Inkonstitutional, UU MA Harus Dibatalkan
Tim Advokasi Penyelamat Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku Kekuasaan Kehakiman yang membawahi lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Dalam prinsip Negara Hukum, seperti diatur pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, posisi Kekuasaan Kehakiman yang merdeka untuk menyelanggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan merupakan hal mutlak yang harus dijamin dan dipertahankan.
Segala tugas berat dan posisi krusial Mahkamah Agung menjadi terancam ketika proses pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah Republik Indonesia (Pemerintah) dilakukan dengan caa-cara yang inkonstitusional.
Seperti diketahui, revisi UU MA dilakukan dalam kondisi Mahkamah Agung yang sangat buruk. Penilaian PERC yang menempatkan peradilan Indonesia di posisi terburuk se-Asia, survey LBH msyarakat, survey Transparency International Indonesia (TII) dan bahkan survey Integritas KPK menegaskan masalah yang mendasar di MA. Dengan kata lain, seharusnya revisi yang dilakukan DPR bersama pemerintah dilakukan dengan proses yang benar, sesuai hukum dan tata tertib, serta tidak bertentangan dengan konstitusi. Hal inilah yang dinilai tidak terpenuhi dalam revisi UU MA.
Perhatian publik dan pemberitaan media massa sangat masif terjadi ketika pembahasan RUU Mahkamah Agung yang dilakukan tertutup dan tergesa-gesa, sehingga terkesan mengejar kepentingan elit di Mahkamah Agung. Partisipasi masyarakat adalah satu hal penting yang disingkirkan dalam pembahasan tersebut. Begitu banyak penyimpangan proses pembentukan yang dinilai mengantarkan RUU Mahkamah Agung ini menjadi Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 (UU MA 2009)
Di tingkatan Sidang Paripurna, sejumlah pelanggaran mendasar terjadi, dan bahkan dugaan pelanggaran tata tertib dan kode etik dilakukan oleh Pimpinan Sidang. Segala pelanggaran tersebut tentu saja tidak dapat dilihat hanya ditataran prosedur dan proses formil pembentukan sebuah undang-undang. Ia menjadi sebuah penyimpangan yang bersifat sangat substansial, melukai rasa keadilan masyarakat dan melanggar kewajiban konstitusional anggota DPR RI yang seharusnya serius membahas undang-undang demi kepentingan rakyat. Pada akhirnya pengesahan RUU Mahkamah Agung menjadi UU No. 3 tahun 2009 (UU MA 2009) dinilai menghambat pencapaian penegakan hukum dan keadilan, menggerus hak konstitusional masyarakat untuk mendapatkan perlindungan hukum, kepastian hukum dan mereduksi hak untuk membangun masyarakat bangsa dan negara.
Dengan alasan proses pengambilan keputusan DPR tidak memenuhi syarat kourum, pengambilan keputusan DPR tidak memenuhi syarat pengambilan keputusan, dan pembahasan UU MA di DPR melanggar prinsip keterbukaan, maka kami menilai bahwa proses pembentukan UU MA khususnya di DPR bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 20 ayat (1), Pasal 20 A ayat (1), Pasal 22 A dan Pasal 1 Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945;
Oleh karena itu kami meminta Mahkamah Konstitusi
Menyatakan Undang-Undang MA 2009 bertentangan dengan konstitusi dan tidak mengikat.
Jakarta, 8 April 2009
Tim Advokasi Penyelamat Mahkamah Agung
Pemohon
Asfinawati (Advokat-Direktur LBH Jakarta) , Hasril Hertanto (Pengajar-Ketua MaPPI FH UI), Johanes Danang Widoyoko (Koordinator ICW), Zainal Arifin Mochtar (Pengajar-Direktur PuKAT Korupsi FH UGM)
Tim Kuasa Hukum
Supriyadi Widodo Eddyono, S.H., Wahyu Wagiman, S.H. Anggara, S.H. , Hermawanto, S.H., Taufik Basari, S.H., L.LM., Uli Parulian, S.H., L.LM, Illian Deta Arta Sari, S.H., Emerson Yuntho, SH
setuju mas..go ahead
@rudi
terima kasih
Ya, aku juga setuju dengan hal itu, maju terus…semoga sukses perjuangan ini. amin
@haerulsohib
terima kasih
Setuju juga,ah..
@bisma
terima kasih
ga bener tuh harus di tindak,,,,