Memutuskan Untuk Memilih


Saya ingat, dahulu waktu pemilu 1999, saya, saat itu masih mahasiswa, menjatuhkan pilihan pada PRD, PDI Perjuangan, dan PBB. Namun pada Pemilu 2004, saya tidak menjatuhkan pilihan pada partai manapun serta calon Presiden manapun. Namun kali ini agak beda, dalam pemilu 2009, saya memang tidak memilih untuk anggota DPR, DPRD, dan DPD dari Kota Tangerang dan Banten. Apakah saya golput, tidak koq, ini semata hak pilih saya dihilangkan oleh UU gara-gara saya tidak terdaftar di DPT. Dalam pemilihan Presiden kali ini rasanya saya perlu menjatuhkan pilihan saya.

Harap diingat ini bukan kampanye sama sekali, dan saya tidak mendapatkan uang sepeserpun untuk menulis ini. Lagipula kalau saya hendak menggunakan parameter pembaharuan hukum, anti korupsi, dan perlindungan hak asasi manusia, tidak ada satupun dari para calon ini yang masuk dalam kriteris saya. Namun, saya tetap “terpaksa” harus memilih dan pilihan telah saya bulatkan dan jatuhkan pada Jusuf Kalla.

Sebenarnya saya tidak terlampau asing dengan sosok ini, setidaknya mulai 2005, sebagian dari kehidupan kami tidak terlepas dari sosok Wakil Presiden ini. Namun yang membuat saya menjadi jatuh hati, adalah ketika saya menghadiri peringatan ulang tahun AJI pada 2008 kemarin. Saat itu, para pembicara utama, termasuk mas riri reza, mengkritik pemerintah tentang masih banyaknya belenggu kebebasan berekspresi. Saat itu, meski sang wapres balik mengkritik para pengkritiknya, beliau menyampaikannya dengan baik dan jenaka (meski dalam beberapa hal saya tidak sepakat dengan pendapatnya). Saat itu saya teringat pak Abdullah Alamudi naik panggung dan kembali melontarkan kritik tajamnya terhadap masih rendahnya perlindungan kebebasan pers. Kejadian selanjutnya ternyata pak wapres ini ternyata naik panggung sambil berkata kira-kira “saya mau menggunakan hak jawab saya” dan ia memang berusaha menggunakan hak jawabnya dengan baik. Tak lama pak Alamudipun naik kembali sambil berkata kira-kira “kali ini, pak wapres jangan menggunakan hak jawabnya yaa”. Semua tertawa dan memang setelah pak Alamudi bicara, pak Wapres tidak menggunakan hak jawabnya.

Saya tersenyum, seandainya beliau hendak mengomentari kembali, tentu acara tersebut tidak akan selesai. Tak lama kemudian, entah mengapa Hotel Intercontinenal megah itupun dilanda mati lampu. Para Pengawal Presidenpun sigap menjaga pak Wapres, namun dengan sangat tenang beliau menyatakan tidak usah kuatir. Saat itulah, simpati saya muncul dan saya mulai mencermati beragam sepak terjang beliau. Dan dari penggalian itu, saya tahu beliau adalah orang yang langsung berbicara dan tidak segan memberikan kritik tajam terhadap segala hal yang ia nilai tidak pas. Beruntung saya mempunyai sumber informasi terdekat yang dapat saya percayai untuk memberikan penilaian terhadap beliau.

Dalam hal kemerdekaan pers, sampai saat ini yang saya tahu, beliau tidak pernah memperkarakan pers, meski ada berita yang menyudutkan beliau. Tentu saya tidak menyukai jika Presiden Indonesia adalah Presiden yang gemar memperkarakan pers, jika ia mudah memperkarakan pers bukankah lebih mudah baginya untuk memperkarakan bloger?

Namun, saya memang kurang sreg dengan pilihan calon wapres beliau, seandainya ia mau memilih calon lain terutama yang berlatar sipil, tentu akan menjadikan ia berbeda dan buat saya tentu lebih mudah dan tanpa ragu menjatuhkan pilihan padanya

Tulisan ini dikirim melalui email

Advertisement
5 comments
  1. Pingback: Pemilih.com

  2. hmmm…cawapresnya dulu kalo ga salah yang nutup berita2 di tv swasta tahun 98, semua berita harus keluar dari tvri…nama kebijakannya gue lupa apa tuh. pemilu 97 cawapresnya juga yang borong keluarganya jadi caleg. anaknya jadi anggota mpr termuda (ya lah, masih kuliah soalnya). gue juga uda menetapkan pilihan, antara taman mini atau ragunan di tanggal 8. hehehe. 3-3nya podo wae, mending disuruh gambreng aja mereka b3.

    • anggara said:

      @arsil
      makanya saya enggak sreg sama cawapresnya, nama kebijakannya dulu TV Pool. Namun ya apa boleh buat bung, memilih diantara yang terxxx

  3. Lia Padma said:

    dari 3 pasangan itu memang nggak ada yang lebih baik antara satu dengan lainnya, tapi kewajiban sebagai warga negara tetep harus dijalani kan..

    • anggara said:

      @lia padma
      otre, thanks

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: