Hate Showing Article dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia
Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor 6/PUU-V/2007 yang menyatakan Pasal 154 dan Pasal 155 dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan Pasal 28 D Perubahan II UUD RI Tahun 1945 patut di sambut gembira oleh seluruh masyarakat Indonesia
Ketentuan tersebut dikenal dengan nama Hatzaai Artikelen (CMIIW) atau dalam bahasa Inggris Hate-Showing Article atau dalam bahasa Indonesia pasal penyebaran kebencian terhadap pemerintah
Namun, ketika saya membaca lagi dengan hati-hati putusan tersebut, ternyata secara tersirat Mahkamah Konstitusi tidak meniadakan sifat melawan hukum dari perbuatan tersebut, namun malah memindahkan sifat melawan hukum dari formil ke materiil.
Ini artinya, Mahkamah Konstitusi tidak berupaya untuk melakukan judicial activism dengan memindahkan sifat melawan hukum dari formil ke materiil. Kalau begini, sebenarnya masa depan demokrasi masih terancam dengan keberadaan ketentuan serupa dalam RKUHP
Yang sangat disayangkan, seharusnya MK memberikan gambaran bagaimana arah pemindahan sifat melawan hukum tersebut dan tidak hanya serta merta menyerahkannya ke parlemen. Gambaran ini tentunya dapat menjadi batasan tentang bagaimana para perumus RKUHP merumuskan dengan baik ketentuan tersebut
Saya sendiri berpendapat seharusnya MK lebih maju dari ini, seharusnya MK meniadakan sifat melawan hukumnya dan tidak hanya memindahkannya.
Fertamaaxxxxxxxx!!
(Latah dan frustasi karena nggak bisa ngasih komen masalah yg satu ini, nggak ngerti sih! Huakuakuakuakuak! Fokoknya yg fenting fertamaxxxxx!!) 😀
@yari
bisa aja pak yari nih, ini komen pak yari pertama yang tidak penting. Selamat. 🙂
ini kayaknya yang benar bukan hate-showing tapi hate-sowing articles
@clay
masak sih, coba kita lihat kamus sama-sama yaa
udah dilihat belum kamusnya? he3…