Status Pekerja Kontrak di LSM (Ornop)


Kasus di YLBHI tentang pekerja kontrak menarik untuk dicermati, sebagai orang yang pernah bekerja di lingkungan YLBHI, tentu kasus ini menarik dibahas untukku sendiri.

Sebagai gambaran, YLBHI termasuk salah satu ornop yang melakukan advokasi di ranah akar rumput selain melakukan advokasi kebijakan di level nasional. Selama ini YLBHI selalu menentang pemberlakuan status pekerja kontrak dan juga upah murah. Namun sangat ironis, bagiku, karena sejak lama YLBHI (meski aku nggak tahu sejak kapan) sudah memberlakukan status pekerja kontrak dan juga upah murah bagi para pembela umum dan juga staf pendukungnya.

Namun, para aktivisnya selalu menekankan ideologi yang kemudian membenarkan seluruh tindakan melawan hokum yang sudah diterapkan oleh para pimpinan YLBHI dan ke-15 kantor cabangnya di seluruh Indonesia.

Hanya memang, status kontrak ini berlaku secara terus menerus kalau di kantor cabang artinya sepanjang pimpinan dan para staffnya tidak bermasalah dengan itu, kontrak mereka akan diperpanjang secara otomatis dan hamper tidak pernah ada pembaruan kontrak kerja. Soal di YLBHI-nya (kantor pusat) sendiri aku nggak tahu, bagaimana status perpanjangan para pekerja dan aktivisnya.

Kejadian seperti ini tidak hanya terjadi di YLBHI, tetapi juga terjadi di berbagai ornop lainnya seperti (mungkin) Kontras, AJI, PBHI, KRHN, KPA, Walhi, dll. Biasanya tindakan itu dibernarkan melalui selubung ideologi yang menyesatkan, seperti karena bekerja untuk rakyat, maka tidak sepantasnya untuk mementingkan urusan kesejahteraan dll. Parahnya lagi sudah kontrak dan upah murah tidak ada asuransi kesehatan lagi. Ini berlaku juga bagi ornop yang kaya (tapi selalu ngaku miskin) dan secara terang-terangan melakukan perbuatan melawan hukum atas nama ideologi (sesat) tadi.

Ya, itulah dunia LSM….

6 comments
  1. kasus seperti ini bukan cuma terjadi di LSM yg gede coi. di LSM daerah pun demikian. baiasanya sih dikontrak per program. jadi kativis yg dikontrak tidak menjadi staf organik, tapi hanya dalam periode tertentu.

  2. anggara said:

    @miswar
    gimana yang dikontrak juga menjadi staf organik?

  3. soulofdistortion said:

    Angga, sulit sekali ya. Tampaknya orang yang bekerja di NGO dan berlabel aktivis, bukan bagian dari “rakyat”, sehingga idiom yang selalu digunakan adalah ” bekerja untuk rakyat”. Menurutku ini kebodohan yang dilanggengkan. Demokrasi hanya akan berdiri, jika setiap entitas manusia mampu mandiri, dan menjadi pilar penyangga civil society. Whatever it is, whatever it takes, saya sendiri enggan untuk membodohi diri saya sendiri. Harus ada benefit yang bisa diambil, entah material ataupun immaterial. NGO, adalah satu tapak, tapak selanjutnya adalah membangun diri sendiri, untuk kemudian membangun peradaban (baru). Saya gak ngerti saya ngomong apa. Tapi saya hopeless dengan ‘movement’. The thing is, saya mau membangun diri saya sendiri….menguatkan lengan dan bahu saya…

  4. anggara said:

    @esti
    ya, nggak tahulah menurutku sih ada yang keliru dalam cara berpikir teman-teman itu. Mudah-mudahan sukses kamu ti 🙂

  5. meong said:

    Saya termasuk pegawai kontrak di NGO International (USA). Sejauh yang saya rasakan, dari segi materi kita dihargai sangat bagus, tergantung pada skills dan bargaining kita di awal kontrak. Jadi, mari kita kembalikan pada diri kita masing-masing, kalo memang tidak mau, jangan tanda tangani kontrak. Ketika kita sudah tanda tangan kontrak kemudian kita mengeluh segala macam, itu namanya muaanafikkkkkkkk.

    Kalo kita diperlakukan tidak sesuai dengan kontrak (semena-mena) baru kita protes…. jadi bacalah dulu draft kontrak yang disodorkan dengan seteliti mungkin biar tidak merasa rugi gitu lho..

  6. anggara said:

    @meong
    ya beda ya, antara yang USA dengan yang di dalam negeri

Leave a comment