Pernyataan Sikap AJI soal Pengadilan Bersihar Lubis
Bersihar Lubis, penulis kolom di Koran Tempo, diadili dengan tuduhan menghina institusi Kejaksaan Agung. Dia dijerat dengan pasal 207 dan Pasal 316 jo Pasal 310 KUHP tentang tindak kejahatan terhadap penguasa umum. Saat ini, perkaranya sedang diperiksa di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat.
Pengadilan ini berawal dari tulisannya di kolom pendapat Koran Tempo, edisi 17 Maret 2007. Tulisan berjudul “Kisah Interogator yang Dungu” itu mengkritik pelarangan buku sejarah sekolah menengah oleh Kejaksaan Agung. Bersihar mengaitkan pelarangan buku itu dengan kisah pelarangan dua novel Pramoedya Ananta Toer pada 1981, Bumi Manusia dan Anak Segala Bangsa, juga oleh Kejaksaan Agung.
Bersihar mengutip kata “dungu” dari pernyataan Joesoef Isak, penerbit novel Pram, di Hari Sastra Indonesia di Paris, Oktober 2004 lalu. Joesoef, saat diperiksa interogator Kejaksaan Agung pada tahun 1981, menuturkan, mulanya ia meminta supaya Kejaksaan menggelar simposium ahli untuk membicarakan secara obyektif karya-karya Pram. Permintaan itu ditolak dengan alasan interrogator lebih paham dari siapapun bahwa Bumi Manusia dan Anak Segala Bangsa adalah karya sastra Marxis.
Joesoef juga meminta Kejaksaan menunjukkan baris-baris mana yang memperlihatkan adanya teori Marxis dalam novel tersebut. Tapi, pejabat kejaksaan tidak bisa mengidentifikasinya. Itulah yang membuat Joesoef mengucapkan “kata dungu” di Hari Sastra Indonesia tersebut.
Kebebasan berpendapat di Indonesia dilindungi oleh Pasal 28 E dan Pasal 28 F Perubahan II UUD 1945. Selain itu, kebebasan berpendapat juga dilindungi oleh Undang Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan juga Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang Undang No, 12 tahun 2005. Selain itu, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No 013-022/PUU-IV/2006, semangat dari ketentuan tindak pidana kejahatan terhadap penguasa umum harus memerlukan penyesuaian sejalan dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi terkait pasal 134, pasal 136 bis, dan pasal 137 KUHP. Karena penerapan dari Pasal 207 KUHP akan sama dengan pasal 134, 136 bis, dan 137 tentang penghinaan kepada presiden dan atau Wakil Presiden yaitu berpeluang menimbulkan ketidak pastian hukum karena rentan terhadap tafsir apakah suatu protes, pernyataan pendapat, dan pikiran merupakan kritik atau penghinaan dan berpeluang menghambat hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan, tulisan, dan ekspresi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai proses pemidanaan terhadap kolumnis Bersihar Lubis telah mencederai semangat demokrasi dan prinsip-prinsip negara hukum yang melindungi hak asasi manusia. AJI berpendapat, pejabat atau penyelenggara negara seharusnya lebih toleran terhadap kritik, apalagi kritik yang disampaikan melalui Media. Tindak pemidanaan semacam ini akan menimbulkan gangguan yang serius terhadap kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dan juga kemerdekaan pers.
Melalui surat ini, AJI Indonesia menyatakan sikap:
- Menolak dan mengecam proses pemidanaan terhadap Bersihar Lubis dan memberikan dukungan sepenuhnya terhadap Bersihar Lubis dalam menghadapi pengadilan atas kasus ini.
- Meminta Pengadilan Negeri Depok menyatakan Bersihar Lubis dibebaskan dari segala tuntutan hukum atau setidak-tidaknya lepas dari tuntutan hukum
- Meminta agar pemerintah dan DPR segera melakukan pembaharuan hukum pidana yang lebih menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia
Jakarta, 5 Desember 2007
Heru Hendratmoko
Ketua Umum
Eko Maryadi
Koord. Divisi Advokasi