Tolak Pemenjaraan Terhadap Jurnalis
Risang Bima Wijaya, wartawan dan mantan Pemimpin Umum Harian Radar Yogya, Minggu (9/12) pukul 22.20 WIB ditangkap aparat Kepolisian Resort Bangkalan Madura. Setelah ditahan semalam, Senin (10/12), Risang dijemput paksa oleh aparat Kejaksaan Negeri Sleman dan membawa jurnalis itu ke Yogyakarta.
Risang Bima Wijaya adalah terpidana kasus pencemaran nama baik terhadap Sumadi M. Wonohito Direktur Utama Harian Kedaulatan Rakyat (KR) Yogyakarta. Kasus ini bermula dari laporan Risang dalam Harian Radar Yogya edisi Mei 2002 tentang kasus dugaan pelecehan seksual oleh Sumadi terhadap seorang karyawati Harian KR. Sumber informasi kasus itu berasal dari laporan korban kepada polisi dan pengungkapan korban dalam sebuah konferensi pers. Berita laporan korban kepada polisi itu dimuat di berbagai media seperti Tabloid Adil, Tabloid Nyata, juga Harian Radar Yogya (grup Jawa Pos). Harian pimpinan Risang Bima Wijaya ini juga melengkapi laporan jurnalistiknya tentang perkembangan kasus hukum, memuat karikatur, serta memuat artikel lepas.
Sumadi M Wonohito rupanya tidak senang dengan laporan Harian Radar Yogya dan mengadukan Risang Bima Wijaya ke polisi dengan pasal pencemaran nama baik.
Pada 22 Desember 2004, Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Yogyakarta, memutus bersalah dan memvonis Risang Bima dengan hukuman 9 bulan penjara. Putusan ini dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta, hingga putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukum Risang Bima Wijaya dengan penjara 6 bulan.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) prihatin atas penangkapan Risang Bima Wijaya oleh Kepolisian Resor Bangkalan tanpa surat resmi. AJI juga mempertanyakan “kengototan” Kejaksaan Negeri Sleman mengejar-ngejar Risang pada saat banyak kasus penting lain harus ditangani. AJI menduga tindakan aparat Kejaksaan Negeri Sleman terhadap Risang merupakan “pesanan khusus” dari pelapor, Sumadi M Wonohito. Padahal, kasus Risang Bima versus Wonohito ini sepenuhnya masalah sengketa pemberitaan yang bisa diselesaikan melalui mekanisme hak jawab dan mediasi Dewan Pers.
Kasus penahanan Risang terkait sengketa pemberitaan ini menjadi ironi di tengah peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) 10 Desember. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia memandang upaya pemidanaan dan pemenjaraan jurnalis bertentangan dengan prinsip umum HAM yang telah diadopsi dalam sistem hukum Indonesia
Melalui surat ini. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan sikap :
-
Mengecam penangkapan oleh aparat Polres Bangkalan, yang diikuti penahanan Risang Bima Wijaya oleh Kejaksaan Negeri Sleman Yogyakarta
-
Menolak kriminalisasi (pemidanaan) terhadap pers serta pemenjaraan terhadap jurnalis oleh negara dan aparaturnya. Kriminalisasi terhadap pers merupakan ancaman serius terhadap kebebasan pers. Sedangkan pemenjaraan terhadap jurnalis harus dikecam karena itu mencirikan negara yang otoriter dan tidak demokratis. Kriminalisasi berita pers dan pemenjaraan jurnalis pada akhirnya merampas hak informasi publik yang telah dijamin Konstitusi.
-
Menyerukan semua pihak agar mengutamakan mekanisme Hak Jawab saat menghadapi sengketa pemberitaan pers seperti diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, sebelum menempuh jalur hukum (KUHP) yang berpotensi memidanakan pers dan jurnalis. AJI mengajak Dewan Pers dan komunitas pers di Indonesia untuk melawan kriminalisasi pers dan pemenjaraan jurnalis.
Jakarta, 10 Desember 2007.
Aliansi Jurnalis Independen
Heru Hendratmoko
Ketua Umum
Eko Maryadi
Koordinator Div Advokasi
Aduh, Pak, lagi2 sebuah pengekangan terjadi di negeri ini. Agaknya para aparat negara harus membiasakan diri untuk berani dikritik. Bukankah pers memang berfungsi sebagai media kontrol? Kalau fungsi itu dihilangkan, lantas gimana tuh Pak peran pers? Apa dibiarkan saja seperti sapi ompong?
Pada saat mengikrarkan sumpah jabatan, berani dikritik agaknya perlu dijadikan sebagai salah satu klausul-nya agar kelak setelah jadi pejabat tidak alergi terhadap kritik. Gimana menurut Pak Anggara?
Akhirnya….
Bingung mana yg bener mana yg salah, abis belum tahu masalah yg sebenernya. Jadinya daripada misjudgement mendingan netral2 aja deh. Tetapi bukannya kalau nama kita merasa tercemar kita berhak ‘ngadu’ ke polisi??? 😀
to all
no comment deh, akan tetapi memang kalau pejabat sudah alergi kritik ya susah deh, tapi kasus ini menyangkut sesama insan pers koq