Hari Kartini
Kemarin pagi sempat mendengarkan siaran radio yang dipandu oleh Puteri Suhendro dan Rafiq yang membicarakan tentang Hari Kartini. Namun, menurutku ada yang aneh disana, kenapa kebaya jadi permasalahan yaa? Menurut Rafiq, kebaya adalah lambang dari ketidakbebasan kaum perempuan Indonesia. Menurutku ada kesalahan berpikir disini, kenapa?
Dalam pandanganku, tidak ada hubungan ideologis antara pakaian kebaya dengan ketidakbebasan kaum perempuan? Malah saran saya, kalau bisa perempuan di Indonesia bisa meniru kaum perempuan di India, Pakistan, dan Bangladesh. Meski kaum perempuan disana menggunakan pakaian tradisional, bukan berarti mereka tidak bebas, malah ada kebanggaan nasional disana.
Tapi saya yakin, jika kaum perempuan di suatu daerah di Indonesia bangga menggunakan pakaian tradisionalnya di manapun di Indonesia, bisa-bisa ada sekelompok orang yang mengganggapnya telah melanggar kesusilaan.
bener juga, mas. kebanggaan tradisi(onal) vis a vis norma kesusilaan. sepertinya, budaya perlu dilihat dari kacamata budaya juga sehingga satu pihak tidak mudah mencap (identitas) budaya tertentu tidak sesuai dgn norma kesusilaan atau lebih terbelakang dari budaya lain.
Saya juga bingung kalau memakai kebaya dianggap oleh sebagian orang sebagai “lambang dari ketidakbebasan kaum perempuan Indonesia”. tapi mas, mungkin topik itu diangkat dengan tujuan iseng-iseng aja sama si penyiar, sekadar mencari bahan obrolan yang “agak-agak” berbobot di hari kartini…
Mari-mari kita galakkan kembali pakaian tradisional.
*kukut-kukut untuk pindah ke Bali secara di sana perempuannya hanya pakai kain mulai dari perut ke bawah dan bagian dada dibiarkan terbuka apa adanya*
Aneh juga…kenapa bukan ide Kartini yang memberdayakan kaum perempuan yang dikedepankan ya? Agar bisa mendapat pendidikan, dan merawat anak dan keluarganya dengan baik.
Kebaya atau pakaian tradisional, zaman sekarang kan bisa dimodifikasi (maksudnya bisa tinggal pake ritsluiting)….bisa pakai lari, dan tak ada masalah apapun.
dah lama gak maen ke sini… 😀
selamat hari kartini, pak *ups! bukannya ita yg selaku wanita yg merayakan* 😛
jaman skrg byk wanita Indonesia yg lebih bangga pake pakaian luar negeri yg katanya mengikuti tren mode. tapi tidak sedikit juga yang bangga pergi menggunakan pakaian tradisional 🙂
Kebaya itu cantik, biarpun saya nggak comfort memakainya karena seperti bukan saya, tapi saya ingin suatu ketika saat mengenakannya bisa mengatakan ini saya.
Sekali lagi saya setuju dengan pendapat Pak Anggara (isone setuju thok ki :D) ttg tak ada hubungan ideologis antara kebaya dengan kebebasan. Kalo penyiar radionya sampe pd kesimpulan itu, mungkin krn selama ini kita “terlalu” senang dg simbolisasi. Keberhasilan perjuangan Kartini “hanya” dihitung dari munculnya simbol2 perempuan Indonesia yang bisa jadi supir bus, berapa kursi DPR yg diduduki wakil perempuan, perempuan yg bisa jadi Presiden, dll. Sementara di sisi lain msh sering kita dengar berita ttg pelecehan wanita, perkosaan, perempuan korban KDRT, dll yg intinya perempuan mjd objek. Menurut saya kok Kartini akan lebih bangga bila hasil perjuangannya diukur sampai dimana kita bisa menciptakan suatu lingkungan in which semua perempuan bangsa kita bisa mengembangkan diri dan potensinya semaksimal mungkin shg tidak lagi menjadi objek. Dan karena lingkungan ini ga mungkin perempuan thok, dan objek biasanya punya subjek (ngelantur nih), ya lelakinya jg hrs mendukung lingkungan dengan perilaku yg penuh empati kepada perempuan. Mohon dikoreksi kl saya salah
selamat hari kartini 🙂
@amrie
saya yakin, pasti akan terjadi tabrakan norma antara tradisi dengan norma kesusilaan, yang buat repot seringkali pengadilan juga takut membuat tafsirnya sendiri. sepertinya sih enggak tuh, enggak mungkin iseng, lah dibahasnya serius banget
@kang kombor
no comment deh kang 😀
@edratna
wah saya juga nggak tahu bu, tapi memang pakaian tradisional sekarang sudah banyak modifikasinya
@eNPe
anda sendiri gimana bu?
@yoga
mudah-mudahan bisa secepatnya begitu 😀
@guzfrie
terima kasih atas pendapatnya, sungguh memberikan nuansa lain dari postingan ini
@joerig
sama-sama