Heboh Soal Nikah Siri


Minggu ini selain dihebohkan dengan Rapermen Konten Multimedia juga dihebohkan soal Nikah siri. Kenapa heboh, kabarnya sedang disiapkan RUU Hukum Materil Pengadilan Agama Bidang Perkawinan yang akan mempidana para pelaku nikah siri dan para pelaku kawin kontrak. Untuk beritanya sendiri silahkan lihat liputan HukumOnline dan PrimairOnline.

Sebenarnya dari sisi judul saja RUU tersebut agak aneh, kalau hukum materil tentang perkawinan sebenarnya sudah ada di KUHPerdata, HOCI, dan juga UU Perkawinan. Perasaan saya sih ini seperti kodifikasi hukum perkawinan untuk para penganut Agama Islam, karena jurisdiksi dari Pengadilan Agama hanya untuk para penganut Islam di Indonesia. Jadi pemeluk agama lain tidak akan terjerat dengan Rancangan UU ini. Saya rasa UU ini akan menggantikan Instruksi Presiden No 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam serta UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Karena saya bahannya RUUnya tidak ada, maka saya hanya akan mencermati beberapa peristilahan menurut UU yang berlaku saat ini. Defisini dari perkawinan yang sah menurut Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 4 Inpres No 1 Tahun 1991 adalah ”Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing – masing agama dan kepercayaannya itu”, Jadi maksud dari Pasal ini adalah syarat sahnya perkawinan adalah apabila perkawinan tersebut dilangsungkan menurut ketentuan hukum agamanya dari para Pelaku perkawinan tersebut. Sementara berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) menyatakan ”Tiap – tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku”. Maka dari kedua ketentuan ini, fungsi pencatatan bukanlah yang menentukan sahnya perkawinan atau tidak namun menjelaskan fungsi administratif yang harus dilakukan oleh negara. Oleh karena itu berdasarkan Pasal 45 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan, barangsiapa yang tidak mencatatkan pernikahannya di KUA maka dikenakan sanksi denda sebesar Rp7.500. Ketentuan ini juga berlaku untuk pejabat pencatat pernikahan yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam mencatat pernikahan seseorang yang telah didaftarkan.

Dari titik ini, sebenarnya apa yang disebut “nikah siri” adalah sah sepanjang dilakukan berdasarkan ketentuan – ketentuan hukum Islam yang berlaku. Nah kalau memang mau dipidanakan maka saran saya syarat sahnya perkawinan harus diubah yaitu tidak hanya dilangsungkan berdasarkan hukum agama dan kepercayaannya tetapi juga wajib untuk dicatatkan. Tanpa perubahan itu maka pemidanaan terhadap para pelaku nikah siri dan kawin kontrak hanya seperti lelucon yang nggak penting.

Meski demikian beberapa ketentuan dalam WvS kita juga masih bisa diberlakukan meski hanya untuk salah satu pelaku yang kondisinya terikat dengan perkawinan

Pasal 277

(1) Barang siapa dengan salah satu perbuatan sengaja menggelapkan asal-usul orang, diancam karena penggelapan asal-usul, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1 – 4 dapat dinyatakan.

Pasal 279

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:

1. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;

2. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.

(2)Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(3)Pencabutan hak berdasarkan pasal No. 1 ?5 dapat dinyatakan.

Pasal 280

Barang siapa mengadakan perkawinan, padahal sengaja tidak memberitahu kepada pihak lain bahwa ada penghalang yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, apabila kemudian berdasarkan penghalang tersebut, perkawinan lalu dinyatakan tidak sah.

Saya sendiri nggak tahu apabila pasangan tersebut sama – sama tidak terikat perkawinan, landasan untuk menikah sirinya apa? Namun jika salah satunya terikat perkawinan biasanya karena takut untuk menempuh prosedur resmi untuk melakukan poligami yang memang berat itu

Nah saya sih dalam posisi menolak upaya kriminalisasi yang berlebihan seperti kasus nikah siri ini 🙂

Advertisement
9 comments
  1. hanif IM said:

    wah, karena gak mengikuti berita secara baik dan benar, maka saya juga gak begitu mengerti bagaimana hukum2 ini diperbaharui.

  2. kemarin ada seminar ttg TOLAK RUU NIKAH SIRI jujur saya tidak memahami RUU tersebut, tetapi ada bebarapa yang mengatakan kalau PSK harus pajak kepada negara, tetapi kalau nikah malah kena denda :mrgreen:

    kalau RUU Nikah Siri itu disetujui banyak orang ingin ucapkan SELAMAT MENEMPUH KEHANCURAN

  3. rudi said:

    mas angga dukung nikah sirri sih soale

    • anggara said:

      @rsh
      Pak Hakim ini 🙂

  4. Assalamualaikum,
    Dukung Nikah Siri Hindari Perjzinahan, Dukung Group Facebook ini, agar Negara tidak makin masuk mengatur syariat Agama Islam :

    Saalam Sahabat

  5. edratna said:

    Saya tak setuju adanya nikah siri karena yang menjadi korban perempuan dan anak yang dilahirkannya.
    Namun perlukah dibuat undang-undang? Atau bukannya sosialisasi, pendidikan, pemahaman untuk tak mau melakukan hal tersebut?

    • anggara said:

      @edratna
      Saya juga tidak sepakat, saya juga menentang perlunya UU yang mengatur hal itu jika definisi perkawinan dalam UU Perkawinan belum diubah

  6. Langsung saja, kita semua dibuat pusing dengan Ego pemerintah (Wanita? Karena idenya dari Alm. Ibu Tien Soxxxxto)

    Kasus (anak di luar nikah) Sheila Marcila & Anji Drive (awal April 2010) memberi hikmah bagi para Anak-anak kecil di Indonesia, untuk memahami MANA YANG HALAL dan MANA YANG HARAM berkaitan dengan kasus yang sama dalam NIKAH SIRI (Sama2 tidak punya buku nikah sebagai syarat awal mengurus AKTE KELAHIRAN untuk masuk sekolah)

    NIKAH SIRI, YANG MENJADI KORBAN ADALAH ANAK! Mengapa? Si anak tidak punya akte nikah orang tua dan akte kelahiran untuk bersekolah, atau memperoleh beasiswa.
    Karena pelaku nikah siri tidak bisa mendapatkan buku nikah berdasarkan UU 1/ 1974 dan peraturan turunannya.

    Sama dengan Pelaku Kumpul Kebo, tidak mempunyai buku nikah (Tapi lebih terhormat menurut NEGARA RI daripada pelaku nikah siri yang halal.)

    Demi anak-anak sebagai tunas bangsa yang diatur dalam UUD 45 pasal 34: 1. Sebaiknya pemerintah memberikan buku nikah (kalau perlu nikah ulang) bagi pelaku Nikah Siri.
    2. Merevisi UU 1/1974 (dasar hukumnya lemah dibanding UUD 45 pasal 34), karena sudah tidak relevan, dan melepaskan pelaku nikah siri dari pasal pidananya, DEMI ANAK.

    Tujuannya UU 1/ 1974 salah satunya untuk mencegah para pegawai negeri dari kawin lagi.

    DEMI ANAK-ANAK INDONESIA, MARILAH PEMERINTAH BERSIKAP ARIF dengan MEREVISI UU 1/ 1974 tentang Perkawinan yaitu memberikan buku nikah (atau menikahkan ulang) bagi para pelaku NIKAH SIRI.

    AYO PEMERINTAH, KAMU BISA BERPIKIR PANJANG!

  7. arieff said:

    Nikah siri itu sah-sah aja walaupun tidak terdaftar di pemerintah..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: