Ribut-Ribut Revisi UU Pers
Kemarin, sewaktu menghadiri FGD yang diselenggarakan oleh AJI yang mengajukan RUU Perubahan UU No 40 Tahun 1999 versi AJI, saya sempat tertawa dalam hati karena ada orang-orang tua dari MPPI (Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia), diantaranya Pak Leo Batubara, Pak Abdullah Alamudi, Pak Ridho, Pak Amir E Siregar, yang terjebak dalam romantisme masa lalu dan menanggap persoalan kemerdekaan pers di Indonesia akan beres dengan sendirinya bila kemerdekaan pers dicantumkan secara ekplisit dalam UUD 1945. Mereka menolak jika karya agung MPPI yang sekarang berupa UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers itu harus diobrak-abrik. Sungguh pemikiran yang menurut saya cukup dangkal dan tidak memiliki argumentasi yang cukup baik dan kuat. Kenapa? Saya jelaskan alasan saya di bawah ini
Mereka nampaknya lupa meski Pasal 28F itu adalah ketentuan jaminan yang umum, namun belum pernah di ujicobakan di Mahkamah Konstitusi, jadi dalil bahwa Pasal 28 F itu belum cukup melindungi kemerdekaan pers masih mentah.
Dan mereka juga lupa bahwa, meski hak untuk hidup adalah jaminan yang sangat tegas ada dalam UUD 1945 dan masuk kategori hak yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apapun, toh Mahkamah Konstitusi “atas nama UUD 1945” menyatakan bahwa hukuman mati adalah tidak bertentangan dengan UUD 1945 (meski menambakan syarat-syarat dan unsur-unsur tertentu). Artinya meski kemerdekaan pers dijamin secara eksplisit dalam UUD 1945 toh hak itu masuk dalam kategori hak yang bisa dikurangi dalam kondisi tertentu. Artinya premis yang diajukan juga tidak punya dalil hukum yang cukup kuat.
Lalu mereka juga mendalilkan kehadiran blog yang menurut mereka masuk kategori pers, sehingga kalau mau diatur harus diatur melalui UU Pers. Wah saya tersinggung cukup berat mendengar blog disamakan dengan pers, blog itu dalam khazanah hak asasi manusia masuk dalam perlindungan kebebasan berekspresi yang merupakan payung dari kemerdekaan pers, koq mau dikerdilkan kedalam pers? Sebagai seorang bloger, saya akan menolak keras kalau blog dimasukkan dalam kategori pers. Alasannya, nanti saya cari he…he…he… (silahkan lihat berita ini untuk keseimbangan informasi)
Lha, beneran tho Mas kalo blog akan jadi kayak pers dan masuk UU Pers?
Wah, saya juga ndak setuju kalo begitu!!
Yup, tolak aja rencana regulasi blog itu. Ngawur mereka itu!
Bos, sekalian nih aku minta tolong dicek TAP MPR yang mengesahkan Timor Timur sebagai bagian dari negara dan bangsa Indonesia apakah sudah dicabut?
Soalnya, aku sedang menulis topik itu di blogku, dengan judul “Timtim, Monumen Abadi Kekejeniusan Soeharto”.
Bagi yang berminat silakan lihat di http://ayomerdeka.wordpress.com/
Terima kasih
Merdeka!
Wah saya kuang ngerti persoalan seperti ini.
Mungkin kang anggara bisa berikan referensi untuk saya mempelajarinya ? khususnya untuk UU Pers.
Omong2 tentang Revisi UU Pers saya mengucapkan terima kasih kepada kang Anggara karena……..
….telah memberikan saya makanan Norwegia wakakakak…. **Apa hubungannya? bingung kan??** 😆
Blog = Pers? Malapetaka bagi dunia blog.
Sebagai seorang bloger akar rumput saya sangat tidak setuju blog dimasukkan kategori pers. Ditinjau dari sejarahnya, sejarah blog sangat berbeda dengan sejarah pers. Blog yang dimulai dari weblog dan saat ini dipraktekkan kembali oleh Enda jelas-jelas memiliki tujuan yang berbeda dengan pers.
Mari kita tolak regulasi blog.
meskipun blog bisa digunakan sebagai media menampilkan berita, tidak semua tulisan di blog masuk kategori tersebut. kalo hanya menulis catatan harian pribadi, apa bisa dimasukkan dalam kategori berita?
wah.. sangat beruntung jika blog masuk kebebasan berekspresi, karenanya saya masih ndak ngerti sampai dimana batasan blogger, selama itu belum ada payung hukum yang jelas dinegeri ini, apa kira-kira bisa dibikin draft mengenai hal ini? setidaknya blogger mendapatkan haknya dalam payung hukum untuk tetap berekspresi dalam ranah blog.
Ha ha ha, kog lucu begitu sih. Saya menerbitkan majalah dan surat kabaro bo, ngapain mengutak-atik blog. Ada-ada sazzza … kuno banget cara mikirnya. Bawa ketawa saja Mas.
@nazieb
saya juga nggak sepakat
@robert manurung
idem bang
@indrio
di sini banyak tulisannya koq
@yari

@MAW
tolak kang, saya juga nggak sepakat
@isnuansa
benar, itu hanya omongan orang yang ngawur
@peyek
sebenarnya sudah banyak aturan dan batasannya kang, cuma tersebar di banyak tempat
@ersis
bener kang
jadi gimana kelanjutannya. dan apa saja alasan menolaknya. sudah ditunggu tunggu nih… :p
@papabonbon
alasan menolak yang mana nih bos 🙂
Saya juga protes, intelektualitas saya terhina……Freedom actually in your heart…kemerdekaan ada disini.
@syam
tepat bung