Dilema Calon Gubernur Perseorangan di Jakarta
Lah, memangnya saya akan milih gitu? Nggak bisa milih juga koq malah ribut soal Calon Gubernur Perseorangan. Bukan ribut sih, tapi sekedar berbagi pendapat saja soal calon pemimpin Jakarta ini. Saya sih nggak akan bisa milih, tapi saya jelas punya kepentingan terhadap siapapun pemimpin Jakarta kelak.
Dari situs KPU DKI Jakarta saya mengetahui bahwa ada enam pasangan calon pemimpin Jakarta yang juga telah ditetapkan nomor urutnya yaitu:
- Pasangan Dr. Ing. H. Fauzi Bowo – Mayjen (Purn) H. Nachrowi Ramli, SE.
- Pasangan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Hendardji Soepandji, SH – Ir. H. A Riza Patria, MBA.
- Pasangan Ir. H. Joko Widodo – Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM.
- Pasangan Dr. H. M Hidayat Nurwahid, MA – Prof. Dr. Didik Junaedi Rachbini.
- Pasangan Faisal Batubara – Biem Triani Benjamin dan
- Pasangan Ir. H. Alex Noerdin, SH – Letjen Marinir (Purn) Nono Sampono
Dua pasangan terakhir merupakan pasangan dari jalur perseorangan yang akan berlaga di Pilkada Jakarta. TL saya sih dipenuhi oleh dukungan terhadap Pasangan Faisal Batubara dan Biem Triani Benjamin. Pasangan ini memang menggalang dukungan dari masyarakat secara langsung begitu juga dalam hal penggalangan dana kampanyenya
Terlepas dari itu sebenarnya saya masih menganggap bahwa calon pemimpin dari jalur perseorangan masih merupakan hiasan demokrasi. Soalnya gampang saja, bagaimanapun juga dalam iklim demokrasi multi partai seperti saat ini, kekuatan partai politik jelas tidak boleh dianggap remeh. Saya ambil ilustrasi saja, meski kampanye calon perseorangan fokus pada dukungan populer, namun saya ragu dalam pengambilan kebijakan di Jakarta apakah cukup hanya mengandalkan dukungan populer? Suatu kebijakan yang akan diambil oleh Pemimpin yang dipilih melalui pemilu membutuhkan juga dukungan politik yang kuat. Nah, problemnya bagaimana memecahkan soal negosiasi dengan parlemen yang secara jelas telah di dominasi oleh partai – partai politik jika terpilih?
Menarik yang jelas saat pilihan tagline salah satu kandidat perseorangan adalah “Berhutang dan Bertekad Pada Warga Jakarta”. Hanya pertanyaan besarnya kalau kandidat ini terpilih, akankah mereka tidak tersandera oleh kepentingan partai – partai politik di Parlemen?
Contohnya saja ada koq deket banget, lihat saja Presiden kita yang mendapatkan dukungan populer yang sangat tinggi dalam Pemilu 2009, toh tetap saja membutuhkan dukungan politik di Parlemen dan membentuk koalisi yang didasarkan pada kepentingan yang sama pada isu – isu tertentu yang tentunya rapuh.
Mestinya sih, kita nggak boleh alergi pada partai politik, karena partai politik tetaplah alat yang penting dalam iklim demokrasi dan wahana pendidikan politik bagi masyarakat. Kalau ada masalah dalam partai politik, tentu partai politik itu yang harus diperbaiki atau ya bikin partai baru.
Kalau pasangan independen sadar sedalam-dalamnyanya akan gerakan rakyat, saya masih percaya kemungkinan mereka tidak akan tersandra. Mereka akan “memimpin” keluar dari tabiat “zona nyaman” perpolitikan Indonesia pasca 1971 ….
Partai memang dibutuhkan sebagai vanguard party untuk menggulingkan penguasa-penindas
#angkatbenderalagi…
Tapi sayangnya fakta ga bisa ditampik kalau partai politik lebih mementingkan kepentingan pihaknya sendiri.