Blogger: Suara dan Kekuatan Baru di ASEAN #ABCBali
Terlebih dahulu, untuk lebih memahami konteks tulisan ini silahkan baca tulisan dari Mas Anton Muhajir, Mas Herman Saksono, dan Mas Iman Brotoseno serta tulisan dari mbak Ajeng Nunuk. Selain itu penting juga membaca tulisan saya sebelumnya disini. Harap diingat tulisan ini merupakan pengamatan sesaat saya soal acara ASEAN Blogger Conference 2011 yang berlangsung di Nusa Dua Bali.
Saat Undangan Mampir di Inbox
Sengaja saya pilih judul ini, karena ingatan saya melayang kepada Pesta Blogger pertama yang mengambil tema “Suara Baru Indonesia”. Saya pikir tema ini masih relevan dan lebih relevan lagi ketika di inbox saya mampir surat undangan dari mas Iman Brotoseno dan Mbak Ajeng Nunuk P untuk menghadiri ASEAN Blogger Conference 2011. Saya diminta untuk menyampaikan soal situasi kebebasan berekspresi di Indonesia. Buat saya ini keren banget, karena untuk pertama kalinya teman2 blogger tidak berpikiran soal HaKI tapi soal kebebasan berekspresi.
Pikiran saya melayang seketika, dan membayangkan akan ada resolusi yang dikeluarkan oleh sekelompok Blogger di ASEAN mengenai sesuatu hal yang penting. Di saat yang sama, sayapun sadar bahwa bisa jadi ASEAN Blogger Conference ini merupakan ambisi politik luar negeri dari Pemerintah Indonesia yang secara serius berupaya berkampanye tentang pentingnya demokrasi dan hak asasi manusia di negara – negara ASEAN melalui tulisan – tulisan dari para Blogger. Namun bisa jadi juga, ini merupakan kesadaran politik baru dari kalangan blogger Indonesia tentang bagaimana mengambil peran dan posisi politiknya di ASEAN khususnya dalam mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia di ASEAN. Saya sendiri tentu punya ambisi agar kebebasan berekspresi ditempatkan lebih tinggi dari soal – soal HaKI. Saya agak risau soalnya, karena dalam banyak acara blogger yang saya hadiri, banyak bertanya soal HaKI. Bukan apa – apa, semangat blogger itu setahu saya berbagi pengetahuan, dan menurut saya teman-teman blogger tak perlu terlampau risau dengan persoalan HaKI. IMHO, HaKI penting sih tapi tak terlalu penting di situasi Indonesia saat ini dan saya lebih mau mempromosikan penggunaan CC 3.0 untuk digunakan oleh teman2 blogger. Dan kenapa kebebasan berekspresinya harus mendapat porsi tinggi karena ini adalah soal yang dialami oleh semua blogger di negara – negara ASEAN terlepas dari predikat demokratis tidaknya suatu negara tersebut. Sekedar catatan saja, situasi kebebasan internet di Indonesia telah dinilai sebagai setengah bebas oleh Freedom House. Maka ada baiknya juga teman-teman blogger di Indonesia bisa mengetahui situasi kebebasan berekspresi di negara – negara ASEAN lainnya
Ketika Konferensi Mulai Berlangsung….
Dalam Konferensi tersebut yang dihadiri oleh mungkin sekira 100 blogger, sebenarnya sangat menarik, ketika dipaparkan situasi kebebasan internet di berbagai negara ASEAN, namun memang beberapa blogger dari beberapa negara ASEAN tak bisa hadir (saya lupa persisnya dari negara mana saja). Entah alasan persisnya, hanya sayang mestinya panitia mengundang blogger dari Timor Leste sebagai penyambutan bagi keluarga baru ASEAN. Saya sempat berbincang sejenak dengan mas Iman untuk menyampaikan rasa hormat saya karena mampu menyelenggarakan acara yang bergengsi ini dengan amat baik. Salah satu pembicaraan saya dengan Mas Iman saat itu adalah beliau menyampaikan bahwa Kemenlu keberatan dengan tema kebebasan berekspresi, yang kebetulan akan saya sampaikan “pledoii”nya, karena menganggap situasi di Indonesia berbeda dengan situasi di negara ASEAN yang lain serta pihak Kemenlu, menurut mas Iman, menyarankan untuk menggantinya dengan demokrasi. Namun yang saya salut, mas Iman dan teman2 panitia lain tetap kekeuh dengan tema “kebebasan berekspresi” tersebut ditengah – tengah (mungkin) “desakan” pemerintah Indonesia.
Pembagian Kelompok dan Pledoii Ituh
Selesai berdiskusi sambil menunggu giliran saya menyampaikan “pledoii” ternyata teman-teman blogger dibagi kedalam beberapa kelompok. Saya sendiri tidak terlampau mengetahui apakah saya masuk dalam salah satu kelompok atau tidak, ini disebabkan saya yang suka terkena penyakit nervous saat harus bicara depan umum. Tapi saat itu saya memilih mengikuti diskusi di Kelompok A yang dipandu mungkin oleh mas Poetra (mohon maaf saya tak terlampau hafal nama ketua kelompoknya).
Saya agak bingung pada saat diskusi kelompok tersebut karena ketua kelompok A hanya menyampaikan “point of discussion” tanpa panduan dan arahan yang cukup jelas kepada para peserta. Beberapa saat saya lihat anggota kelompok seperti kebingungan dan mungkin juga ketua kelompoknya. Entahlah, saya tak mampu membaca pikiran apa yang ada di para peserta diskusi kelompok itu. Sayapun memberanikan diri bertanya kepada ketua kelompok “apakah poin diskusi itu akan dijadikan landasan menyusun deklarasi, karena saya dengar akan ada deklarasi yang disusun selepas konferensi ini”. Ketua Kelompok menyatakan “iya”, lalu saya jawab, “kalau begitu harus dijelaskan dengan sangat baik jika poin – poin diskusi akan dijadikan landasan untuk membuat deklarasi”, namun sayapun menyampaikan usulan lagi “jika bingung, mestinya ada draft deklarasi yang sudah dibuat panitia, nah kita berdiskusi dari draft yang ada saja”. Saya nggak tahu persis apa yang terjadi saat itu, tapi yang jelas sesaat setelah saya menyampaikan usul tersebut salah satu panitia menghampiri saya dan menyampaikan bahwa ada draft dari deklarasi namun panita tidak mau menyampaikan draft tersebut ke peserta konferensi karena nggak ada kewenangan. Saya hanya tersenyum menjawab “baiklah kalau begitu”. Segera saya berpikir, ini koq agak nggak lazim, tapi saya enggan berpikiran buruk.
Diskusi kelompok saat itu sepertinya tetap berlangsung, tapi saya tidak mengikuti dinamika dari diskusi tersebut karena saya meninggalkan tempat disebabkan rasa haus yang melanda tenggorokan saya. Selepas makan siang saya kembali lagi mengikuti konferensi itu dan tetap menunggu giliran saya untuk menyampaikan “pledoii” (lebay banget yak hehehehe). Tak lama setelah saya menyampaikan “pledoii” saya keluar dari arena konferensi karena saya sudah lapar dan diganggu kembali oleh rasa haus yang menyengat saya. Selain itu rasa nyeri dan kelelahan juga mulai menyerang saya karena terus terang saya baru bisa tidur pukul 4 pagi setelah saya datang di Denpasar kemarinnya.
Saya kembali ke ruang konferensi menjelang maghrib yang menurut beberapa orang Deklarasi telah dibacakan, namun di saat yang sama saya mendengar keributan kecil tentang bagaimana “tidak demokratisnya” konferensi tersebut. Secara berseloroh, baik melalui twit ataupun lisan saya menyampaikan sepertinya penting untuk membuat Southeast Asia Blogger Alliance atau apapun itu jika ada suasana yang tidak demokratis dalam acara konferensi tersebut. Apa boleh buat, saya sendiri tak mampu mengikuti dinner, yang sepertinya menarik, karena rasa nyeri yang tak tertahankan lagi dan kelelahan yang menyerang dan hinggap di tubuh saya. Saya memilih pulang dan ditemani oleh teman2 dari ICT Watch kembali ke hotel.
Paginya, saya iseng membaca TL saya mendapati tulisan dari mas Aris Heru Utomo di Jakarta Post dan tulisan dari Mas Iman Brotoseno tentang ASEAN Blogger Conference di blognya. Salah saya yang nggak membaca teliti sampai saya ngetwit soal perbedaan deklarasi yang ditulis mas Aris Heru Utomo dan Mas Iman padahal keduanya memang beda, maaf ya mas Iman :D. Skip deh, malamnya saya bertemu dengan Mbak Ajeng Nunuk sama mas Donny BU dan bercerita soal sedihnya mbak Ajeng karena acaranya seperti dituduh macam – macam. Saat itu saya baru tahu kalau memang ada draft deklarasi yang telah disiapkan Kemenlu (yang mau silahkan unduh disini ya). Tapi saat itu, mbak Ajeng dan panitia yang lain, menurut mbak Ajeng, menolak keras karena takut dituduh berusaha “nyetir” teman2 blogger karena ada deklarasi yang telah disiapkan draftnya (dari pemerintah pula) oleh panitia.
Demokrasi adalah Ruh
Bisa jadi pengamatan saya salah, tapi memang ada banyak pendekatan dan banyak metode jika dalam suatu konferensi atau kongres berminat untuk membuat deklarasi atau resolusi. Karena deklarasi atau resolusi ini penting sebagai sebuah pernyataan politik dari suatu perhelatan penting yang sedang digelar.
Metode yang digunakan mbak Ajeng dan Panitia baik sebenarnya untuk mendiskusikan tentang “point of discussion” sepanjang Panitia memang menyiapkan kerangka acuan konferensi dan fasilitator yang cukup mumpuni untuk memfasilitasi jalannya diskusi kelompok, tapi sayang panitia tidak menyiapkan kerangka acuan konferensi bahkan yang samar sekalipun sebagai bahan pegangan bagi para peserta konferensi. Ini tentu, ke depan harus diperbaiki jika masih ingin menggunakan model seperti ini
Cara lain adalah memberikan draft yang bahkan dibuat oleh kemenlu sekalipun kepada para peserta konferensipun, menurut saya tak salah jika panitia tak sempat membuat kerangka acuan konferensi ini. Saya rasa panitia tak perlu takut untuk di cap sebagai agen pemerintah, toh juga draft bisa dipakai bisa nggak, bahkan bisa juga diobrak abrik oleh peserta konferensi.
Hal lain yang menurutku perlu diperbaiki adalah sebaiknya perwakilan dari kelompok diskusi yang akan membahas draft deklarasi itu ditunjuk dari peserta kelompok. Saya sendiri nggak tahu bagaimana metode pemilihan perwakilan kelompok tersebut. Bisa jadi memang begitu kesepakatannya agar hanya ketua kelompok yang mewakili membahas draft deklarasi. Entahlah
Intinya, IMHO, adalah seluruh kegiatan konferensi ini harus mempunyai ruh demokrasi yang wajib hukumnya dipegang teguh tidak hanya oleh panitia tapi juga peserta diskusi. Mohon diingat saya tak hendak menjadi kampiun demokrasi yang kurang ajar, berasa sok tahu tentang segala hal dan paham banget soal demokrasi. Tapi saya hanya ingin berpartisipasi dalam memberi masukan agar penyelenggaraan acara ini yang kalau bisa tahunan dapat berjalan dengan lebih baik lagi.
Dan Soal Nama ASEAN itu
Soal nama ASEAN di Asean Blogger Comunity buat saya bukanlah hal yang penting meski buat beberapa orang menjadi krusial, karena saya sadar masih kuat anggapan dan juga mungkin prakteknya saat ini masih terjadi adalah ASEAN dianggap sebagai ajang kumpul2 dari pemimpin – pemimpin negara yang otoriter kepada rakyatnya. Tak salah juga anggapan demikian lah wong prakteknya ya begitu, tapi buat saya sekali lagi yang penting adalah proses dan outputnya selepas konferensi apakah komunitas blogger ASEAN ini dapat bebas dari intervensi pemerintahnya masing-masing? Buat saya lebih penting dari sekedar nama adalah bagaimana mengikatkan diri dalam solidaritas antar masyarakat terutama blogger di negara-negara ASEAN untuk lebih bisa bekerjasama secara positif untuk mengembangkan demokrasi dan hak asasi manusia di masing – masing negara ASEAN dan juga antar negara – negara ASEAN secara keseluruhan.
Akhirnya
Terlepas dari tulisan saya di atas, saya ingin menyampaikan rasa hormat saya kepada mas Iman dan jajaran panitia yang terutama saya kenal seperti mbak Chichi Utami dan Mbak Ajeng Nunuk serta teman – teman panitia yang lain yang telah mengorganisir konferensi ini dengan segala keterbatasannya.
