AJI Menolak Kriminalisasi Pers Dalam RUU Pemilu
Kriminalisasi terhadap pers seharusnya tidak mendapat tempat di negara demokratis dan menghargai hak atas informasi rakyat. Landasan mengenai hak rakyat akan informasi dan kemerdekaan pers telah tercantum dalam Pasal 28 F Perubahan II UUD 1945.
Kemerdekaan pers diperlukan agar pers dapat ikut mengawasi jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara (watch dog). Untuk itulah di semua negara demokratis, pers diberi peran siginifikan, bahkan dianggap sebagai pilar ke-empat dalam sistem demokrasi. Untuk itu pula setiap upaya mempidanakan pemberitaan pers (kriminalisasi) harus ditentang karena tidaksesyai dengan dengan nilai-nilai demokrasi dan berpotensi dapat merampas hak informasi publik.
AJI menemukan dalam penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terdapat pasal yang bertendensi mengkriminalkan pemberitaan pers dan profesi jurnalistik. Ini tampak dari isi pasal 260 RUU Pemilu yang jelas-jelas betendensi menghukum jurnalis dengan pidana penjara dan denda dengan alasan pemberitaan pers. Padahal selama ini masyarakat pers termasuk AJI berupaya menghapuskan pasal-pasal dalam berbagai produk hukum yang berpotensi melakukan kriminalisasi terhadap pemberitaan pers dan porofesi jurnalistik.
Pasal 260 RUU Pemilu :
Setiap pemimpin redaksi media cetak dan elektronik yang melanggar larangan pemberitaan kampanye pada masa tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai kriminalisasi terhadap pers melalui Pasal 260 dengan rujukan Pasal 103 ayat (3) jo Pasal 260 RUU Pemilihan Umum justru mereduksi makna kemerdekaan pers yang telah dijamin melalui UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Pasal 28 F Perubahan II UUD 1945.
Pasal 103 ayat (3) RUU Pemilu :
Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama minggu tenang dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan dan/atau merugikan peserta pemilu.
AJI menyatakan, peran pers tidak perlu lagi diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya karena pers telah mempunyai UU No 40 Tahun 1999 yang mengatur secara khusus tentang pers di Indonesia.
Melalui surat ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak upaya kriminalisasi terhadap pers dalam segala bentuknya. RUU Pemilu yang mengatur penyelenggaraan pemilu secara demokratis tidak boleh memiliki aturan yang bertentangan dengan demokrasi karena niatnya untuk mempidanakan pers (kriminalisasi).
2. Mendesak DPR agar mencabut ketentuan kriminalisasi terhadap pers dalam RUU Pemilu, khususnya pasal 260 dan pasal 103 ayat 3.
3. Meminta kepada setiap pihak yang untuk menjadikan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai pranata untuk menyelesaikan setiap sengketa pemberitaan dan menjadikan Dewan Pers sebagai tempat untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan
Jakarta, 24 Juli 2007
Heru Hendratmoko
Ketua Umum
Eko Maryadi
Koord Divisi Advokasi