Tindak Pidana Pengelolaan Sampah
Pendahuluan
Sampah, harus diakui telah menimbulkan kerepotan tersendiri di Indonesia, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Tanpa pengaturan secara khusus dan pengelolaan yang baik, maka sampah akan menjadi sumber malapetaka yang dapat mengancam kehidupan manusia.
Sampah, jarang dipandang sebagai salah satu sumber daya yang dapat dimanfaatkan. Karena tak salah jika paradigma para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sampah masihlah bertumpu pada pendekatan akhir, tanpa memikirkan akibatnya secara jangka panjang.
Untuk menjawab persoalan sampah, pemerintah dan DPR mengesahkan UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. UU ini terdiri dari 18 Bab dan 49 Pasal yang kesemuanya mengatur tentang bagaimana sampah tersebut dikelola sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan di masa depan
UU ini bertumpu pada 9 asas yaitu asas tanggung jawab, asas keberlanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi (vide Pasal 3)
Sementara menurut UU ini pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, meningkatkan kualitas lingkungan, dan menjadikan sampah sebagai sumber daya (vide Pasal 4)
Jenis Sampah dan Pengelolaannya
Sampah dalam UU ini dibedakan atas; (a.) sampah rumah tangga; (b.) sampah sejenis sampah rumah tangga; dan (c.) sampah spesifik. Sampah rumah tangga diartika sebagai sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik, sementara sampah sejenis sampah rumah tangga diartikan sebagai sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya, dan sampah spesifik diartikan meliputi: (a.) sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; (b.) sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun; (c.) sampah yang timbul akibat bencana; (d.) puing bongkaran bangunan; (e.) sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau (f.) sampah yang timbul secara tidak periodik.
Pengelolaan sampah dalam UU ini juga dibedakan dalam beberapa bentuk yaitu
dilakukan melalui kegiatan pengurangan sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah diartikan sebagai kegiatan: (a.) pembatasan timbulan sampah; (b.) pendauran ulang sampah; dan/atau (c.) pemanfaatan kembali sampah. Kegiatan penanganan sampah diartikan sebagai kegiatan (a.) pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; (b.) pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu; (c.) pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir; (d.) pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau (e.) pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Jenis sampah spesifik pengelolaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah dan akan diatur melalui peraturan pemerintah.
Hak-Hak Masyarakat Terkait Dengan Kegiatan Pengelolaan Sampah
Dalam kegiatan pengelolaan sampah ini masyarakat berhak untuk: (a) mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu; (b.) berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah; (c.) memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah; (d.) mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah; dan (e.) memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan.
Selain hak-hak tersebut terhadap orang yang terkena dampak negatif dari kegiatan pengelolaan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah berhak mendapat kompensasi dari pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah dalam bentuk: (a.) relokasi; (b.) pemulihan lingkungan; (c.) biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau (d.) kompensasi dalam bentuk lain.
Untuk itu pengaturan lebih lanjut tentang dampak negatif dan kompensasi tersebut akan diatur oleh peraturan pemerintah
Selain itu masyarkat juga berperan dalam: (a.)pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; (b.) perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau (c.) pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.
Larangan, Sanksi, dan Tindak Pidana
Ada beberapa larangan yang dikenakan oleh setiap orang di Indonesia, larangan tersebut terdapat dalam Pasal 29 ayat (1) yaitu “Setiap orang dilarang: (a.) memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b.) mengimpor sampah; (c.) mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun; (d.) mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan; (e.) membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan; (f.) melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir; dan/atau (g.) membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
Ketentuan larangan dalam huruf e, f, dan g dapat merupakan pelanggaran pidana yang akan dirumuskan dalam Peraturan Daerah yang disusun oleh Kabupaten dan/atau Kota
Pengelola sampah dapat dikenakan pula sanksi administratif yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota apabila pengelola sampah melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan dengan menjatuhkan sanksi (a.) paksaan pemerintahan; (b.) uang paksa; dan/atau (c.) pencabutan izin.
Ketentuan Pidana diatur dalam Bab XV Pasal 39 sampai dengan Pasal 42 yang menyebutkan
BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 39 1. Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau mengimpor sampah rumah tangga dan/atau sampah sejenis sampah rumah tangga ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 2. Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau mengimpor sampah spesifik ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 40 1. Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 41 1. Pengelola sampah yang karena kealpaannya melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 42 1. Tindak pidana dianggap sebagai tindak pidana korporasi apabila tindak pidana dimaksud dilakukan dalam rangka mencapai tujuan korporasi dan dilakukan oleh pengurus yang berwenang mengambil keputusan atas nama korporasi atau mewakili korporasi untuk melakukan perbuatan hukum atau memiliki kewenangan guna mengendalikan dan/atau mengawasi korporasi tersebut. 2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh atau atas nama korporasi dan orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkungan korporasi, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada mereka yang bertindak sebagai pemimpin atau yang memberi perintah, tanpa mengingat apakah orang dimaksud, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama. 3. Jika tuntutan dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan ditujukan kepada pengurus pada alamat korporasi atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap. 4. Jika tuntutan dilakukan terhadap korporasi yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan pengurus agar menghadap sendiri ke pengadilan. |
Hal-Hal Lain Yang Diatur Dalam UU
UU ini juga mengamanatkan agar pemerintah daerah membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini dan kemudian pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Selain itu UU ini juga mewajibkan Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan sampah pada saat diundangkannya Undang-Undang ini wajib membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan sampah paling lama 1 (satu) tahun.
Bab XIII UU ini juga mengatur mekanisme penyelesaian sengketa apabila timbul sengketa pengelolaan sampah yang terjadi di antara pemerintah daerah dan pengelola sampah dan/atau pengelola sampah dan masyarakat. Kesemua jenis sengketa ini dapat diselesaikan melalui penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui pengadilan yang harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan dilakukan dengan mediasi, negosiasi, arbitrase, atau pilihan lain dari para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian Sengketa di Dalam Pengadilan dilakukan melalui gugatan perbuatan melawan hukum dimana penggugat penggugat diminta untuk membuktikan unsur-unsur kesalahan, kerugian, dan hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan. Tuntutan dalam gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berwujud ganti kerugian dan/atau tindakan tertentu.
Masyarakat yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum di bidang pengelolaan sampah berhak mengajukan gugatan melalui perwakilan kelompok.
Organisasi persampahan berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pengelolaan sampah yang aman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Hak mengajukan gugatan hanya terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu, kecuali biaya atau pengeluaran riil. Organisasi persampahan yang berhak mengajukan gugatan harus memenuhi persyaratan; (a.) berbentuk badan hukum; (b.) mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan sampah; dan (c.) telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1 (satu) tahun sesuai dengan anggaran dasarnya.
Wah ngeri…
jadi berhati2lah dalam pengelolaan sampah
waduh….kagak bisa bakare sampah lagi dung T.T ntare kalo diaduin ma tetangga bisa gawat T.T
@amru
jangan ngeri dong
@d-indra
ya begitu deh hihihihihihi
kami melakukan 3r dan pengelolaan sampah baik dalam skala tps maupun sosialisasi di tingkat masyarakat. kami telah mereduce buangan menjadi tinggal kurang dari 40%, kendalanya saat ini, pd kebersihan kota bandung tidak disiplin dalam pengangkutan yang hanya tinggal kurang dari 40% itu. nama komplek kami griya cempaka arum – bandung. sebaiknya kita wajib untuk memperhatikan dan mengkritisi instansi pemerintah atau pengelola sampah dalam hal ini.