Persoalan di sekitar isu perburuhan di Indonesia
Harian Republika pada Selasa 20 Juni 2006 menurunkan berita tentang kritikan pedas dari Federasi Serikat Buruh Transport Internasional (ITF) Asia Pasifik tentang kualitas Serikat Buruh di Indonesia. Menurut ITF, serikat buruh di Indonesia sangat vokal dan militan pada saat melakukan aksi unjuk rasa, tetapi sangat lemah ketika maju ke meja perundingan untuk membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau pada saat bernegosiasi dengan pemerintah dan asosiasi pengusaha. Bahkan ITF menilai, serikat buruh di Indonesia terkesan cepat menyerah dan mengikuti keinginan pihak pengusaha atau pemerintah.
Kelemahan atau lemahnya posisi tawar serikat buruh di Indonesia dimulai pada saat penghancuran gerakan serikat buruh pasca peristiwa oktober 1965. Secara sistematis pemerintah orde baru menghancurkan suprasutruktur dan infrastruktur dari gerakan serikat buruh. Pembentukan government controlled trade union Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) pada 1973 menjadi awal dari melemahnya posisi tawar serikat buruh di Indonesia. Mulai saat itu sebenarnya serikat buruh di Indonesia sudah tidak mempunyai kekuatan berunding baik dengan pengusaha ataupun dengan pemerintah.
Munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa pada medio 1998 yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan Soeharto, memang menjadi dari menjamurnya serikat buruh di Indonesia. Hingga saat ini tercatat lebih dari 64 federasi dan konfederasi ditambah dengan lebih dari 100 serikat pekerja yang beroperasi di tingkat nasional. Tren pertumbuhan gerakan serikat buruh ini nampaknya akan terus berlangsung, hal ini sangat kontras bila dibandingkan dengan Korea Selatan yang hanya mempunyai dua konfederasi di tingkat nasional.
Pertumbuhan serikat buruh di Indonesia tidak berkorelasi secara positif pada posisi tawar dari serikat buruh. Pertumbuhan dan fragmentasi ini nampaknya malah berkorelasi secara positif dengan melemahnya posisi tawar dari serikat buruh. Meskipun demikian ada beberapa serikat buruh yang cukup penting untuk diketahui antara lain, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI-Government Sponsored Trade Union), Kongres Serikat Pekerja Indonesia (KSPI, ILO Sponsored Trade Union), dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI, yang ini juga terpecah kedalam K-SBSI dan SBSI KKSD 1992).
Fenomena penolakan rencana revisi UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dilakukan oleh seluruh serikat buruh di Indonesia menjadi titik perhatian yang penting. Selama ini perhatian serikat -serikat buruh baik yang mainstream maupun tidak hanyalah berkutat diseputaran isu ketenagakerjaan. Isu ketenagakerjaan sebaiknya tidak direspon sebagai isu tunggal namun juga sebagai isu yang saling jalin menjalin dan juga mempunyai keterkaitan erat dengan berbagai isu lainnya, seperti misalnya isu anti korupsi, reformasi pendidikan, reformasi birokrasi, reformasi hukum, dan perbaikan iklim investasi di Indonesia.
Pada umumnya, konsentrasi serikat-serikat buruh di Indonesia tidak menyentuh isu-isu krusial yang mempunyai kaitan erat dengan isu ketenagakerjaan. Dari sini sebetulnya serikat-serikat buruh dituntut untuk dapat melakukan advokasi atau menyusun proposal tentang reformasi perburuhan yang berkaitan dengan isu reformasi pendidikan, birokrasi, hukum, dan investasi. Serikat buruh juga dituntut untuk melakukan kerjasama dengan asosiasi pengusaha dalam rangka kegiatan pemberantasan korupsi.
Meski harus disadari juga bahwa kemampuan serikat-serikat buruh di Indonesia juga belum cukup mampu untuk menyusun proposal tersebut sebagaimana asosiasi pengusaha juga tidak mampu merespon secara positif isu-isu krusial di atas.
Hal ini sebenarnya perlu untuk dilakukan sebagai media komunikasi yang intens antara serikat-serikat buruh dengan asosiasi pengusaha agar dapat melihat dengan kacamata yang lebih jernih problem-problem yang muncul pada isu ketenagakerjaan.
Dari paparan tersebut diatas saya sangat mendukung sekali rencana penguatan kembali serikat buruh yang mempunyai nilai tawar lebih dari sekarang, terhadap kesejahteraan buruh tetapi sayangnya di tingkat akar rumput masih ada saja pengusaha yang menekan buruh dan membodohi buruh, lalu kepada siapa lagi buruh akan mencari bantuan…????????