Mungkinkah Ada Hak Jawab Atas Editorial?
Ada kasus yang menarik, Pak Yusril memprotes editorial yang di tulis oleh Koran Tempo dan Media Indonesia terkait dengan beliau.
Hal yang menarik menurut saya, Pak Yusril tidak melakukan upaya hukum tetapi malah melakukan counter wacana melalui blog beliau di postingan ini. Tulisan tersebut sebenarnya merupakan hak jawab dari Pak Yusril atas Editorial Koran Tempo dan Editorial Media Indonesia yang dianggap telah merugikan kedudukan dari Pak Yusril. Saya nggak tahu apakah hak jawab dalam ilmu jurnalisme juga bisa digunakan untuk editorial dari suatu media massa.
Akan tetapi kalau melihat UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers maka Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya (vide Pasal 1 angka 11 UU 40/1999). Dan bila ada keberatan dari orang yang diberitakan maka Pers wajib melayani hak jawab (vide Pasal 5 ayat 2 UU No 40/1999). Hak jawab menurut UU 40/1999 adalah sarana kontrol masyarakat agar pers bisa bertindak professional dan terbuka.
Artinya dari sisi hukum, tentu bisa menggunakan hak jawab untuk editorial sebuah media massa dan alangkah bijak bagi kedua media tersebut jika tidak menempatkan hak jawab tersebut dalam Surat Pembaca
Kalau melihat situasinya, wajar saja Pak Yusril mempergunakan hak jawab jika beliau memang nyatanya dirugikan. Siapa saja bisa memakai hak tersebut asal masih dalam batas-batas yang wajar.
Bukannya harusnya ada hak jawab? Kalau saya perhatikan, memang seringnya komentar atau hak jawab untuk menanggapi pemberitaan selalu ditempatkan pada surat pembaca…
Persoalan apakah mau menggunakan hak jawab atau tidak, tergantung individunya…mungkin pak Yusril agak males aja karena bisa membuat polemik, yang ujung-ujungnya beliau dirugikan, dan akhirnya ditulis di blog.
Dalam hal ini seharusnya media, memfasilitasi hak jawab, dan membuat pemberitaan seimbang.
kalo menurut saya pak anggara *halah sok tahu* apa yang dilakukan pak yusril dengan mengemukakan hak jawabnya di blog kok lebih elegan dan layak diacungi jempol ketimbang nggruduk tiba2 di kantro redaksi dengan membawa preman2 bayaran.
@streetpunk
terima kasih untuk komentarnya
@edratna
itu dia, saya selalu menentang kalau hak jawab itu ditempatkan pada surat pembaca
@sawali
betul pak
wahhh,, trimakasihhh,, bisa dikupas lebih dalam gak tentang hak jawab?? *kedip2 merayu* soalnya saya lagi pengen belajar tentang itu,,
ini hal menarik jika seorang figur masyarakat memiliki wahana komunikasi kepada publik luas. tanpa repot-repot harus nggruduk (seperti yang diungkap pak guru sawali). cukup membalas argumen melalui blog/situsnya sendiri.
justru komunikasi yang terjadi akan memunculkan lebih banyak wacana, memperkaya sumber informasi multi-arah. dengan begitu publik mendapatkan hak informasi dari lebih banyak sisi. lebih transparan.
mungkin ibu mega (yang suka diam) bisa punya blog sehingga lebih proaktif berbicara kepada publiknya. ini hanya contoh semata.
@asti
ada banyak tulisan di blog ini tentang hak jawab
@pak hery
masalahnya kalau itu di bahas di editorial sebuah media, pembaca yang tidak mengakses internet tentu tidak bisa memahami dengan baik duduk persoalannya jika hanya di tampilkan di blog pak
diarsip yang mana ya??
*lagi nguprekin blog nya*
@asti
dah ketemu belum?
wahhh,, blum ktemu juga,, mana?? Mana??
@asti
coba cari di bagian archieves yaa