Referendum Untuk Yogya
Hari ini Koran Tempo menurunkan opini editorial yang bertajuk ”Biarlah Yogya Memilih” Polemik ini muncul dalam hal kedudukan Gubernur di Yogya yang selama masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono IX tidak pernah menjadi soal segini serius.
Terlepas dari soal kedudukan dan cara pemilihan jabatan – jabatan ekskutif, hukum internasional memang mengenal yang namanya rights to self-determination yang terkait dengan internal self-determination (kemerdekaan kedalam). Terkait dengan kemerdekaan kedalam ini, referendum atau jajak pendapat tentu bisa dilakukan untuk mengetahui isi dan pikiran dari rakyat Yogya sendiri, pemerintah pusat tak perlu malu dengan apapun hasil keputusan rakyat yogya.
Referendum tentu mengasumsikan rakyat memiliki pengetahuan yang cukup atas pilihan – pilihan politik yang akan dilakukan, tanpa itu, maka referendum akan mudah diselewengkan. Referendum juga mengasumsikan setiap pihak bebas mempromosikan pendapatnya tanpa gangguan dan mestinya memang tak boleh ada gangguan
Namun perdebatan ini, menurut saya agak kurang berbobot, kalau hanya meributkan soal pengisian jabatan eksekutif saja. Buat saya sendiri Sultan dan Pakualam boleh saja menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur tanpa pemilihan, namun apakah kedudukan keduanya harus juga terlibat dalam ranah pemerintahan sehari – hari. Menurut saya, bisa saja menggunakan ide adanya 1st Minister atau 1st Secretary yang mampu mengurus pemerintahan sehari – hari. 1st Minister atau 1st Secretary inilah yang dipilih oleh DPRD bersama – sama dengan Gubernur dan Wakil Gubernur. Tak harus pula 1st Minister atau 1st Secretary ini dipilih langsung oleh rahayat Yogya. Tak usahlah berdebat soal konstitusi, karena ini sudah dijamin dalam konstitusi adanya kekhususan yang memang diperlukan di beberapa tempat seperti Aceh, Papua, Yogya, dan Bali.
Namun, mestinya perdebatan ini berlangsung berbobot, tak hanya soal pengisian jabatan eksekutif saja yang dipersoalkan tapi juga kewenangan apa yang akan diperoleh Yogya dalam hubungannya dengan pemerintah pusat. Misalnya yang paling dasar soal kebudayaan saja, apakah Yogya boleh memiliki bahasa “nasional” sendiri sebagai bahasa pengantar selain bahasa Indonesia. Kalau boleh tentu semua hal terkait pendidikan, urusan pemerintahan resmi dll, harus menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Yogya. Banyak lagi yang bisa dibahas, seperti apakah Yogya boleh ikut dalam Pertandingan Olahraga Internasional atas namanya sendiri, misalnya menggunakan nama Yogya – RI atau Yogya – Indonesia? Hal – hal seperti itulah yang harusnya juga dibahas secara serius dan tak hanya melulu soal pengisian jabatan eksekutif.
Saya sendiri tidak memiliki bahan yang cukup untuk memberikan penilaian tentang apa saja kewenangan yang secara ekslusif memang akan dimiliki oleh Yogya dalam RUUK Yogyakarta yang sedang dibahas oleh pemerintah. Tapi saya berasumsi bahwa otonomi khusus yang akan diberikan kepada Yogya mirip dengan otonomi “plus plus” seperti di Aceh dan Papua, maksudnya hanya berbeda sedikit dengan otonomi yang dinikmati oleh propinsi Indonesia lainnya.
Soal Referendum, buat saya bukan hanya pertanyaan soal pengisian jabatan eksekutif yang direferendumkan, tapi harusnya rahayat Yogya diberi kesempatan untuk memilih RUUK mana yang akan menjadi pilihan dari rahayat Yogya. Misalnya jika ada 3 RUU maka referendum harus meminta rakyat untuk memilih satu diantara 3 RUU tersebut. Jadi apakah anda setuju Referendum?
Anda juga bisa lihat pendapat saya sebelumnya soal Yogya di sini
Setuju Mas..
setuju………ayo dukung warga yogya
terkadang keinginan seorang pemimpin/penguasa jika tidak dilandasi atas pemikiran mendalam, ilmu, serta pemahaman sejarah bangsanya sendiri, selalu akan menimbulkan sebuah kerugian dan perpecahan di bangsa itu sendiri.
Jadi sebaiknya kalau sudah jadi pemimpin/penguasa semakin harus banyak belajar lagi, bangsa ini lahir bukan karena anda, jadi jangan rusak persatuan dan kesatuan yang ada.
setuju mas….
sya dukung warga yogya untuk referendum