Jurnalis dan Prinsip Perlindungan Profesi Dalam R KUHP
Kode etik profesi adalah seperangkat kaidah, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berlaku bagi anggota organisasi profesi yang bersangkuta. Kode etik profesi disusun sebagai sarana untuk melindungi masyarakat dan para anggota organisasi profesi dari penyalahgunaan keahlian profesi. Dengan berpedoman pada kode etik profesi inilah para profesional melaksanakan tugas profesinya untuk mencipatakan penghormatan terhadap martabat dan kehormatan manusia yang bertjuan menciptakan keadilan di masyarakat. Kode etik profesi tentunya membutuhkan organisasi profesi yang kuat dan berwibawa yang sekaligus mampu menegakkan etika profesi. Penegakkan kode etik profesi sendiri dimaksudkan sebagai alat kontrol dan pengawasan terhadap pelaksanaan nilai-nilai yang tertuang dalam kode etik yang merupakan kesepakatan para pelaku profesi itu sendiri dan sekaligus juga menerapkan sanksi terhadap terhadap setiap perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.
Banyak ketentuan dalam Rancangan KUHP yang menyentuh persoalan etika seperti berita bohong, berita yang tidak lengkap atau tidak pas (Pasal 307, 308). Ketentuan ini kerap dipakai oleh para pihak (narasumber) yang merasa bahwa pemberitaan media tidak benar untuk memidanakan wartawan. Ketentuan dalam Rancangan KUHP ini juga dengan sendirinya juga berbenturan dengan UU Pers yang menghendaki agar narasumber yang merasa liputan media tidak benar harus menggunakan hak jawab demikian juga dengan pemberitaan terhadap suku, golongan, atau agama.
Persoalan etika ini tentu saja tidak bisa dihadapi dengan hukum pidana. Selain itu, berdasarkan putusan Mahkamah Agung No 1608 K/PID/2005 dan 903 K/ PDT/2005 dinyatakan bahwa unsur melawan hukum menjadi hilang manakala pemberitaan telah cover both side dan suatu berita telah dibantah melalui hak jawab maka si pembuat berita oleh karenanya telah melakukan kewajiban hukumnya. Dan dengan dimuatnya hak jawab dan berita tersebut telah melalui pengecekan ke berbagai sumber serta telah sesuai dengan asas kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian di dalam masyarakat, maka berita tersebut tidak dipandang sebagai suatu pemberitaan yang mengandung sifat “melawan hukum”. Mahkamah Agung dalam putusannya menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan prinsip dasar yang dijamin dalam UUD dan system kenegaraan Republik Indonesia oleh karena itu hak jawab dan penyelesaian melalui lembaga pers merupakan prinsip yang mengatur keseimbangan lembaga pers dan individu atau kelompok. Maka penggunaan hak jawab atau penyelesaian melalui lembaga pers merupakan tonggak yang harus ditempuh sebelum memasuki upaya hukum lain.
Meski perlindungan terhadap profesi telah diatur dalam UU yang mengatur profesi yang bersangkutan tetapi prinsip perlindungan profesi merupakan hal yang harus diatur dalam R KUHP. Beberapa kelompok profesi telah terlindungi melalui berbagai peraturan perundang-undangan seperti profesi dokter (UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran), advokat (UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat), dan Notaris (UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Meski telah dilindungi dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi tersebut tetapi ternyata R KUHP memuat juga ancaman melalui Pasal 91 RKUHP tentang pencabutan hak untuk menjalankan profesi
Ketentuan ini sebenarnya bertentangan dengan prinsip “self regulating organization” yang dianut oleh organisasi profesi, pencabutan ijin profesi hanya bisa dilakukan oleh organisasi profesi dan bukan oleh Negara. Ancaman pencabutan ijin profesi melalui tangan pengadilan hanya menyebabkan persoalan etika menjadi menjadi persoalan hukum dan Negara menjadi sangat terlampau jauh mengatur kehidupan dari suatu organisasi profesi. Lihat Pasal 26 UU No 18 Tahun 2003, Kode Etik Advokat Indonesia, Pasal 83 UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 434/Menkes/SK/X/ 1983 Tanggal 28 Oktober 1983 tentang berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia, Pasal 8 UU No 4 Tahun 1999 tentang Pers, dan Kode Etik Jurnalistik yang disahkan oleh Dewan Pers
Gimana yaa kalo ada yg menyalahin kode etik ini?
hampir setiap organisasi profesi punya yang namanya dewan kehormatan. dewan kehormatan ini bertugas menegakkan disiplin para profesional.
kalo ada profesional yang menyalahi kode etik, maka menjadi tugas dan kewenangan dewan kehormatan untuk memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik tersebut. kalo terbukti bersalah bisa dikenai sanksi
@jayen
terima kasih atas pendapatnya
Oom tanya doong… kalo jurnalisme nya di tuangkan di blog masuk UU ini ga ya Oom? btw kenal sama ninit Yunita dimana Oom.. what a small world.
cheers!
@widi
nggak tuh, kenal ninit dulu satu sekolah di unpad
thanks banget kho jd tambah pengetahuan nich……
@siti
sama-sama
Boley minta Peraturan mengenai Kode Etiknya gak? kalau punyaa
nyari2 dimana2 ga nemu niyyy
thankss bfore
@windi
silahkan tengok situs Dewan Pers