Dakwaan Terhadap Prita Mulyasari
Setelah sempat hadir di sidang perdananya Ibu Prita Mulyasari, mungkin ada yang belum dapat surat dakwaannya. Nah sekarang karena sudah dapat, saya berencana membagi surat dakwaan ini dengan semua orang. Namun sepertinya saya gaptek, entah kenapa hasil scan ini jadi terpisah – pisah, ada yang bisa bantu saya untuk menjadikannya satu file? Kalau ada, kirim lagi ke sayah ya. Anda mau baca silahkan unduh hal 1, hal 2, hal 3, dan hal 4. Update gungde menyampaikan kepada saya versi lengkapnya, terima kasih yaa, jika perlu versi lengkapnya silahkan di unduh disini
.
Thank’s infonya…
Tak mbaca dulu….
thanks untuk sharing nya bang.good luck.
terus berjuang, kang. dan sampaikan pada dunia perjuangan itu. biar orang tahu bahwa masih banyak yg mau melawan tiran. kami mendukungmu dari bali..
Wah, besok baru akan bisa ngunduh. Dari hp gimana ngunduh dan bacanya?
makasih atas infonya saya ternyata banyak ketinggalan berita
Ikutan juga pasang banner aneka ukuran dukung Ibu Prita Mulyasari ya bos cek di AWASBLUNDER eh aslinya ambil dari sini IBU PRITA
Akhirnya apa yang kita takutkan terjadi juga ya mas……….. namun sayangnya kenapa putusan Judisial Review UUITE keluar setelah kasus Prita merebak ya ? mestinya ini jadi suatu bahan pertimbangan para hakim yang 9 orang itu…….. terus berjuang mas …. *tapi JR tuh ngga ada banding yaa ? hiks hiks *
@rere
buat saya itu berarti menandakan MKnya juga ikutan represif bang, sepertinya mereka takut kalau rekam jejaknya bisa keluar di internet, jadi akhirnya putusan yang sama sekali tidak bijak kan
Kasus Prita ini juga menjadi ajang sosialisasi undang-undang dan menyadarkan siapapun bahwa setiap warga negara harus memahami hukum yang menjadi aturan main warga negara.
Saya berharap agar tak sekedar nanti putusan itu membebaskan Prita dari pidana, namun juga uu yang tidak tepat harus direvisi pasal-pasalnya, karena pada prinsipnya uu adalah untuk mengamankan masyarakat, kebebasan berpendapat dll.
@edratna
mudah2an pemerintah tidak berkuping tebal bu
fyi,
surat dakwaan diarsip juga di :
http://rapidshare.com/files/241854775/suratdakwaanprita.pdf.html
@sinung
thanks
Setelah membaca SURAT DAKWAAN JAKSA No. Reg. Perkara : Pdm. 432/TNG/05/2009 Tanggal 20 Mei 2009. Menurut saya dakwaannya lemah kok, Ibu PRITA tenang aja ! serahkan semua pada Pengacara. Mohon bapak-bapak pengacara Ibu PRITA memperjuangkan sesuai aturan hukum dan memakai hati nurani demi keadilan yang hakiki. Mudahan PENGACARA ibu PRITA bersih tidak sudi menerima suap dari Oknum RS Omni …. ini kasusnya sudah nasional lhooo diketahui publik, biar Pengacaranya tambah beken … kerja maksimal. wong kasus ini mudah pembuktiannya untuk Kebebasan Ibu PRITA. Salam Keadilan (bin.moko@gmail.com)
@priyatmoko
terima kasih atas pendapatnya
BREAKING NEWS !!!
KEJAGUNG MENILAI JAKSA YANG MEMERIKSA PRITA TIDAK PROFESIONAL, DAN MEMERINTAHKAN PEMERIKSAAN ATAS PARA JAKSA TERSEBUT
TANGGAPAN KEJATI BANTEN ATAS PEMERIKSAAN JAKSA YANG MENUNTUT PRITRA:
“Kita tidak berbicara siapa yang akan kemudian bertanggung jawab terhadap pembuatan …(BAP),yang penting, tapi siapa yang harus bertanggung jawab mereka yang melakukan tindakan pidana (PRITA). Saya berikan apresiasi kepada jaksa tersebut!!”
HASIL DENGAR PENDAPAT KOMISI IX DPR DGN MANAGEMENT RS OMNI:
1. KOMISI SEMBILAN TIDAK PUAS DENGAN JAWABAN DARI PIHAK RS OMNI
2. MENGUSULKAN PENCABUTAN IZIN OPERASIONAL RS OMNI
3. MENCABUT TUNTUTAN RS OMNI KEPADA PRITA MULYASARI
4. RS OMNI HARUS MINTA MAAF SECARA TERBUKA KEPADA PRITA MULYASARI
Memang masih banyak yg harus di benahi di kejaksaan, kalau gak akan makan korban “prita prita” yg lain ..
