Mempertahankan Hak Konstitusional Itu Mahal !


Tulisan ini juga bisa dilihat di sini

Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman hadir melalui Perubahan Ketiga UUD 1945 yang disahkan pada 9 November 2001. Berdasarkan Pasal 24 C ayat (1) dan (2) jo UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi mempunyai 5 kewenangan yaitu kewenangan menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum serta memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

Ada beberapa prinsip penting dalam mempertahankan suatu hak dalam proses pencarian keadilan termasuk menuntut hak konstitusionalnya diantaranya adalah (1) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan (vide Pasal 4 ayat (2) UU No 4/2004), (2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan (vide Pasal 5 ayat (2) UU No 4/2004), dan (3) setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum (vide Pasal 37 UU No 4/2004).

Salah satu hal mendasar yang menjadi pokok perhatian saat ini adalah bagaimana mempertahankan hak konstitusional sebagai warga negara yang dilanggar karena suatu UU yang dihasilkan oleh pemerintah dan DPR dianggap telah bertentangan dengan Konstitusi dengan memperhatikan beberapa prinsip di atas.

Meski Mahkamah Konstitusi dalam berbagai kesempatan selalu menegaskan bahwa berperkara di Mahkamah Konstitusi tidak membutuhkan biaya, namun pada kenyataannya mempertahankan atau menganggap bahwa suatu hak konstitusional dari seorang atau sekelompok warga negara di hadapan Mahkamah Konstitusi tidaklah cukup murah bagi rakyat miskin. Berdasarkan pengalaman penulis, mempertahankan atau menganggap seorang warga negara telah dilanggar hak konstitusionalnya oleh suatu undang-undang bukanlah sesuatu yang murah dan dapat digapai oleh rakyat miskin dan buta hukum.

Sebagai sebuah gambaran, Mahkamah Konstitusi mewajibkan pemohon untuk memfotokopi permohonan dan alat bukti sebanyak 12 kali, jika diambil asumsi minimal bahwa rata-rata permohonan sebanyak 20 halaman maka yang dibutuhkan adalah Rp. 36.000,00 selain itu jika memiliki minimal 10 alat bukti (dengan asumsi hanya 1 lembar/alat bukti) maka diperlukan biaya leges Rp.110.000,00 yang masih harus di fotokopi 12 kali yang berarti biaya yang dibutuhkan untuk alat bukti adalah Rp.18.000,00. Total biaya yang diperlukan rakyat miskin untuk dapat mendaftarkan perkara ke Mahkamah Konstitusi adalah sebesar Rp. 164.000,00. Total biaya ini berarti telah menghabiskan sebesar 15,33% dari UMP Jakarta Tahun 2009. Hal ini belum termasuk jika pemohon hendak menghadirkan ahli yang tentu saja biaya transportasi ahli harus ditanggung oleh pemohon yang dengan memakai asumsi minimal 2 ahli dalam permohonan (@ Rp.300.000,00), maka Pemohon harus menanggung biaya transportasi sebesar Rp. 600.000,00. Hal ini masih pula menjadi berat ketika Pemohon, mengingat argumentasi konstitusional, maka sudah sewajarnya diwakili kepentingannya oleh seorang atau lebih kuasa hukum untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi.

Secara umum, biaya perkara yang dinyatakan gratis oleh Mahkamah Konstitusi adalah biaya pendaftaran perkara yang memang tidak dibebankan pada Pemohon (vide Pasal 6 ayat (7) Peraturan Mahkamah Konstitusi No 6/PMK/2005) tentang Pedoman Beracara Dalam Pengujian Undang Undang. Namun biaya yang jelas-jelas harus dikeluarkan oleh Pemohon, dalam hal ini adalah rakyat miskin, justru tidak mendapatkan perhatian penuh dari pembuat UU No 24/2003 dan oleh Mahkamah Konstitusi melalui PMK No 6/PMK/2005.

UU No 24/2003 memang tidak memberikan penjelasan yang cukup baik tentang bagaimana rakyat miskin dapat diberikan atau membuka seluas-luasnya akses terhadap keadilan di Mahkamah Konstitusi. Bahkan UU No 24/2003 juga tidak memberikan penjelasan bagaimana rakyat miskin dapat berperkara secara prodeo atau memperoleh bantuan hukum dalam rangka mempertahankan hak konstitusionalnya yang telah dilanggar karena berlakunya sebuah Undang-undang.

Tanpa penjelasan dan pengaturan yang baik tentang hak dari rakyat miskin untuk dapat menggapai akses terhadap keadilan dalam rangka mempertahankan hak konstitusionalnya di Mahkamah Konstitusi melalui peraturan perundang-undangan maka Negara dapat dinyatakan telah abai dalam memperhatikan kepentingan rakyat miskin untuk dapat mempertahankan hak konstitusionalnya.

Untuk itu perlu dipikirkan oleh Mahkamah Konstitusi agar rakyat miskin dapat memperoleh akses terhadap keadilan untuk dapat mempertahankan hak konstitusionalnya

Advertisement
4 comments
  1. amrie said:

    menurut saya, itu menjadi salah satu kewajiban organisasi advokat utk mengatur sistem pemberian bantuan hukum gratis bagi rakyat miskin, mas anggara.

    • anggara said:

      @amrie
      masalahnya PP Bantuan Hukum tidak mengatur hal yang saya sebutkan diatas

  2. kunderemp said:

    Gak mungkin yah, kalau dibuat sistem bila pemerintah / DPR kalah, mereka mengganti semua biaya (reimburse)?

    • anggara said:

      @kunderemp
      wah, kalau ada yang begitu sih yummy banget tuh mas

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: