Penghinaan dan Ranjau-Ranjau Ngeblog
Beberapa rekan saya sempat bertanya, ketika kami mengajukan upaya permohonan peninjauan konstitusional terhadap ketentuan-ketentuan penghinaan di KUHP. Pada umumnya bertanya, apakah upaya kami untuk menyatakan pasal-pasal penghinaan itu inkonstitusional akan menyebabkan semua orang bisa menghina semau-maunya? Hal itukan salah satu ranjau yang bila dikaitkan dengan kegiatan bloging maka itulah batasannya, begitulah kata rekan saya itu
Pertanyaan ini juga muncul pada persidangan di Mahkamah Konstitusi. Namun ketika itu kami sadar betul, bahwa upaya kami adalah upaya baru yang bisa mengantarkan orang dalam perdebatan seru, karena memandang bahwa reputasi itu harus dihormati dan adalah kewajiban negara untuk melindungi reputasi tersebut
Tentu saja saya sepakat, reputasi itu harus dihormati dan orang tidak boleh menghina seenaknya orang lain. Namun apakah upaya tersebut tidak cukup jika hanya dilakukan dalam gugatan perdata sebagaimana diatur Pasal 1372 KUHPerdata?
Coba bayangkan, ketika anda dituntut secara pidana yang akibatnya bisa ditebak, akan dipenjara, lalu masih pula digugat secara perdata? Ganti rugi perdata tersebut dalam khazanah hukum, hanyalah langit batasnya.
Konstruksi hukum pidana dalam penghinaan, tidaklah mementingkan apakah pernyataan tersebut benar atau salah, yang penting pernyataan tersebut menimbulkan perasaan terhina bagi orang yang merasa dihina. Satu-satunya celah adalah menggunakan Pasal 310 ayat (3) KUHP yaitu atas dasar kepentingan umum. Namun sepanjang sejarah hukum pidana tentang pencemaran nama baik di Indonesia, ketentuan Pasal 310 ayat (3) KUHP hampir-hampir mati secara sosiologis, karena setahu saya, pengadilan tidak pernah mempertimbangkan aspek ini.
Untuk bloger, bisa ditimbang begini, jika anda posting sesuatu yang dirasa menghina untuk orang lain mungkin masuk akal, karena andalah yang menulisnya sendiri. Namun bagaimana jika konstruksinya adalah, anda posting sesuatu dan ada yang memberikan komentar yang dirasa menghina bagi orang lain, apakah anda harus bertanggung jawab? Dalam konstruksi hukum, jelas anda harus bertanggung jawab untuk komentar yang dirasa menghina orang lain tersebut.
Lalu apakah UU ITE memberikan jalan keluar sebagaimana Pasal 310 ayat (3) KUHP? Jelas tidak, karena memang tidak ada alasan pemaaf dalam konstruksi penghinaan sebagaimana diatur dalam UU ITE, baik dalam soal postingan ataupun soal komentar terhadap postingan.
Ini yang membuat repot konstruksi pidana dalam penghinaan, karena seperti pernyataan Dr. Mudzakkir, SH, MH, bahwa penghinaan adalam suatu tindak pidana subyektif yang diobyektifisir. Inilah yang membuat repot, karena tidak ada satupun batasan yang tegas dan jelas tentang bagaimana yang disebut menghina, dan dalam waktu kapan penghinaan tersebut kehilangan sifat melawan hukumnya?
Dalam negara-negara anglo saxon, dikenal doktrin truth as a defense, namun di Indonesia, doktrin tersebut jelas tidak dikenal, karena satu-satunya yang dikenal adalah doktrin kepentingan umum (public interest). Istilah simpelnya seorang koruptor berhak merasa terhina jika ia anda tulis sebagai koruptor, tak peduli bahwa ia betul-betul diputus sebagai koruptor oleh pengadilan, jika merasa terhina, bersiaplah untuk menghadapi tuntutan pidana sekaligus gugatan perdata.
Lalu dimana batasannya dong mas tanya rekan saya ini, saya pun hanya bisa mengangkat bahu serta menggelengkan kepala. Karena sayapun tidak mampu mencari dimana batasannya
Jika ada yang tahu, mohon kasih tahu saya yaaa?
yah kirain mo dikasih rambu-rambunya, om
Yang jelas “menghina” di Blog lebih berbahaya daripada di sarana media lain seperti koran dan majalah……
karena UU ITE yang mengatur tentang penghinaan, lebih berat ancamannya dari sekedar pasal 310 KUHP, waspadalah, waspadalah !
Wah jadi repot ya om,
Padahal saya pikir Blog itu tempat dimana kita bisa menyalurkan pikiran kita secara bebas, salah satu wujud dari kebebasan menulis dan berpendapat.
Apalagi dengan adanya klausul
Padahal tidak semua blogger pengin menjaga anonimity nya je 😦
Wah repot juga ya mas, apalagi kalau UU ITE membuat intelektual saya merasa terhina?
saya makin bingung kalo berbicara hukum, hukum kan juga berdasarkan alasan, masing2 berdebat dengan alasannya sendiri.
Kalo saya merasa semakin takut aja kalo ada seperti ini… kreativitas menulis akan semakin terkikis, berfikir byk kali untuk posting tulisan.
waduuuh.. repot juga ya mas.
kasus moderator forum kompas juga jadi masalah.
cuma kita masih banci sih.. beraninya ama konten lokal. di youtube, googlevideo, dll aja banyak yg menghina koruptor, asian agri, dll tapi gak pernah tuh dituntut.
nah, jadi ini nih batasannya mas.
menghina adalah jika Anda lebih “rendah” dari saya maka saya berhak kapan saja bilang kalo Anda telah menghina saya. Sebab jika Anda lebih “tinggi” dari saya akan menganggap itu sebagai kritik yang membangun.
@caplang
rambu2nya jangan menulis
@rere
bisa aja abang ini
@sigid
ya begitulah
@syam
wah kalau itu sih, coba ditanya sama yang buat deh mas
@arul
menakutkan memang, tapi saran saya jangan takut
@nindityo
wah teorinya tepat sekali “menghina adalah jika Anda lebih “rendah” dari saya maka saya berhak kapan saja bilang kalo Anda telah menghina saya. Sebab jika Anda lebih “tinggi” dari saya akan menganggap itu sebagai kritik yang membangun.”
Batasannya hati kali mas…
yang lebih dalam dari samudera itu…. :p
kok jadi serem ya mas…mau ngapa-ngapain jadi selalu mikir ‘jangan-jangan…’ sudah pakai self-censorship pun tetap saja berpeluang kena masalah.
kalo mau dapetin berita lanjutan seputar ngeblog disini nich :
http://artisface.blogspot.com
Pasti qm jadi bisa bikin blog kaya mereka2…
@clay
hihihihihi, bisa aja mas ini
@alex
memang susah mas, karena batasannya tidak cukup jelas
@wiko
terima kasih yaa
@ all,
Wah, relatif juga kalo mikir masalah penghinaan dan ranjau dalam blog.Tergantung suasana hati orang yang ngeblog dan orang yang membaca.
Kebebasan yang bertanggung jawab dalam menulis harus jadi pegangan kita. ( coba tinjau QS. Al-Bayyinah, untuk kaum muslim)
So, semua itu tergantung kita…Dibuat enak sj.