Etika
Semalam saya mengalami mimpi yang cukup aneh dan saya berharap mimpi itu tidak menjadi nyata di kehidupan saya. Alkisah dalam mimpi tersebut, saya bertemu dengan seorang pengadil, mantan wakil rakyat, yang berkantor di sebuah gedung nan megah dan modern di bilangan Monas di sebuah acara yang diadakan oleh suatu lembaga negara.
Dalam mimpi tersebut saya merasa cukup tahu dengan pengadil itu, karena dalam mimpi tersebut sepertinya saya memiliki perkara di kantornya yang menunggu untuk diputus, setidaknya dua perkara sedang antri disana. Selepas rehat siang, masih dalam mimpi tersebut, saya memutuskan untuk menghindari pertemuan sejauh mungkin dengan sang pengadil tersebut. Hati kecil saya berkata, dalam mimpi itu, bahwa saya sebaiknya menjauh karena bisa dianggap tak etis jika saya terlihat berbincang dengan si pengadil itu
Ternyata, pertemuan itu tak bisa dihindari, si Pengadil itu mengenali saya dan kami berbincang cukup akrab. Beberapa hal sempat terlontar pertanyaan dari pengadil itu, seperti misalnya berapa lama saya sudah praktek dan masih adakah perkara saya yang tertunggu di Kantornya? Saya berupaya sejauh mungkin tidak menjawab secara detail kecuali pertanyaan soal praktek hukum namun ternyata si pengadil itu malah memilih berbincang dengan perkara yang sedang saya hadapi di kantornya.
Di mimpi itu, terlihat jelas bagaimana dia menguraikan pikiran – pikirannya terkait dengan perkara yang sedang saya ajukan dan dia juga mengutip dua keputusan yang telah diambil kantornya menyikapi pokok perkara yang sedang saya ajukan. Terus terang, dalam mimpi itu saya merasa risih, karena sejak saya bekerja, saya selalu terus menerus diajarkan untuk tidak berbincang – bincang dengan para pengadil jika saya sedang memiliki perkara. Lama – lama sayapun gerah, dan akhirnya saya berkata kepadanya “Tanpa mengurangi rasa hormat, rasa – rasanya lebih baik kita mengakhiri perbincangan kita, tentu saya menikmati setiap detik perbincangan ini, tapi etika saya dan etika anda jelas melarang kita berdua untuk memperbincangkan suatu perkara yang sudah diperiksa oleh kantor anda”. Tak lama setelah itu, di dalam mimpi itu, saya merasa bahwa raut muka pengadil itu menjadi masam dan tak lama ia meninggalkan saya, seraya pamit bahwa ia ada urusan lain yang lebih penting.
Dalam mimpi itu saya merasa resah, karena saya takut kemenangan saya diperoleh karena perbincangan itu. Tak lama sayapun terbangun dari tidur saya, bukan karena saya terkesima dengan mimpi itu, tapi lebih karena malaikat kecil saya sudah menjewer kuping saya untuk meminta sebotol susu hangat
wow si malaikat kecil meminta keadilan…
ternyata..hanya mimpi ya..
Berjalan di jalur yang benar memang musti banyak sabarnya 🙂 sabar ya pak.