Refleksi: 6 Tahun yang Tidak Mudah


Per 31 Desember 2016 kemarin, genap saya memimpin ICJR selama 6 tahun atau dua periode berturut turut. Perjalanan panjang yang tidak mudah serta dipenuhi beragam tantangan yang tidak kecil. Selama 3 tahun terakhir, saya memang lebih banyak diam dan mengamati perkembangan organisasi ini. Menjadi pengamat yang lebih banyak diam adalah suatu peran yang semestinya diperankan oleh seorang yang ditugasi menjadi sekedar simbol

ICJR didirikan pada 2007 dan berdiri sebagai Persekutuan Perdata, dan saya bukanlah salah seorang pendirinya. Persinggungan saya dengan organisasi ini bermula dari 2009 saat saya diminta untuk membuat situs bagi organisasi ini. Untuk urusan membuat situs yang tidak rumit, saya masih bisa melakukannya. Saya lalu membuatkan situs sederhana bagi organisasi ini dengan joomla dan lalu bermigrasi dan berganti ke wordpress. Suatu persinggungan yang sama sekali tidak penting dan non ideologis

Pada 2010, saya mulai intens terlibat dengan ICJR. Bermula dari permintaan untuk mengurusi organisasi ini agar kredibilitas organisasi ini dapat ditingkatkan. Pertama kali menerima permintaan tersebut, ICJR benar – benar organisasi yang kosong. Kosong dari sisi staf dan juga program. Saya memulai pekerjaan ini dari nol. Bersama beberapa orang, khususnya mas syahrial dan mas supi, kami berupaya menggeliatkan organisasi ini dengan cara sederhana yang bisa dilakukan saat ICJR berada dalam posisi terendah, yakni terlibat dalam penanganan perkara. Sejak saat itulah, kami menamakannya litigasi strategis untuk membedakannya dengan legal aid yang umumnya dikenal.

Melalui cara yang kami ketahui itu, nama ICJR mulai dikenal dan terdengar secara samar – samar. Memasuki 2011, ICJR mulai berbenah diri. Bersama – sama mas syahrial, mas supi, dan mas WW, kami mulai merancang AD untuk ICJR. Saat itu kami berempat menginginkan agar ICJR mengubah statutanya dan mulai menjadi organisasi yang terbuka dengan mengubah badan hukumnya menjadi Perkumpulan. Hasil Rancangan AD ini lalu dibawa ke Rapat Sekutu di 2011 dan usulan perubahan AD dan perubahan badan hukum ini disetujui. Saya yang tidak hadir dalam Rapat Sekutu itu malah didapuk untuk menjabat sebagai Ketua Badan Pengurus dengan tanggung jawab utama memperbaiki kinerja dari ICJR. Prosesnya memang berantakan, lagi – lagi dari nol. Karena itu tak ada dokumentasi resmi mengenai hal itu.  Bersama – sama dengan Mas Syahrial, Mas WW, dan Mas Supi, kami berempat ditunjuk menjadi Anggota Rapat Badan Pengurus. Sejak 2011 tersebut, ICJR memiliki 3 aktivitas utama untuk menjalankan mandatnya yaitu riset advokasi, training, dan juga litigasi strategis. Secara simultan, pekerjaan – pekerjaan yang dilakukan oleh ICJR berpedoman pada 3 aktivitas utama ini.

Pengaturan struktur di ICJR sedikit banyak meniru apa yang dilakukan AJI dengan membuat struktur Pengurus dan Eksekutif. Secara keseluruhan, struktur organisasi ICJR juga mirip Yayasan dimana ada Rapat Umum Anggota, Badan Pengawas, Badan Pengurus, dan Komite Eksekutif. Desain struktur ini dalam anggapan kami akan memudahkan kami bermanuver apabila suatu saat kondisi organisasi berada dalam titik kritis. Dan desain organisasi ini tetap dipertahankan sampai saat ini dengan fleksibilitas pembagian kewenangan antara Badan Pengurus dan Komite Eksekutif

Secara perlahan kami menata kembali dan mengembangkan organisasi ini. Secara bertahap, dominasi Badan Pengurus dalam kerja – kerja Komite Eksekutif juga mulai berkurang. Dalam 3 tahun pertama, pekerjaan paling besar dari Rapat Badan Pengurus adalah memastikan organisasi ini dapat belajar berjalan. Sementara 3 tahun kedua, pekerjaan paling besar dari Rapat Badan Pengurus adalah memastikan organisasi ini berjalan dengan baik dan dikelola secara lebih baik.

Tidak sedikit tantangan yang dihadapi. Namun kami berhasil mengatasi tantangan – tantangan tersebut. Sempat juga ada yang meragukan kemampuan ICJR untuk bertahan. Saat itu, saya cuma tersenyum dengan pernyataan tersebut. Nggak tanggung – tanggung, karena saat itu yang melontarkan keraguan adalah salah satu mitra kerja terbesar dari ICJR. Saya hanya menjawab sederhana, kami pernah mengelola krisis dan kami telah melakukan evaluasi terhadap pengelolaan krisis tersebut dan saya yakin kita akan bertemu lagi dengan situasi yang berbeda. Saya sadar jika sebuah organisasi non pemerintah, terutama yang kecil seperti ICJR, seringkali dihadapkan pada pertanyaan atas kemampuan organisasi untuk tetap bertahan. Nyatanya kami tetap bertahan dan berkembang menjadi salah satu organisasi advokasi dalam gerakan reformasi hukum di sektor pidana.

ICJR tetap Hdup dan Bertahan buat saya adalah prestasi besar. Mengingat situasi dan kondisi saat ini yang penuh ketidakpastian. Setidaknya selama 6 tahun diminta menjadi simbol, setidaknya ICJR selamat dari berbagai terjangan ombak ketidakpastian.

