Terbukti Melakukan Tuduhan Palsu Terhadap Karyawan dan Unfair Dismissal, RTI Pun Diganjar Hukuman oleh PHI.
Masih ingat kasus yang menimpa 3 serangkai (Ayu, Yanti dan Mira) karyawan Research Triangle Institute (RTI) Internasional -sebuah kontraktor USAID yang melaksanakan Desentralized Basic Education 1 di Indonesia — yang telah di PHK secara tidak adil dan dituduh mengakses dokumen rahasia? Liputan atas kasus ini pernah di muat dalam http://mediabersama.com dan hukumonline beberapa bulan yang lalu.
Seperti telah diberitakan oleh kedua media online itu, ketiga trio ini telah mengajukan gugatan kepada RTI melalui Pengadilan Hubungan Industrial DKI Jakarta dibawah nomor register 103/PHI.G/2008/PN. JKT. PST. Dasarnya adalah RTI telah melakukan PHK secara tidak sah kepada mereka dengan alasan ketiganya melakukan kesalahan berat berupa mengakses dokumen rahasia. Padahal sebagaimana pernyatan ketiganya tuduhan mengakses dokumen rahasia adalah palsu. Dokumen yang menurut RTI dianggap rahasia dan merupakan dokumen tentang penilaian kinerja (evaluasi) karyawan itu telah ditemukan Yanti dalam tumpukan kertas bekas dibawah meja printer. Tuduhan palsu serta putusan PHK oleh RTI itu tentu saja ditolak mentah-mentah oleh ketiganya. Karena pada dokumen a quo tidak ada tanda logo perusahaan, tidak ada tulisan “rahasia” dan tidak ada tanda tangan atau paraf pejabat berwenang di perusahaan– beberapa ciri-ciri fisik yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasikan dokumen sebagai dokumen rahasia. Tidak hanya itu, RTI pun mangkir untuk memberikan uang pesangon dan hak-hak lainnya terhadap PHK ini. Alasannya ketiga trio ini adalah pekerja kontrak sejak tahun 2007 dan akan berakhir tahun 2008.
Upaya untuk memperoleh keadilan bagi ketiga trio ini akhirnya membuahkan hasil. Setelah menjalani dan mengikuti proses persidangan di PHI DKI Jakarta, akhirnya Majelis Hakim membacakan putusan pada persidangan yang terbuka untuk umum Kamis, 14 Agustu 2008 lalu.
Ada 3 hal pokok yang menjadi titik tolak, pertimbangan dan perhatian Majelis Hakim dalam memberikan putusannya, yakni: (1) Hakim akan menilai bagaimana hubungan kerja antara RTI dengan ketiga trio ini, apakah berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) ?; (2) apakah ketiga trio ini secara melawan hak telah mengakses dokumen rahasia perusahaan ? dan apakah dokumen a quo dapat dikategorikan sebagai dokumen rahasia ? (3) Apakah PHK yang dilakukan RTI sah dan/atau menurut ketentuan UU ?
Dalam uraian pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa hubungan kerja diantara RTI dengan ketiga karyawannya itu adalah berdasarkan pada PKWTT. RTI telah sengaja menyingkirkan data dan fakta bahwa telah terjadi 3 kali penandatanganan PKWT bagi ketiga karyawan -yang diperkerjakan untuk proyek DBE -1 selama 5 thn (2005-2010), yakni PKWT 2005-2006, PKWT 2006-2007 dan PKWT 2007-2008. RTI dalam persidangan telah dengan sengaja hanya memajukan bukti PKWT tahun ketiga 2007-2008. Berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (4) maka PKWT yang dilakukan oleh RTI merupakan pelanggaran hukum. PWKT seharusnya dilakukan untuk pertama kali selama 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 kali selama 1 thn. Oleh sebab itu demi hukum sebagaimana perintah Pasal 59 ayat (7) hubungan kerja antara RTI dan ketiga karyawannya berubah menjadi PKWTT (pegawai tetap).
Apa pendapat Majelis tentang dokumen rahasia ? Ketiga trio ini boleh berbesar hati bahwa ternyata keyakinannya akan kebenaran bahwa ketiga tidak mengakses dokumen rahasia perusahaan terbukti.
Majelis Hakim menolak dalil RTI yang menyatakan bahwa ketiganya telah mengakses dokumen rahasia sebuah kesalahan yang dianggap berat, yang telah dijadikan alasan untuk melakukan PHK terhadap mereka. Majelis Hakim menyatakan bahwa dokumen a quo tidak dapat dikategorikan sebagai dokumen rahasia, karena (i) tidak ada logo perusahaan, (ii) tidak tertuliskan”rahasia”, (iii) tidak ada paraf dari RTI ataupun officer yang berwenang untuk itu. Harus ada tindakan-tindakan khusus yang diberlakukan terhadap surat-surat yang dianggap dokumen rahasia misalnya disimpan dalam tempat yang rapi sehingga tidak tercecer. Hal mana jelas tidak dilakukan oleh RTI.
Tindakan mengakses adalah tindakan kesengajaan, yang terjadi adalah Yanti secara tidak sengaja menemukan dokumen tersebut dalam tumpukan kertas bekas dibawah meja printer. Tambahan pula sebagaimana dikuatkan oleh kesaksian saksi RTI, Sdr. Basilius Bongeteku (Deputy Chief or Party) dan Sdri. Katherina Achmad (Officer Manager), Sdri. Katherina Achmad sebagai pemilik dokumen a quo mengakui bahwa dirinya hanya mencetak 3 exp dokumen itu yang 2 diantaranya diserahkan kepada Sdr. Basilius dan Sdr Dan, sedangkan satu dokumen miliknya tersimpan rapi dalam laci meja kerja miliknya dan selalu terkunci rapat.
Keterangan yang disampaikan oleh saksi Sdri. Katherina Achmad menyebabkan Majelis Hakim memberikan pertimbangan dan pendapatnya bahwa kesaksian Sdri. Katherina Achmad telah bertolak belakang dengan fakta yang sebenarnya. Majelis Hakim berpendapat bahwa tindakan ketidaksengajaan sebagai akibat kelalaian dan kecerobohan RTI yang dilakukan oleh Sdri. Katherina Achmad (Office Manager) dalam menyimpan dokumen rahasia itu tidak boleh semata-mata dibebankan sebagai kesalahan trio ini.
Karena terbukti tidak ada kesalahan dari katiga karyawan ini, maka tindakan PHK yang dilakukan oleh RTI dapat dikategorikan sebagai PHK yang tidak fair atau adil (unfair dismissal). Seharusnyalah, jika RTI mendalilkan ketiga karyawan ini telah mengakses dokumen rahasia yang dianggap sebagai kesalahan berat, maka sebelum PHK dilakukan, sesuai peraturan perundang-undangan, RTI memberikan surat peringatan I, II dan III kepada ketiganya dengan maksud agar tidak mengulangi kesalahan berat itu. Nyatanya upaya dan prosedur ini tidak dilakukan oleh RTI.
Oleh sebab itu, maka menurut Majelis Hakim demi hukum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Para Penggugat harus dipekerjakan kembali oleh RTI. Akan tetapi mempertimbangan kondisi yang tidak kondusif bagi kedua belah pihak, maka Majelis Hakim mengabulkan dan mengesahkan terjadinya pemutusan hubungan kerja di antara ketiga karyawan ini dan RTI dengan memerintahkan dan/atau menghukum RTI membayarkan seluruh hak-hak yang seharusnya diterima oleh Para Penggugat berupa, uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak, sejumlah Rp 103,1 juta bagi Sdri Ayu, Rp 67,9 juta bagi Sdr. Mirna Yanti dan Rp 120,3 jutu bagi Sdri. Mira Kestari.
Sebetulnya ketiga trio ini telah pula mengadukan dan melaporkan kepda Komnas HAM dan Komnas Perempuan RTI yang telah melakukan tindakan diskriminasi dan melanggar HAM terhadap ketiganya. Menurut ketiganya, tindakan pemutusan hubungan kerja yang sewenang-wenang itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Sebelum PHK dilakukan, interogasi dan penyelidikan yang dilakukan RTI atas tuduhan “mengakses dokumen rahasia” telah dilakukan secara tidak adil dan tidak transparan. “Pelanggaran HAM” tidak harus didefinisikan sebagai pelanggaran berat-menghilangkan nyawa manusia, tapi bentuk-bentuk diskriminasi, perlakukan yang tidak sama adalah sebuah pelanggaran HAM-demikian argumentasi ketiganya. Namun nampaknya ketiganya harus menelan ludah, karena surat Komnas HAM dan surat Komnas Perempuan yang dilayangkan kepada RTI -dengan maksud meminta keterangan atas adanya aduan/laporan dari ketiga trio ini sama sekali tidak ditanggapi oleh RTI. “Seharusnya ini merupakan penghinaan bagi kedua lembaga itu”, demikian komentar Ayu keras. “Komnas HAM dan Komnas Perempuan adalah dua lembaga yang oleh Undang-undang diperintahkan dan mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap penegakan HAM di Indonesia..tapi kok menerima saja tanggapan yang hanya dibalas lewat surat oleh RTI.”
Lantas apa yang akan dilakukan oleh ketiganya setelah kemenangan mereka di PHI ? Ketiganya akan melihat apa tindakan RTI selanjutnya, mengingat putusan ini belum berkekuatan hukum tetap, maka RTI diberi hak untuk mengajukan kasasi. Akan tetapi menurut ketiga trio ini, pengajuan Kasasi oleh RTI walaupun merupakan hak bagi RTI merupakan bukti yang nyata dan terang atas arogansi RTI dan justru akan merusak nama baik pemerintah Amerika Serikat. Pemeriksaan kasasi di tingkat Mahkamah Agung adalah pemeriksaan atas penerapan hukum bukan substansi pokok perkara yang jelas-jelas terbukti RTI melakukan pelanggaran atas ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lagi pula kasus ini merupakan pelajaran berharga bagi RTI khususnya dan LSM di Indonesia umumnya untuk berhati-hati dalam merekrut pegawai atau expat-nya. Mereka yang tidak memiliki komitment terhadap penegakan HAM, penegakan hukum, dan anti diskriminasi tidak pantas bekerja di kantor-kantor lembaga donor atau LSM imbuh Mira.
