Apakah Yang Hukum Inginkan (Some Answer)
Courtesy from:
Deni Kelana (Deni_Kelana@fmi.com)
Dalam pikiran hukum tidak ada apa-apa, karena hukum sudah merasa tak punya jiwa lagi. yang ada hanyalah bentuk hukum yang sudah terbalut formalitas aturan dan prosedur, tanpa esensi keadilan seperti yang menjadi obyektif hukum yang dipercaya selama ini.Hukum bersedih karena para penghambanya, kaki, tangan, dan anggota tubuh lainnya sibuk menghias diri dengan kesenangan masing-masing. mulut hukum berpoles lipstik yang tebal sehingga menutupi kewibawaan yang seharusnya ada. perut hukum sudah diisi dengan makanan haram yang membuatnya kelebihan kolesterol dan menumpuknya penyakit. tangan hukum sibuk mengumpulkan gelang, cincin, dan perhiasan yang melemahkan citra hukum sebagai seorang yang penuh kekuatan. Kaki hukum penuh dengan gelang emas yang selalu berbunyi gemerincing ketika berjalan terseret-seret.
Mata hukum diisi contact-lens berwarna-warni yang membuat hukum tidak dapat melihat dengan jelas. mata itu pula yang terkadang dihiasi kaca mata kuda yang membuat hukum tidak dapat menjamah sisi lain dari kemanusiaan. kepala hukum dihiasi mahkota bertatahkan permata yang membuat hukum tidak bisa berpikir dengan jernih dan santun. dan maaf; alat vital hukum sudah kesulitan diidentifikasi karena seringnya dipaki selingkuh.Tapi maaf sekali lagi, jangan-jangan ini bukan potret hukum, tapi gambaran badut yang mengaku hukum…
Courtesy from
Mohammad Ramadhian Koeshastomo (rama@bumiputera-capital.com)
jika dengan ilustrasi yang anda paparkan tersebut, maka “imajinasi” saya
ttg. pertanyaan pertama anda tersebut adalah sbb. :
“Hukum” adalah seorang lelaki setengah baya (minimal 50 tahunan), berpenampilan bersih, rapi, mengenakan jas, berkharisma … namun saat itu tampak raut wajahnya diliputi oleh kegalauan dan keraguan … seolah sudah tidak sabar lagi untuk dicurahkan/diceritakan pada seseorang yang dipilih dengan selektif oleh “Hukum”.
Saat itu “Hukum” tidak membawa apapun.
“Hukum” tidak biasa meminum kopi, namun saat itu alam bawah sadarnya menggerakkan mulutnya untuk mengucapkan kata “kopi” apabila saya menawarkan pilihan minuman kepadanya … “Hukum” membutuhkan caffein yang lebih banyak untuk menenangkan dirinya sebelum dapat menceritakan dengan tenang dan gamblang apa yang “mengganjal” dipikirannya kepada saya sebagai terapisnya.
Sedalam tatapan saya mencoba menembus mata “hukum” maka yang tampak adalah guratan kegalauan, kesedihan, keprihatinan yang bergabung menjadi satu seolah mencoba untuk “merusak” tampilan dasar “hukum” yang tegas, berwibawa, disiplin, tidak diskriminatif.
Di benak “Hukum” ada permasalahan sederhana, namun sangat-sangat kompleks,yang sedemikian peliknya, sehingga mampu menggoyahkan Keyakinan, RasaPercaya Diri dan Rasa Keadilan yang dimiliki “Hukum” sejak awal iadiciptakan.Permasalahannya adalah sesuatu yang nyata, berdasarkan kejadiansehari-hari, namun melibatkan sesuatu yang un-real, yaitu : Perasaan,Keinginan, Niat … Permasalahan tersebut mampu membuat seorang lelakisekaliber “Hukum” menjadi tidak mampu berkata-kata, tidak mampu membedakanmana sisi yang baik dan mana sisi yang buruk … Permasalahan yangdemikian peliknya, sehingga “Hukum” merasa perlu untuk membicarakannyadengan seorang “terapist” seperti saya .. dengan tujuan untuk terlebihdahulu “mengembalikan keseimbangan jiwa “hukum” sehingga dapat berpikirjernih kembali, sehingga mulai dapat menguraikan satu-demi satu permasalahan di hatinya.
Ternyata celoteh iseng saya di milist waktu itu diposting di sini, makasih ya…:D