Kemerdekaan Pers dan Pencemaran Nama Baik


Pengantar
 
Jatuhnya pemerintahan Soeharto pada 1998 menandai awal transisi demokrasi di Indonesia. Peristiwa tersebut juga diikuti oleh berbagai reformasi kebijakan di semua aspek, termasuk pers

Salah satu hal penting yang patut dicatat dalam bidang pers adalah dicabutnya peraturan Menteri Penerangan tentang Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dan dicabutnya hak istimewa Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai wadah tunggal organisasi wartawan, dan puncaknya adalah kelahiran UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dan diadopsinya perlindungan atas kebebasan berekspresi melalui Perubahan II UUD 1945.

Perubahan-perubahan penting ini tentunya telah membawa harapan yang tinggi akan perubahan kehidupan pers yang lebih baik. Akan tetapi pada saat yang sama juga muncul berbagai tuntutan dan/atau gugatan hukum terhadap jurnalis dengan menggunakan berbagai ketentuan hukum yang berlaku termasuk pasal-pasal pencemaran nama baik.

Pada umumnya tuntutan hukum melalui proses pemidanaan terhadap jurnalis menggunakan ketentuan pencemaran nama baik dalam KUHP yang diatur dalam Bab XVI tentang Penghinaan yang terdiri dari pasal 310 – 321.

Dalam sejarahnya aturan tentang pencemaran nama baik dipakai untuk melindungi kekuasan dari kritik atau kontrol masyarakat. Ketentuan tersebut selanjutnya dipakai untuk mengatur fitnah atau pencemaran nama baik yang melibatkan individu.

Dalam suatu negara hukum yang demokratis, berbentuk republik, dan berkedaulatan rakyat serta menjunjung tinggi hak asasi manusia seperti Indonesia, maka penggunaan pasal-pasal pencemaran nama baik akan menghambat proses demokrasi, mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran serta pendapat, menghambat kebebasan akan informasi. Penggunaan pasal-pasal pencemaran nama baik juga akan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum karena amat tergantung pada tafsir apakah suatu protes, pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan.   

Pencemaran Nama Baik Dalam KUHP dan RKUHP

 

KUHP

Bab XVI

Penghinaan

R KUHP

Bab XVIII

Tindak Pidana Penghinaan

Pasal

Tindak Pidana

Pasal

Tindak Pidana

310

Pencemaran

531

Pencemaran

311

Fitnah

532

Fitnah

315

Penghinaan ringan

534

Penghinaan Ringan

317

Pengaduan Fitnah

536

Pengaduan Fitnah

318

Persangkaan Palsu

537

Persangkaan Palsu

320

Pencemaran Nama Baik Orang Mati

539

Pencemaran Nama Baik Orang Mati

321

Pencemaran Nama Baik Orang Mati Dengan Tulisan Atau Gambar

540

Pencemaran Nama Baik Orang Mati Dengan Tulisan Atau Gambar

 

Pencemaran Nama Baik, Hak Jawab, dan Kemerdekaan Pers

 
Pencemaran nama baik dalam KUHP ataupun R KUHP masuk kedalam delik formil yang artinya tidak memerlukan adanya akibat dari tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka/terdakwa. Ketentuan ini hanya memerlukan apakah unsur-unsur delik ini sudah sempurna dilakukan oleh tersangka/terdakwa

Kemerdekaan pers merupakan conditio sine qua non bagi terwujudnya demokrasi dan Negara berdasar atas hukum, maka tindakan hukum yang diambil terhadap pers yang menyimpang tidak boleh membahayakan sendi-sendi demokrasi dan negara berdasarkan hukum

Instrumen hak jawab merupakan keseimbangan antara kemestian pers bebas dan upaya perlindungan kepentingan individu dari pemberitaan pers yang keliru

Penggunaan hak jawab, kewajiban hak jawab, dan hak koreksi sebagai prosedur yang harus dilalui sebelum pers diminta pertanggungjawaban hukum dalam hal terjadi adanya dugaan perbuatan melanggar hukum

Jika hak jawab tersebut tidak digunakan, maka pemberitaan yang dilakukan oleh pers mengandung kebenaran atau paling tidak mempunyai nilai estimasi karena sudah dianggap memenuhi batas minimal investigasi reporting yaitu mencari, menemukan, dan menyelidiki sumber berita, sehinga paling tidak sudah terpenuhi pemberitaan yang konfirmatif.

Unsur melawan hukum dalam KUHP dan/atau RKUHP tidak bisa hanya dilihat dari sudut pandang ketentuan KUHP dan/atau RKUHP sementara tindakan yang dilakukan oleh wartawan dilakukan berdasarkan UU Pers oleh karena itu tindakan penghukuman dalam bentuk pemidanaan tidak mengandung upaya penguatan pers bebas dan malah membahayakan pers bebas oleh karena itu tata cara yang diatur dalam UU Pers harus didahulukan daripada ketentuan hukum yang lain.

Proses pemidanaan dengan menggunakan pasal pencemaran nama baik tentunya akan berlawanan dengan semangat kemerdekaan pers dan sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman serta bisa menghalangi kebebasan seseorang dalam mengekspresikan pendapatnya.

Oleh karena itu sangat penting untuk tidak mencantumkan pemidanaan dengan menggunakan ketentuan pencemaran nama baik dalam R KUHP dan membiarkan para pihak memakai proses perdata sebagaimana  telah diatur oleh UU No 40 Tahun 1999 dan juga Pasal 1365 BW serta Pasal 1372 BW.

Kalaupun masih diperlukan adanya pemidanaan melalui ketentuan pencemaran nama baik, maka ketentuan pencemaran nama baik harus dengan rumusan yang jelas serta ada akibat dan/atau kerugian yang nyata dan secara langsung diderita dari orang yang merasa dicemarkan nama baiknya

2 comments
  1. bayu said:

    Saya fitnah orang pakai media konsumen dan blog djship.wordprees.com … puasssss sekuali … topsss buanget

Leave a comment