allah’s Work on His humble servants’ enemies..

    PPP’s Stand on Ahmadiyah:
    ANTARA :: PPP urges govt to immediately issue SKB to disband Ahmadiyah
    http://www.antara.co.id/en/arc/2008/6/4/ppp-urges-govt-to-immediately-issue-skb-to-disband-ahmadiyah/

    Allah’s Respond:
    ‘Kisruh, PPP Bisa Hancur’
    http://www.inilah.com/berita/politik/2009/04/18/99872/‘kisruh-ppp-bisa-hancur’/
    “Perolehan suara yang anjlok dibandingkan pemilu 2004 lalu, membuat internal PPP goyah. Para elit lebih memilih bermanuver sendiri-sendiri dibanding fokus penyeselaian masalah suara yang merosot. Keributan partai berlambang Kabah, tidak bisa dihindari.”

  32. paijo iskandar said:

    ya semua tergantung kepercayaan masing2 jangan mengangu lagi donk, klw mereka damai dgn ajaran sprti emang kenapa dgn kalian?

    • bJay said:

      FPI : klo merasa islam sejati benerin dulu sikap2 arogan anggotanya…saya sering liat FPI sendiri yang sering mengganggu kenyamanan masyarakat dan lebih banyak bertindak anarkis! islam mengajarkan perdamaian bung tidak pernah memaksakan kehendak palagi melanggar hukum. jadi jangan pernah merasa diri paling benar.

      Soal ahmadiyah : seharusnya FPI punya cara jitu untuk mengatasi masalah tersebut dengan damai, bukan anakis atau intimidasi pengikut ahmadiyah. sekeras apa pun sbuah batu pasti perlahan lahan akan lunak dan menjadi pasir hanya dengan sedikit tetesan air yg dilakukan terus menerus. jadi ya harus dirangkul bukan diajak berkelahi! udah ga jamannya lagi bung adu fisik.

      thanks

    • anggara said:

Leave a comment