SOLIDARITAS UNTUK PRITA MULYASARI
SOLIDARITAS UNTUK INDONESIA SEHAT
Maka
“BOIKOT RUMAH SAKIT OMNI”
Solodaritas yang dapat kami tawarkan adalah: “mengajak kepada segenap warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang sedang tinggal di Indonesia untuk melakukan tindakan boikot, dengan jalan tidak mempercayakan masalah kesehatan kita kepada Rumah Sakit Omni International, Jakarta. Sampai pada batas waktu selesainya perkara hukum yang dialami Ibu Prita Mulyasari”. Ini baru adil bagi pihak rumah sakit, pihak Ibu Prita Mulayari, dan Pihak Masyarakat penerima layanan kesehatan”.
Kasus yang menimpa Ibu Prita Mulyasari adalah sebuah kasus yang dapat diibaratkan sebagai fenomena gunung es. Yakni sebuah fenomena yang dipermukaan terlihat sedikit secara kuantitas namun pada realitas dimasyarakat adalah jauh lebih besar. Dimana pada dunia industri medis, nyaris menjadi tak terkontrol. Padahal dunia medis adalah sebuah kumpulan profesi yang memiliki ranah bobot kemanusiaan lebih tinggi dibanding dengan kepentingan bisnis, namun di Indonesia sudah menjadi hal yang maklum bahwa bisnis medis adalah sebuah bisnis yang sangat profitable. Bebas krisis ekonomi dan bebas krisis politik. Dalam kondisi apapun bahwa bisnis medis tak bakalan bangkrut, hal inilah yang menjadikan profesi medis menjadi idola di Masyarakat. Bagi penyandang profesinya, tidak memiliki kekhawatiran akan kegagalan profesi bahkan kegagalan bisnis.
Salah satu alasan mengapa orang memilih profesi medis, adalah bahwa dalam keadaan apapun, dan berada pada komunitas apapun, keberadaan pelayan medis akan tetap diperlukan.
Sifat kehawatiran manusia adalah sesuatu yang manusiawi, sehingga manusia akan bersikap prudence (hati-hati) menjalankan berbagai aktifitasnya. Karena aktifitas manusia adalah senantiasa berkorelasi dengan kehidupan dan kepentingan manusia lainnya, baik langsung maupun tidak. Tak aneh bila persoalan Mal-praktek kedokteran menjadi masalah yang siring muncul. Dan jelas siapa yang dirugikan dari sikap kekurang hati-hatian profesi medis.
Uniknya bahwa sampai hari ini tak ada penyandang profesi medis yang mendapat ganjaran hukuman. Hal ini adalah suatu fakta yang amat tidak masuk akal. Ditengah-tengah sikap rendah ketidak hati-hatian (less-prudence) tapi nyaris tak pernah mengalami kesalahan. Ini merupakan kejanggalan alam terbesar di jagad raya ini.
Semakin kurang berhati-hati berlalulintas di jalan raya maka resiko terjadi kecelakaan semakin besar, namun tidak terjadi di dunia medis.Bahkan ketidak hati-hatian dokter pemberi layanan medis berakibat makin buruknya kesehatan pasien, bahkan jika pasien macam-macam segalanya bisa disiasati sampai pada akhirnya pasien korban mal praktek menjadi pelaku criminal.
Tak banyak yang menyadari betapa kuatnya dunia profesi medis. Ibarat kuatnya sebuah rezim yang otoriter dan fasis. Dalam bahasa jawa timuran dikatakan “kalah menang nyirik” (kalah – menang, beruntung-namun beruntungnya dg curang. Nyirik – sulit menemukan terjemahan yang pas). Sudah saatnya “REZIM” Medis perlu mendapatkan control social yang memadai, bahkan sampai pada ranah delik pidana.
Undang-undang kesehatan pun, sebenarnya masih jauh dari unsur memenuhi rasa kadilan masyarakat. Diamana bila terjadi keluhan pada pasien atas dugaan mal praktek hendaknya diselesaikan pada dewan kehormatan profesi. Ini artinya penyelesaian perselisihan anatara dokter pasien hendaknya diselesaikan oleh kalangan pihak medis, apakah ini dapat memenuhi rasa keadilan. Seharusnya hal ini dapat dilakukan dasar pro justisia. Dan penyelesaiannya harus masuk pada ranah hukum. Hal ini dapat menggambarkan bahwa betapa kuatnya Rezim Medis di Indonesia. Belum lagi mahalnya obat-obatan, yang nota bene, obat diproduksi secara masal, keunikan produksi masal adalah nilai jual hasil produksinya dapat ditekan serendah mungkin. Maka logikanya pasien sebagai konsumen produk medis berupa obat-obatan akan menikmati harga rendah. Lagi-lagi hukum logika pasar bebas (supply-demand) nggak mampu menggoyahkan arogansi Rezim Medis.
Sudah mafhum dimasyarakat kita bahwa, terdapat kecemasan apakah biaya medis yang dikeluarkan akan sebanding dengan layanan kesehatan yang diterima. Puas-nggak puas – suka nggak suka, pasien harus menerimanya. Karena tidak memiliki alternative lainnya, kecuali layanan pengobatan alternative. Seolah kita mengalami regresi social jauh mendur kebelakang sampai pada tahun tujuh puluhan. Saya masih ingat bahwa untuk memasyarakatkan layanan medis, di kampong-kampung dahulu, selalu dilakukan penyuluhan penyuluhan di desa-desa agar menjauhi para dukun dan berobat ke puskesmas. Namun apa lacur, fenomena dukun cilik Ponari adalah suatu keniscayaan yang tak dapat dihindari sebagai sikap protes terhadap rezim medis kita.
Sudah saatnya rezim medis berbenah diri kembali pada profesi kemanusiaan dengan menjunjung tinggi aspek kemanusiaan (sense of humanity) dari pada mendahulukan profitable belaka. Kalau nggak mau berbenah diri ya harus rame-rame kita benahi.
Melalui kasus Ibu Prita ini hendaknya kita bersyukur bahwa kini kita dapat membuka pikiran kita untuk makin peduli pada layanan public di negeri ini. Dengan memberikan tekanan kepada rezim medis agar khususnya juga pihak rumah sakit Omni International agar tidak bersikap arogan dan kembali menonjolkan sisi kemanusiaannya. Karena rezim medis ini adalah bentuk lembaga layanan kemanusiaan. Maaf, inilah salah satu dampak system ekonomi neo liberalisme, lembaga kemanusiaampum dibisnis oriented-kan pula. Apa askeskin dapat juga dilayani di Omni ini ya…..?
Kembali ke masalah Ibu Prita, saya mengajak kepada segenap warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing yang tinggal di Indonesia dan masih memiliki hati nurani, ayo kita sadarkan pihak rezim medis ini dengan cara melakukan BOIKOT. Yakni melakukan tindakan untuk tidak berobat ke Rumah Sakit omni international dalam waktu sama sebagaimana Ibu Prita menerima hukuman penjara. Kalau perlu selama enam tahun sebagaimana tuntutan yang diterima ibu Prita.
INI BARU ADIL. Keadilan versi masyarakat. Jangan sampai terjadi kesewenang-wenangan lagi dari pihak yang merasa lebih kuat/powerful kepada yang lemah, tidak hanya lemah secara financial aja lho menilainya.
Rezim medis menurut saya masih memiliki power cukup kuat untuk melindungi kepentingan, dan keuntungan profesinya dari tindak keteledorannya dalam menjalankan profesinya. Dan hal ini pun mereka mampu mempengaruhi undang-undang medis yang di buat DPR, bahwa sangsi hukumnya pun masih sangat lemah, lain kali kita akan mendiskusikannya.
Pada saat ini kita hendaknya secara bersama-sama untuk peduli dan tidak melakukan hubungan dengan pihak rumah sakit, Satu kata BOIKOT rumah sakit omni. Dan perhatikan apa yang terjadi.
ANTOK AFIANTO , pasuruan jawa timur.
@antok
thanks
Landasan Hukum Untuk Melawan RS Omni International Alam Sutera
Definisi pelaku usaha di UU No. 8 tahun 1999 tentang Praktek Kesehatan: “Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Rumah Sakit Omni Internatioonal Alam Sutera (RS OIAS) adalah pelaku usaha karena berbentuk badan hukum, melakukan kegiatan dan berkedudukan di wilayah negara RI yang menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi, yaitu kesehatan. Dalam hal munculnya kasus di mana konsumen (Prita) tidak dapat memperoleh hasil rekam mediknya, RS OIAS melanggar kewajibannya sebagai pelaku usaha seperti yang dikatakan pada Pasal 7 huruf b UU No. 8/1999, yaitu “Kewajiban pelaku usaha adalah memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”.