Citizen journalism/Jurnalisme Warga
Sdri. Ayu Tri Mulyo Utami (0818 727 980)
email ayu_epintona at cbn dot net dot id
Sdri. Mira Kestari ( 0812 110 3748)
email mkestari at indo dot net dot id
Sdri. Marni Yanti (0816 182 6367 / 915 756 35)
Email marniyanti at yahoo.com
Bang Anggara, apakah benar bahwa suatu dokumen dikategorikan sebagai dokumen rahasia “hanya karena” (i) ada logo perusahaan, (ii) bertuliskan”rahasia”, (iii) ada paraf dari officer yang berwenang untuk itu.
Bukankah syarat utama suatu dokumen dikategorikan sebagai dokumen rahasia justru dari isi/substansi dokumen tersebut.
Mohon pencerahannya.
Kasus-kasus kayak gitu sebenarnya banyak lho. hanya saj, biasanya korban (tenaga kerja) tidak berani/tidak tahu?? untuk melakukan perlawanan seperti trio srikandi di atas.
Bang Anggara kalo kita dioper ke perusahaan lain, secara hukum bagaimana ya?
@ferrys
pertanyaannya saya balik, bagaimana jika saya sama sekali tidak bisa membedakan apakah dokumen tersebut rahasia atau bukan meski saya membaca isinya?
@meong
saya enggak tahu, tapi sebaiknya memang harus dilawan, supaya tidak sewenang-wenang pula, maksudnya dioper bagaimana?
kasusnya gini lho: kami dikontrak oleh perusahaan A, namun belum selesai kontrak perusahaan A itu mengundurkan diri dan kami (oleh perusahaan A)langsung di oper ke perusahaan B.
Bener juga logika kebalikannya. Jadi apa syarat dokumen menjadi “Rahasia” ????
@meong
apa kontraknya baru pak? lalu status anda di perusahaan A berubah tidak waktu pindah ke perusahaan B?
@ferry
sebenarnya putusan pengadilan itu cukup fair menurut saya, untuk menjelaskan apa itu dokumen rahasia
kontrak baru, status di perusahaan B tetap dengan masa kerja nol lagi. oleh perusahaan A kita diminta menandatangani surat pemberhentian tenaga kerja sebagai syarat perekrutan oleh perusahaan B.
@meong
apakah anda juga statusnya kontrak di perusaaan A, kalau iya ya susah juga ya, kecuali kalau ada hal-hal yang lain seperti kontrak berkali-kali
saya sangat ingin berkonsultasi dengan bpk anggara, tapi ngga bisa di web bapak ini.
bisakah saya di beri alamat emal bapak
@jika
silahkan gunakan fasilitas ini pak
Saya sdh bekerja di salah satu bank swasta yg cukup besar selama hampir 4 thn, awal tahun ini dari bulan January 2011 saya sudah diterima sebagai CPNS, dan sedang menunggu panggilan untuk bertugas. Selama belum dipanggil, saya tetap bekerja sbg karyawan di perusahaan tesebut. Atasan saya sudah mengetauhui tentang penerimaan saya sebagai CPNS. pada saat pembagian bonus untuk karyawan di bulan Maret saya terkerjut karena tidak mendapatkan bonus untuk hasil kerja saya thn lalu, padahal saya belum melayangkan surat pengunduran diri secara resmi. Langkah apa yg tepat yg seharusnya saya lakukan
berari yang salah menurut ane Perusahaan A karena melanggar kontrak perjanjian kerjasama sebelum waktu yang disepakati hitam diatas putih
Kasus yang menarik dan saya sangat simpatik. Kalo boleh saya sharing, dulu saya bekerja sebagai legal staff karyawan tetap di bank swasta selama 2,7 tahun dan pada saat mengundurkan diri saya tidak mendapatkan uang jasa dan pesangon sesuai aturan perusahaan, saya hanya diam tak berkutik. Namun kini saya bekerja sebagai Spv. Legal & HRD di perusahaan realestate swasta dengan tujuan untuk mencoba belajar menyelesaikan kasus2 yang pernah saya hadapi dulu. Dan ternyata banyak dari karyawan2 di bank tersebut di PHK ada yang kontrak dan ada yang sudah tetap tetapi tidak jelas mendapatkan uang jasa dan pesangon atau tidak. Saya hanya heran bank yang telah punya nama kok tidak peduli dengan system HR nya. Semoga perusahaan2 lain tidak ada lagi yang mengkorbankan hak2 karyawan.