Masuknya Pihak Ketiga Dalam Proses Perkara


Ikut sertanya pihak ketiga dalam proses perkara yaitu voeging, intervensi/tussenkomst, dan vrijwaring tidak diatur dalam HIR atau RBg, tetapi dalam praktek ketiga lembaga hukum ini dapat dipergunakan dengan berpedoman pada Rv (Pasal 279 Rv dst dan Pasal 70 Rv), sesuai dengan prinsip bahwa hakim wajib mengisi kekosongan, baik dalam hukum materiil maupun hukum formil

Voeging adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung kepada penggugat atau tergugat

Dalam hal ada permohonan voeging, hakim memberi kesempatan kepada para pihak untuk menanggapi, selanjutnya dijatuhkan putusan sela, dan apabila dikabulkan maka dalam putusan harus disebutkan kedudukan pihak ketiga tersebut.

Intervensi (tussenkomst) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut dalam proses perkara itu atas alasan ada kepentingannya yang terganggu. Intervensi diajukan oleh karena pihak ketiga merasa bahwa barang miliknya disengketakan/diperebutkan oleh penggugat dan tergugat. Permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela. Apabila permohonan intervensi dikabulkan, maka ada dua perkara yang diperiksa bersama-sama yaitu gugatan asal dan gugatan intervensi

Vrijwaring adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung jawab (untuk membebaskan tergugat dari tanggung jawab kepada penggugat). Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan dalam proses pemeriksaan perkara oleh tergugat secara lisan atau tertulis. Misalnya: tergugat digugat oleh penggugat, karena barang yang dibeli oleh penggugat mengandung cacat tersembunyi, padahal tergugat membeli barang tersebut dari pihak ketiga, maka tergugat menarik pihak ketiga ini, agar pihak ketiga tersebut bertanggung jawab atas cacat itu

Setelah ada permohonan vrijwaring, hakim memberi kesempatan para pihak untuk menanggapi permohonan tersebut, selanjutnya dijatuhkan putusan yang menolak atau mengabulkan permohonan tersebut.

Apabila permohonan intervensi ditolak, maka putusan tersebut merupakan putusan akhir yang dapat dimohonkan banding, tetapi pengirimannya ke PT harus bersama-sama dengan perkara pokok. Apabila perkara pokok tidak diajukan banding, maka dengan sendirinya permohonan banding dari intervenient tidak dapat diteruskan dan yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan tersendiri

Apabila permohonan dapat dikabulkan, maka putusan tersebut merupakan putusan sela, yang dicatat dalam Berita Acara, dan selanjutnya pemeriksaan perkara diteruskan dengan menggabung gugatan intervensi ke dalam perkara pokok.

(diambil dari Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum Edisi 2007 yang dikeluarkan oleh Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI 2007)

Advertisement
4 comments
  1. suhenri perdana said:

    mas saya mahasiswa fakultas hukum yang lagi neliti tentang gugatan intervensi,, kira2 bisa kasih informasi lbh banyak mengenai Intervensi ini, baik artikel< peraturan peruuan yang baru mngenai intervensi, atau pun judul buku yang didalamnya banyak termuat materi2 ttg Intervensi ini mohon konfirmasi nya ya FB

  2. dina said:

    MAS, DASAR HUKUMNYA APA YA DARI YANG MAS NYATAKAN DIATAS MENGENAI “Apabila perkara pokok tidak diajukan banding, maka dengan sendirinya permohonan banding dari intervenient tidak dapat diteruskan??? TERIMA KASIH

    • rahmat said:

      Ya intervenient tak bisa ajukan banding karena ia bukan pihak…, permintaan jadi pihak telah ditolak

  3. Bagai mana kalau penggugat ke beratan dalam gugatan intervensi (Voeging).. Lantaran Kuasanya yg cacat hukum

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: