Organisasi Advokat Suram, Negara Hukum Suram
Kekisruhan di tubuh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) membawa dampak pula di Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Dengan dimotori IKADIN versi Teguh Samudra dan didukung tiga organisasi advokat (IPHI, HAPI, dan APSI), Teguh Samudra menyatakan bahwa talak tiga terhadap keberadaan PERADI. Teguh Samudra juga mendeklarasikan Forum Advokat Indonesia yang segera akan menyelenggarakan Munas Advokat Indonesia.
Perpecahan ini tentu tidak akan membawa konsekuensi hukum, namun tentu dampak politiknya sangat besar. Seingat saya ada beberapa gugatan hukum dan politik yang dilancarkan terhadap PERADI. Gugatan hukum dilakukan oleh Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) yang berbasis di Lampung dan juga oleh sekelompok peserta ujian profesi advokat yang tidak lulus melalui mekanisme gugatan perwakilan kelompok. Gugatan politis dilakukan oleh seorang Adnan B Nasution, advokat senior, yang menggugat keberadaan PERADI melalui surat terbukanya.
Kenapa tidak membawa konsekuensi hukum? Pertama, karena Mahkamah Konstitusi melalui putusannya dalam uji materi terhadap UU Advokat telah menyatakan PERADI sebagai lembaga negara yang independen. Kedua dengan penerbitan Kartu Tanda Pengenal Advokat, maka seluruh advokat Indonesia tentunya secara langsung mengakui keberadaan PERADI, termasuk mereka yang mendirikan Forum Advokat Indonesia dan juga Adnan B Nasution. Ketiga, dengan berbagai pelantikan yang dilakukan oleh setidaknya tiga Pengadilam Tinggi (Jawa Timur, Pekan Baru, dan Jakarta) dan juga dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) terkait dengan aktivitas PERADI. Ketiga hal ini, sudah cukup membuktikan keberadaan PERADI yang diterima sebagai organisasi advokat tunggal yang berhak menjalankan berbagai fungsi yang diatur melalui UU Advokat.
Secara politis, tentu berat, Teguh Samudra dkk, tentunya didukung oleh beberapa advokat senior. Menurut analisa sementara saya, deklarasi Forum Advokat Indonesia, sepertinya didukung oleh salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Nah rasanya koq lucu, setelah duduk jadi pengurus di PERADI kan kemudian menggugat keberadaan PERADI dengan mendirikan organisasi tandingan dan hendak menyelenggarakan Munas. Menurutku, agak nggak logis jalan berpikirnya.
Nah, kalau advokat saja berantem, bagaimana dengan menyelenggarakan negara hukum, tentu jadi omong kosong semuanya. Kenapa kalau tidak puas tidak menempuh upaya hukum dan bukan malah menempuh upaya politik? Upaya yang dilakukan peserta ujian advokat yang tidak lulus dengan menggugat keberadaan PERADI melalui pengadilan tentu jauh lebih terhormat daripada melakukan upaya politik.
Lalu solusinya, ya lebih baik nge-blog he…he…he….
Advokat yang orang hukum tidak menempuh jalur hukum? Yah, maklumi aja deh kang! Namanya juga manusia, meskipun ini mungkin sebuah preseden yg tidak baik! Namun mudah2an kita dapat mencerna mana sesuatu yg baik dan buruk, meskipun preseden itu dilakukan oleh orang2 yg katanya ‘kompeten’. Saya juga punya contoh kang, saya ada teman chatting juga, seorang psikolog wanita, dari universitas Johns Hopkins di Baltimore, Maryland. Nah, dia sering menawarkan gratis konsultasi psikologis online, dia juga pernah mengatakan pada saya bahwa banyak sekali orang2 yang kecanduan chatting biasanya punya ‘masalah’ dalam kehidupannya baik itu secara seksual, sifat ataupun menyangkut badan secara fisik, dll. Nah, anehnya si psikolog teman online saya ini juga mengakui kalau dia mempunyai masalah, dia mengatakan bahwa dia orangnya minder karena ia bertubuh sangat gemuk dan berwajah jelek! Untuk itu ia hanya ‘berani’ bergaul dengan cowok2 lewat internet! Aneh ya! Psikolog kok nggak bisa mengatasi masalah ‘kelainan’nya sendiri?? Ternyata menasihati orang jauh lebih gampang daripada menasihati diri sendiri ya kang??