Konsekuensi RS OIAS dalam kasus ini karena tidak memberikan informasi medis (hasil laboratorium) yang benar pada Prita sehingga berakibat Prita mendapatkan penanganan medis yang salah, yaitu penangan medis untuk demam berdarah padahal Prita tidak sakit demam berdarah, maka RS OIAS patut diduga melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No. 8 tahun 1999.
Pasal 8 UU No. 8 ayat (1) huruf a tahun 1999 berbunyi: “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: (a) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan”.
Karena melanggar Pasal 8 ini, maka sebagai pelaku usaha penjual jasa RS OIAS dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 61 dan Pasal 62 ayat (1) UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Adapun bunyi Pasal 61 adalah: “Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya”. Sedangkan Pasal 62 Ayat (1) berbunyi: “Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (10 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2, dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 M (2 milyar rupiah)”.
Bagaimana mungkin konsumen telah membayar biaya pengobatan seperti yang disodorkan oleh RS OIAS sebagai kompensasi pengobatan kepada konsumen yang pada kenyataannya ada kesalahan laboratorium dan tindakan yang diambil, tidak boleh protes atau berkeluh kesah kepada sesama? Yang kemudian pihak RS OIAS lalu menuntut konsumen yang patut diduga mereka rugikan? Hebat sekali RS OIAS itu.
Kesalahan rekam medik dan penanganan medik sudah sering terjadi di berbagai RS bertaraf International di Indonesia. Namanya saja International tetapi tidak jelas apa yang dimaksud dengan International. Tidak ada dasar hukumnya yang jelas sebuah RS boleh asal pakai kata International. Apa karena bangunannya bagus, berpendingin udara, ada restoran, ada fasilitas pijat refleksi dan pijat lainnya terus boleh menyandang International? Siapa di Departemen Kesehatan yang berwenang memberi kata International dan mengauditnya setiap tahun? Tak jelas itu.
Apa Yang Harus Dilakukan Prita
Untuk itu selain melanjutkan persidangan yang sedang berjalan, saya menyarankan kepada team penasihat hukum Prita untuk menuntut balik RS OIAS tentunya beserta para dokter yang menangani Prita dengan menggunakan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menang atau kalah tinggal kepiawaian para pengacara yang membela Prita di muka hakim.
Pelajaran bagi sebuah RS dan para korps kedokteran, jika memang terjadi kesalahan lakukan permintaan maaf dan segera ditindaklanjuti dengan penanganan yang baik tanpa membebankan lagi biaya kepada konsumen. Ini sesuai dengan Pasal 19 ayat (1): “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.
@pengacara sehat
terima kasih atas komentarnya
MATINYA KEBEBASAN BERPENDAPAT
Biarkanlah ada tawa, kegirangan, berbagi duka, tangis, kecemasan dan kesenangan… sebab dari titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menghirup udara dan menemukan jati dirinya…
itulah kata-kata indah buat RS OMNI Internasional Alam Sutera sebelum menjerat Prita dengan pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.
………………………………………………………………………………………….
Bila kita berkaca lagi kebelakang, sebenarnya pasal 310 KUHP adalah pasal warisan kolonial Belanda. Dengan membungkam seluruh seguruh teriakan, sang rezim penguasa menghajar kalangan yang menyatakan pendapat. Dengan kejam penguasa kolonial merampok kebebasan. tuduhan sengaja menyerang kehormatan, nama baik, kredibilitas menjadi ancaman, sehingga menimbulkan ketakutan kebebasan berpendapat.
Menjaga nama baik ,reputasi, integritas merupakan suatu keharusan, tapi alangkah lebih bijaksana bila pihak-pihak yang merasa terganggu lebih memperhatikan hak-hak orang lain dalam menyatakan pendapat.
Dalam kasus Prita Mulyasari, Rumah sakit Omni Internasional berperan sebagai pelayan kepentingan umum. Ketika pasien datang mengeluhjan pelayanan buruk pihak rumah sakit, tidak selayaknya segala kritikan yang ada dibungkam dan dibawah keranah hukum.
Kasus Prita Mulyasari adalah presiden buruk dalam pembunuhan kebebasan menyatakan pendapat.
@redaksi
terima kasih
Mr. Anggara,
koq saya sudah 2 kali download dakwaan jaksa, dan ketika dibuka hasilnya error / rusak. Kalau diperkenankan boleh yah saya minta dikirimkan via japri dalam format pdf saja.
Terima kasih atas perkenaannya.
Robaga
@robaga
nanti saya kirimkan pak
Mr. Anggara,
terimakasih saya sudah berhasil men-download dakwaan JPU itu lengkap.
Salam hormat.
rgs
@robaga
semoga berguna pak
berguna sekali ya sih ya kali ya