Sumber Anonim
Membaca berita ini di sini, membuat saya sungguh tercengang. Betapa tidak berita ini mengutip pendapat seorang ahli yang dirahasiakan identitasnya. Begini kutipannya
“Seorang pakar hukum telematika yang tidak mau disebutkan identitasnya, menjelaskan pelaku tindak pidana pencemaran melalui media elektronik harus memenuhi unsur Pasal 27 ayat (3) UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (UU ITE).”
Mari kita lihat dalam Kode Etik Jurnalistik pada Pasal 2, Pasal 5 dan Pasal 7 yang menyebutkan
Pasal 2
“Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;”
Pasal 5
“Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 7″
“Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a.Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.“
Nah, kalau sudah begini bukankah penggunaan sumber anonim menjadi tidak relevan?
Bahasa hukum bahasa yang njlimet pakDhe, susah kumengerti….nice posting
@oil
terima kasih kembali
@nindityo
bukan, kalau itu kan ahli, enggak relevan jika kemudian malah dianonimkan. bukan orang yang menceritakan fakta yang bisa mengancam keselamatannya
hihi.. mungkin ahlinya mengalami pengalaman traumatik waktu komentar soal itu mas 😛
@grahat
masak sih, mestinya enggak deh