Rancangan Permen Konten Ala Kominfo: Gaya Lama Dibungkus Mekanisme Baru


Baru – baru ini beredar Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Pengendalian Situs Internet Bermuatan Negatif. Rancangan ini masih dibahas oleh Kementerian dengan berbagai pihak terkait, termasuk LSM. Pertama membacanya sih kening saya agak berkerut. Kenapa? Ya karena ada masalah bentuk aturannya dan juga kedua isi aturannya.

Dari sisi bentuk, saya rasa peraturan jenis begini akan jauh lebih baik jika dituangkan kedalam aturan yang bentuknya UU. Jangan lupa segala macam pembatasan kebebasan termasuk prosedurnya juga harus dituangkan dalam bentuk UU. Apakah ada presedennya soal ini? Ya ada, contohnya saja UU No 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Barang Cetakan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Tapi harap diingat bahwa yang dibatalkan adalah tentang kewenangan Jaksa Agung dalam melarang peredaran barang cetakan.

Nah, dalam konteks HAM terutama untuk kebebasan berekspresi masuk dalam kategori hak yang bisa dibatasi penikmatannya. Namun, sampai sejauh mana pembatasannya? Untuk itu bisa dibaca standard dan prisip pembatasannya disini atau bisa juga dibaca buku dari Elsam disini.

Balik lagi ya, buat saya Rancangan Permen ini, sudah salah sejak awal. Terutama dari bentuk pengaturannya. Harusnya, kalaupun Pemerintah mau membatasi dengan cara blokir atau filter, tetap saja, prosedurnya harus dengan UU bukan dengan Peraturan Menteri. Jadi setiap model pembatasan apapun harus melibatkan rakyat melalui wakil – wakilnya yang sah di DPR sana.

Selain itu, soal siapa yang dapat mendefinisikan bahwa suatu konten di internet melanggar hukum, apakah tepat Menteri via Dirjend sudah tepat? Tidakkah lebih layak jika Jaksa Agunglah sebagai penegak hukum tertinggi yang menyatakan bahwa suatu konten diduga melanggar hukum. Soal siapa yang memutuskan, menurut saya harus ada badan independen. Badan independen ini sih, kalau saya lebih senang jika dilakukan oleh Pengadilan. Tapi boleh saja jika mau dibentuk suatu komisi Negara ataupun kewenangannya diserahkan pada komisi Negara yang sudah ada.

Nah, apa fungsi kementerian, ya fungsinya hanya pelaksana tugas setelah dapat penetapan/putusan dari Pengadilan atau Komisi Negara berdasarkan perintah dari Jaksa Agung.

Ya, itu pendapat saya saja sih, terserah kalau yang lain mau melihatnya berbeda.

5 comments
  1. roby said:

    iya ya kalau pendapat bebas mu apa juga

  2. ini masalah kreatifitas dan kepekaan kebutuhan sekitar. Salam sukses :))

  3. zaskia said:

    sip gan,saya setuju pendapatmu..nice

Leave a comment