Di Januari 2017 ini, status saya sebagai simbol telah demisioner. Mestinya nanti akan ada orang lain yang dipilih untuk menjadi simbol bagi ICJR. Selama 6 bulan terakhir, saya sudah mempersiapkan diri untuk menjalani apa yang saya sebut MPP atau Masa Persiapan Pensiun. Bagaimanapun juga, memiliki status sebagai simbol sebenarnya memiliki berbagai keistimewaan tersendiri. Karena itu, mempersiapkan diri memasuki masa pensiun itu penting biar nggak kaget.

Saya enggan berspekulasi, siapakah yang akan dipilih sebagai simbol untuk ICJR. Tantangan kedepan juga jauh lebih banyak dan lebih besar. PR besar dari ICJR menurut saya adalah mempersiapkan lapis kedua yang akan memimpin organisasi ini di  –paling lambat– 2020. Melakukan “kaderisasi” bukan pekerjaan yang gampang dan menuntut organisasi ini memiliki perhatian tersendiri dalam isu ini. Bagaimanapun juga, diperlukan semangat – semangat muda yang lebih inovatif dan adaptif terhadap perkembangan dan perubahan jaman agar ICJR tetap terus dapat bertahan dan memberikan kontribusi terhadap pembaruan hukum di sektor pidana di Indonesia

1 comment
  1. Sulistyowati Budi said:

    Dengan hormat,
    Dengan ini saya ingin menyampaikan pengaduan dan memohon bantuan untuk mendapatkan keadilan atas kasus penyalahgunaan narkoba suami saya dan adik sepupux oleh penyidik unit 1 satreskoba Polrestabes surabaya, dengan kronologi kejadian sebagai berikut:
    Tgl 27/10/2016 jam12.05 siang suami saya,sepupu suami saya dan supir suami saya check out dari hotel santika pandegiling Surabaya,didepan lift saat nunggu lift beberapa polisi muncul dari belakang dan bilang ada laporan masyarakat kalau di kamar suami saya chekout tadi ada pesta narkoba,mereka digiring kembali ke kamar 316,dikamar ditemukan bukti botol kosong tanpa tutup,korek api normal bukan modifikasi,pipet glass yang isinya kosong hanya sdikit bercak kerak hitam bekas pembakaran sabu,suami saya mengakui bahwa memang mereka nyabu dengan sisa barang pahe*dari sana polisi mengetes urine mereka bertiga hasilnya positif semua,jam 19.30 mereka diajak keluar tuk nunjukan tempat ngambil barang tersebut,diperjalanan mereka diborgol,malam itu suami saya tunjukkan 3 tempat tapi polisi tidak menanggapi,orang yang menjual barangnya kepada suami saya juga tidak ditangkap,setelah itu mereka dibawa kembali ke kantor untuk penyidikan lebih lanjut,pada tgl pada tgl 31/10/2016 salah satu penyidik menyatakan kalau sopir suami saya akan langsung di rehabilitasi sedangkan suami saya dan sepupux disuruh tanda tangan BAP dan dijerat pasal 112 jo 132 uu no 35 thn 2009 ,saya merasa ada ketidak adilan dan penyaalahgunaan wewenang penyidik dalam menerapkan pasal dalam kasus yang dialami oleh suami saya dan sepupux ini,karena berdasarkan telegram rahasia kapolri no 865/X/2015 tentang Tim Asessment Terpadu dan berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung no 4 tahun 2010 tentang penempatan penyalahguna,korban penyalah guna dan pecandu narkoba kedalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, suami saya dan sepupunya tidak diajukan assessmebt ke BNN, dan anehnya dengan bb seperti itu jaksa tidak mengajukan assessment malah menyetujui untuk p21.
    Hari senin tg 06/02/2017 kmarin adalah sidang pembacaan surat dakwaan,dan penyidik polrestabes surabaya tidak menyertakan hasil tes urine sedangkan laporan hasil lab kandungan yg ada pada pipet kosong tersebut itu 0,002 padahal itu pipet itu hanya ada bercak hitam bekas pembakaran.
    Saya juga punya beberapa temuan tentang penyalahgunaan wewenang oleh penyidik Berdasarkan pengakuan supir suami saya yang sudah direhab dan tgl 30/01/2017 kmarin sudah bebas ada beberapa hal yang disampaikan kepada saya kemarin bahwa:
    * saat proses penyidikan supir suami saya dipukul sebanyak 3 kali oleh beberapa penyidik saat menjawab pertanyaan dari penyidik.
    * saat penyidikan ada oknum petugas yang bilang ke supir kalau mau diberi hukuman ringan bisa tapi harus bayar 150 juta.
    *Selama berada di panti rehabilitasi supir tersebut banyak mendapat pengakuan dari pasien yang direhabilitasi di panti tersebut bahwa mereka bisa direhabilitasi walaupun barang bukti jumlahnya banyak dengan membayar dulu kepada oknum penyidik dengan harga yang bervariasi ada yang 50 juta bahkan ada yang sampai 175juta juta,saya memang tidak mempunyai bukti tertulis soal hal tersebut tetapi itu nemang kenyataan yang terjadi di lapangan pak,
    Saat ini proses persidangan suami saya sdh memasuki sidang pemeriksaan terdakwa,Mhn untuk berkenan membantu permasalahan ini agar hakim memutuskan bebas / direhabilitasi pd suami saya dan adik sepupux,
    Apabila diperlukan saya mempunyai salinan BAP kasus suami saya ini.
    atas bantuanx saya sampaikan terima kasih.

Leave a comment