Setidaknya saya bangga jika pesan saya sampai dalam konferensi kali ini dimana kebebasan berekspresi memang seharusnya ditempatkan dalam bagian yang cukup penting di atas soal HaKI. Karena sifat alami blogger adalah berbagi informasi
setuju mas !!! keren euy bisa menyampaikan pendapatnya !! HIDUP BLOGGER ASEAN.
Saya suka membaca bahwa “Demokrasi adalah ruh” 😀
Terima kasih Mas Anggara.
Postingan blog yang menyejukkan hati, mohon maaf banyak terjadi kekurangan di sana sini.
Acara diskusi yang seharian memang sangat melelahkan, buat peserta diskusi tak optimal.
terima kasih untuk kehadiran dan sharingnya kemarin di Bali, Mas 😀 mohon maaf untuk segala kekurangan ya.. ^^
Sepakat, mas.
kembali ke sifat alami, berbagi informasi 🙂
salam kenal mas dari blogger Pontianak yang ikut hadir juga di sana 😀
waktu memang jadi kendala utama. utk masalah seserius ini, memang kita perlu waktu lebih lama agar bisa mendiskusikan tema2 dalam diskusi secara lebih intensif. tak harus oleh banyak orang, tp cukup dengan teman2 yg lebih concern pd persoalan substansi daripada jalan2nya.
selalu ada langkah pertama. bagiku pro kontra itu hal wajar kok. asal jangan kemudian dibawa ke persoalan personal. berbeda pendapat, termasuk soal substansi dan nama, tidaklah berarti kemudian putus hubungan sebagai teman.
eniwei, terima kasih pencerahannya soal situasi kebebasan berekspresi di kawasan ini. lalu, mana tautannya? 😀
Terima kasih mas utk tulisannya Mas Angara . Serasa saya hadir di tengah konperensi yang dalam pandangan saya merupakan kegiatan penting dan salah satu langkah awal dari proses pengembangan demokratisasi di ASEAN melalui blogger.
Di tengah sistim poltik dan pemerintahan yang beragam di ASEAN, bukan suatu hal yang mudah untuk mengumandangkan suatu konsep seperti kebebasan berekspresi, sama seperti halnya ketika Indonesia memperjuangkan konsep HAM di ASEAN dan mewujudkannya dalam suatu kesepakat bersama. Tapi dengan uoaya intensif dan bahu membahu antara pemerintah dan masyarakat, kini Komisi HAM ASEAN sudah terbentuk.
Dalam konteks blogger, ketika memunculkan ide pembentukan komunitas blogger se ASEAN, harapan saya adalah terjalinnya komunikasi antar blogger di kawasan dan dapat melakukan berbagai inisiatif dan mendorong keterlibatan masyarakat melalui people-to-people contact tanpa harus menunggu instruksi dari pemerintah (seperti yang saya tulis dalam bagian akhir tulisan saya di the Jakarta Post).
Saya setuju dengan Antonemus, perbedaan pendapat itu wajar karena bukankah perbedaan itu juga bagian dari demokrasi. Dan usai perdebatan yang panjang di Bali dan di media sosial, serkarang saatnya untuk mulai bekerja mengimplementasikan apa yang sudah dibunyikan para blogger di deklarasi Bali. Bisa jadi deklarasi tsb tidak memuaskan, tapi dari sana kita bisa menyusun langkah2 dan program2 kegiatan yg nyata dan jika dipandang perlu dapat membuat deklarasi versi revisi pada pertemuan blogger ASEAN selanjutnya.
o ya sekedar menambahkan mengenai masalah kebebasan berekspresi saya pernah menuliskannya jauh sebelum kegiatan di Bali berlangsung. Silahkan dikritisi lho jika apa yg saya tulis tidak berkenan. ini linknya: http://arisheruutomo.com/2011/07/25/blogger-dan-kebebasan-berpendapat-di-asean/
Salam dari rantau
Pingback: ASEAN Bloggers Declaration: And Bali makes two « Unspun
terima kasih, ini adalah tulisan dan diskusi yang menjelaskan kepada saya tentang pelaksanaan ABC di Bali. Soalnya saya tak terundang 🙂
sukses buat semuanya, jabat erat!
promosi web ane ni gan Referensi ilmu hukum dan politik di http://www.gresnews.com silakan di klik gan
Membayangkan suatu saat negara-negara ASEAN bisa lebih maju, menyaingi EROPA 🙂
Pingback: ASEAN Blogger Conference 2011 : Kandangnya Rusa Bawean
Tulisan yang menarik , salut buat para blogger.