Ribut – Ribut Soal Pembahasan Rancangan KUHAP di Parlemen
Rasa – rasanya beberapa hari ini saya gelisah banget. Terutama pas baca berita dari sini, sayapun menggerakan kursor saya menuju petisi yang dimaksud. Baiklah, lamat – lamat saya membaca petisi yang dibuat oleh Anita Wahid, Putri Mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid.
Yang saya tangkap ide dari petisi ini sederhana, Anita Wahid menganggap bahwa Rancangan KUHAP dan Rancangan KUHP punya potensi besar untuk melemahkah KPK, lembaga yang dianggap dewa oleh banyak masyarakat Indonesia. Untuk itu, maka Rancangan KUHAP dan Rancangan KUHP diminta ditarik dari pembahasan di parlemen.
Saya sih senang dengan semangat sebagian besar orang Indonesia termasuk mbak Anita Wahid dalam konteks pemberantasan korupsi. Harus diakui korupsi sudah jadi budaya yang mendarah daging dan berurat berakar dalam sistem hukum dan politik di Indonesia. Karena itu memang diperlukan usaha yang serius untuk mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia.
Khusus untuk Rancangan KUHP, saya setuju berat untuk ditarik namun bukan dengan alasan sesederhana yang disampaikan oleh mbak Anita Wahid yaitu melemahkan KPK. Saya benci berat dengan Rancangan KUHP karena Rancangan KUHP jauh lebih represif ketimbang KUHP (yang bikinan Belanda) dalam soal kebebasan berekspresi. Hal lain Rancangan KUHP buruk sekali proses draftingnya karena banyak copy paste dalam Rancangan KUHP tersebut.
Tapi bagaimana dengan Rancangan KUHAP? Mungkin sebagian dari kita masih mengingat kasus Kemat (Imam Kambali), Nenek Minah, dan kasus sandal jepit? Baru – baru ini kita juga sempat dihebohkan dengan penahanan benhan dan juga kasus penahanan Arsyad. Kita semua ribut dengan semua kasus – kasus itu dan banyak gerakan click activism yang muncul dan dilakukan.
Dalam konteks kasus besar (kalau mau dianggap sebagai kasus besar), kita pasti masih ingat kasus Prita Mulyasari dan juga kasus rekayasa yang dialami oleh bekas pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah.
Pertanyaan mendasarnya, kenapa kasus – kasus seperti itu banyak dan berulang kali terjadi? Dan apakah kita pernah diam sejenak untuk merenungkan kenapa kasus – kasus itu terjadi? Kasus – kasus itu sebenarnya hanya sebagian kecil dari kasus yang direkayasa atau diproses secara arbitrary (sewenang – wenang) yang ditangkap oleh pemberitaan media. Saya yakin kalau jumlah kasus – kasus yang direkayasa atau tersangka yang ditangkap dan ditahan secara sewenang – wenang jumlahnya cukup besar dan hal tersebut terjadi setiap hari, setiap jam, setiap menit, atau bahkan setiap detik.
Pernahkah terpikir, bahwa sistem peradilan pidana kita (yang saat ini masih berlaku) membuka peluang untuk terjadinya kesewenang – wenangan dan membuka luas terjadinya judicial corruption? Ingat ya, judicial corruption itu bukan hanya korupsi yang terjadi di Pengadilan tapi juga korupsi yang terjadi dalam sistem hukum khususnya sistem peradilan pidana.
Konon kata orang terkenal sih power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely. Demikianlah KUHAP yang saat ini kita pakai dan yang saat ini terjadi. Kewenangan besar dari penyidik dan penuntut umum di KUHAP sangat besar dan nyaris tanpa kontrol dan sangat minim tersedianya mekanisme kontrol dalam menggunakan kewenangannya. Karena itu tak heran, jika orang yang tidak bersalah bisa ditetapkan sebagai tersangka, ditangkap, ditahan, dan diproses sampai diputus bersalah dengan sangat mudah dan sekali lagi tanpa kontrol dan mekanisme kontrol yang memadai.
Situasi inilah yang mendorong banyak LSM HAM yang meminta agar ada pembaharuan terhadap KUHAP yang berlaku sekarang. Mengingat KUHAP yang saat ini berlaku memiliki potensi besar dan membuka peluang besar untuk terjadinya judicial corruption bahkan pada fase awal yaitu penyelidikan.
Dan tuntutan LSM – LSM HAM memuncak di 2011 yang disuarakan secara nyaring di kantor Kontras pada 9 Januari 2011 yang intinya mendesak pemerintah untuk segera mengajukan Revisi Rancangan KUHAP dan Rancangan KUHP ke DPR. Dan merespon terhadap tuntutan ini, pemerintah akhirnya mengajukan Rancangan KUHAP ke DPR pada maret 2013 yang lalu atau 2 tahun setelah konferensi pers di kantor Kontras tersebut.
Karena itu, dimanapun saya dikasih kesempatan berbicara, saya selalu ngomong kalau UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP itu perlu dimasukkan dengan segera ke Museum Nasional. Bukan karena sudah tua, tapi karena KUHAP warisan otoriterianisme Orde Baru yang melanggengkan praktek penyiksaan dan membuka peluang terjadinya kesewenang – wenangan. Karena itu kalau KUHAP nanti jadi masuk ke Museum Nasional harus dikasih label
“Produk Legislasi Warisan Pemerintah Otoriter Orde Baru yang Melanggengkan Praktek Penyiksaan, Penyalahgunaan Wewenang, dan Kesewenang – Wenangan. Sebagai pengingat pada generasi yang mendatang untuk mencegah terulangnya kembali praktek tersebut”
Saya akui, bahwa Rancangan KUHAP masih belum sempurna, terutama untuk isu proteksi hak asasi manusia. Tapi Rancangan KUHAP juga wajib diakui mengatur jauh lebih baik dari KUHAP. Untuk itu, kita perlu mendorong pembahasan Rancangan KUHAP di Parlemen dan pembahasan itu wajib dilakukan di parlemen hasil pemilu mendatang.
Agak naïf dan kalau boleh dibilang sedikit “tolol” kalau Rancangan KUHAP akan berdampak pada pelemahan upaya pemberantasan korupsi. Justru menurut saya Rancangan KUHAP akan lebih mendorong upaya pemberantasan korupsi dengan menutup semua celah yang mungkin untuk terjadinya judicial corruption. Tentu kita harus perbaiki hal – hal yang masih lemah, tapi kembali ke KUHAP dan hanya menawarkan KUHAP sebagai jalan keluar saat ini patut dicurigai adalah upaya untuk melanggengkan korupsi. Tanpa sadar, orang – orang yang menolak Rancangan KUHAP sebenarnya ikut genderang nyanyian dan tarian dari orang – orang yang menikmati kekuasaan tanpa batas dalam sistem peradilan pidana. Mereka juga ikut serta dan tanpa sadar terlena dalam tarian untuk melanggengkan praktek korupsi dalam sistem peradilan pidana yang saat ini berlaku.
Ya kalau mau baca sih, bisa dibaca riset soal penahanan dan praperadilan atau riset lainnya terkait Rancangan KUHAP dan KUHAP untuk bisa mengetahui kenapa kita perlu KUHAP yang baru.
Itu kalau sampeyan mau baca sih hehehehe