@kang yari
bener kang, memang susah menerimanya secara logis, namun apa mau dikata, sebaiknya sih menggunakan jalur hukum kalau nggak senang dan bukan malah mendirikan organisasi tandingan. Organisasi tandingan itu tentu nggak ada masalah sepanjang nggak memakai nama yang sama dengan yang sudah ada.
Kalo dah ngomong hukum, kagak ngarti aye. Kulo mboten ngertos. Kadit itreng
@NuDe
nggak ngerti ya mboten menopo-menopo
lho mas , ntu khan surat terbuka ABN pada desember 2005 , trus kelanjutannya perjuangannya ABN gmana ? bukankah PERADI tetap dipimpin oleh otto hasibuan beserta perangkat2 yang dipilih th 2004. berarti gagal dunk usahanya ABN , mang sekarang masih berkoar koar abang kita itu ?
Kalo udah ngomongin hukum, jidat gw jadi berkerut – kerut, neh.
@Majalah “Dewa-Dewi”
jangan berkerut dong, masak Majalah berkerut, nggak enak nanti dibacanya
@dhana
itu memang surat lama, ditunjukkan hanya untuk mempermudah konteks dan analisisnya. Nggak tahu deh, sepertinya mungkin masih bergerilya
Mendidik masyarakat tentang rule of law memang tidak mudah. Hal yang demikian akibat kesadaran hukum masyarakat kita yang tidak sama tingkatan dan persepsinya sebagai ciri khas masyarakat majemuk. Tetapi justru menjadi tantangan organisasi advokat dan para anggotanya untuk mengemban tugas mulia (officium nobile). Ini harus dimulai proses penerimaan advokat.Saat ini setahu saya untuk menjadi advokat harus mengikuti pendidikan selama 3 bulan kemudian diseleski melalui ujian.Bagaimana kalau proses penerimaan advokat disamakan dengan notaris, kuliah lagi 2 tahun kemudian magang 2 tahun baru boleh menjadi advokat namun tidak melalui ujian lagi, wkt 4 tahun cukup kok jadi ujian bagi para calon.Satu lagi umurnya dibatasi dong, sampai 60 tahunlah..
@fia
terima kasih ata komentarnya
tulisannya “nanggung” mas, lagi asyik2 baca, tau2 udah abis 🙂
wah…Kewaskitaan mas @nggara ini dahsyat..luaaaarrrr biasa…:)
DIbuat berseri aza mas, biar ndak “nanggung” seperti kata mas amrie…hee ^^
@amrie
namanya juga pendapat he…he…he…
@nur
biasa aja ah
nambahin aja (biar mas amrie gerah :-D) …. aktivitas PERADI lama-lama kayaknya tidak mencerminkan lagi sebagai organisasi tunggal para advokat … ini bisa dilihat dengan giatnya saat ini PERADI untuk membuka kantor perwakilannya didaerah-daerah …. ini khan lucu, lha wong organisasi advokat yang ada belum disatukan benar-benar jadi satu tapi sudah buka cabang … ngapain ?
@wahyu
memangnya IPHI sudah mencerminkan aktivitas organisasi advokat?
memang untuk medapatkan produk hukum yang baik arawal dari perbedaan-peredaan yang di persatukan sehingga menjadi kesatuan yang sempurna
saya yakin otto hasibuan dan para advokat yang dilantik sebelum UU Advokat kalo menempuh ujian advokat pasti ada yang gk lulus..kalau bisa mudah kenapa mesti dipersulit..!!!??ngapain mesti ribut yang penting nyari rejeki yang halal dan survive. that’s all
@wira
terima kasih atas pendapatnya