Pornografi, Kesusilaan, dan Teori Jantung
Terus terang, membaca pernyataan seorang ahli HTN disini membuat saya terkejut. Karena seolah-olah ketiadaan definisi dari Pornografi akan membuat suatu UU dapat dinyatakan tidak operasional atau bertentangan dengan Konstitusi (dalam hal ini ahli tersebut memakai Teori Jantung)
Pelajaran dari tindak pidana kesusilaan di KUHP juga penting dicermati karena kesusilaan sendiri tidak didefinisikan dalam KUHP, karena para ahli – ahli hukum pidana Belanda saat itu kesulitan menemukan definisi pasti soal kesusilaan. Setahu saya kesulitan yang sama juga di temukan di Amerika Serikat untuk menentukan definisi Pornografi. Padahal risetnya untuk menentukan definisi kesusilaan atau pornografi dilakukan lebih dari 10 tahun
Konon, saat itu para ahli hukum Belanda tersebut memilih jalan agar kesusilaan didefinisikan oleh Hakim yang memeriksa perkara dengan melihat konteks lokalitas dimana tindak pidana tersebut dilakukan. Jadi mestinya definisi kesusilaan di Jakarta akan berbeda dengan Bali atau dengan Aceh. Namun saya yakin bahwa pasti ada kesamaan tertentu yang bisa menjadi rujukan dalam menilai kesusilaan itu sendiri
Saya sendiri menentang UU Pornografi, dengan alasan bahwa munculnya beragam UU, termasuk UU Pornografi, yang pada pokoknya masih mengatur tindak pidana yang sama dengan yang diatur oleh KUHP akan memunculkan komplikasi terhadap suatu kestabilan sistem hukum dan akan menggoncang sendi – sendi Negara hukum.
Selain alasan – alasan prinsip tersebut, secara sistematis UU Pornografi sangat kacau balau dan tidak punya kejelasan pada tujuan apa yang hendak dilindungi oleh UU tersebut. Karena jika persoalannya moral, sudah ada KUHP dengan tindak pidana kesusilaan (yang sayang tidak pernah dipraktekkan dengan baik). Jika masalahnya adalah melindungi anak – anak, maka sudah ada UU Perlindungan Anak. Dan jika masalahnya adalah perdagangan perempuan sudah ada pula UU Tindak Pidana Perdagangan Manusia.
Namun kadang-kadang penentangan terhadap UU Pornografi selalu diartikan bahwa sikap penentang sama dengan menyetujui Pornografi. Ini yang menjadi hal sulit, karena nanti biasanya ujung-ujungnya dianggap anti Islam
Serba – salah memang, batasan kesusilaan sangat relatif… ngga heran di Bali pak Gubernur menyatakan bahwa UU ini tidak berlaku disana… Nah masalahnya kalau ada hal seperti ini, apa gunanya lagi hukum positif diterapkan ? Karena semenjak diundangkan artinya UU ini berlaku di seluruh juridiksi Indonesia.. bukannya mubazir ?
@rere
yang jelas sih, buat saya akan semakin bingung untuk membuat nota pembelaan bang? dan polisi serta jaksa akan semakin panjang membuat dakwaannya…hehehehehe. lalu putusannya bisa tergantung sudut pandang hakimnya kan
pornografi bukankah itu tergantung dari sudut pandang orang lain, jika memandangnya sebagai sebuah seni apakah itu juga dapat disalahkan
@tukang nggame
justru itu masalahnya 🙂
paragraf pertama loe cukup menarik dan provokatif…kadang gue pikir media sekarang suka asal comot narsum, ga nyambung antara masalah hukum yang mau diangkat dengan bidang hukum si narsum. isu perundang-undangan, khususnya undang-undang begitu masuk ke MK seakan2 jadi domainnya hukum tata negara, hehehe.
@arsil
hehehehehe, sebenarnya kalau dirimu mau protes kan tinggal jalan kesebelah aja pak, kalau gue jauh banget bo
.
Sayah paling demen alinea terakhir ituh, pak pengacara….
😆 😆 😆
@om mbelz
no comment deh hehehehehehe
Sayang aye bukan yang pertamax :((
Aku sangat setuju dengan konsep ini sebenarnya. Dan itu sebabnya aku menentang UU Anti Pornografi.
@kunderemp
entah kenapa, disini lebih suka pakai buat UU baru *mengeluh mode on*